15. Truth

643 144 16
                                    

🌼🌼🌼🌼🌼

Shiying membantu mengobati luka Baili siang itu, membersihkan memar di wajah Baili dengan kain hangat, kemudian mengoleskan ramuan herbal agar memarnya segera sembuh.

“Guru?”

“Jangan banyak bergerak. Kau merusak konsentrasi Guru," ucap Shiying.

“Maaf."

Setelah mengobati luka Baili, Shiying menyuruh seorang pelayan membawa pergi beberapa peralatan yang telah dia gunakan, seperti kain hangat dan wadah air berupa ember perunggu.

“Guru, apakah Guru baik-baik saja? Guru tidak terluka, 'kan?” tanya Baili seraya menatap khawatir. Dibandingkan kondisi dirinya yang babak belur, Baili lebih mementingkan kondisi sang guru yang sepertinya sangat terpukul dengan tindakan Xie Yun.

Terdiam sesaat, Shiying kemudian tersenyum tipis. “Seharusnya kau memikirkan tentang lukamu.”

Tangan pemuda itu bergerak perlahan meraih punggung tangan sang guru.

“Baili?”

Baili menundukkan wajah, terlihat sangat menyesal. “Maaf,” ucapnya.

“Kenapa kau meminta maaf? Ini bukan salahmu,” jawab Shiying.

Baili masih menunduk dengan wajah penuh sesal. Jemari tangan pemuda itu semakin menggenggam erat punggung tangan sang guru.

“Baili?” Shiying sedikit menundukkan kepala, berusaha bertemu tatap dengan mata muridnya. “Apa kau mengetahui sesuatu? Pedang itu, dari mana Xie Yun mendapatkannya?”

Satu detik, dua detik, Shiying masih menunggu, tapi tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulut pemuda itu sebagai jawaban. Baili mendadak bungkam.

“Baili?”

“Guru!” Baili langsung memeluk tubuh sang guru dengan erat. “Guru, apa pun yang terjadi, aku akan selalu mengikuti Guru!”

Shiying mulai menyentuh punggung Baili, memberikan belaian lembut tanda kasih sayang, sama persis ketika pemuda itu masih anak-anak. “Baili?”

Baili menengadah, menatap wajah sang guru. “Ya, Guru?”

“Apakah tidak ada hal lain yang kau inginkan? Menikah, memiliki seorang istri dan anak, misalnya?” tanya Shiying kemudian tersenyum lembut.

Baili sempat terdiam, kemudian kembali memeluk sang guru, menenggelamkan wajahnya di dada Shiying. Shiying pun kembali mengelus punggung muridnya.

“Aku hanya mau menikah dengan Guru.”

Satu kalimat itu membuat gerakan tangan Shiying terhenti. Terlihat perubahan yang signifikan pada ekspresi wajahnya. “Kau tahu itu tidak mungkin.”

Baili semakin mengeratkan pelukannya. “Maafkan aku. Aku mencintai Guru.”

.
.
.

Keesokan harinya, suasana dingin menyelimuti murid dan guru itu ketika waktu sarapan tiba. Hari ini, segalanya terasa berbeda. Seolah ada bagian dari diri keduanya yang hilang.

Shiying hanya meminum teh, sama sekali tidak menyentuh makanannya. Sedangkan Baili tidak bisa melepaskan pandangannya dari sang guru. Pemuda itu makan perlahan, seperti tidak punya selera, melirik sang guru, kemudian meletakkan sumpit.

“Guru tidak makan?”

Shiying memandang Baili, kemudian tersenyum tipis. “Habiskan makananmu.” Sesaat setelah berucap, pandangan Shiying kembali teralihkan ke arah lain, menerawang jauh ke luar jendela, menatap beberapa burung kenari yang hinggap dari satu dahan pohon menuju dahan lainnya di samping paviliun.

🍁ETHEREAL🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang