#Do'a Ibu

1 1 0
                                    

Masih dengan ustadz Alif.

"Pasti bakal banyak perempuan tuh lif di sana," goda azka sambil menyenggol denganku.

"Ya pasti lah, namanya juga perlombaan, pasti bakal banyak umat," jawabku datar.

"Gak bosen tuh dari tadi cuma liat - liat pesan dari ukhti yang gak jelas itu," sambar rifal.

Aku langsung melotot ke arahnya.

"Jaga mulutmu," tegasku.

Mereka saling berpandangan dan langsung menunduk.

"Kapan kamu mau lamar ukhti itu,?" Tanya azka.

"Secepatnya," jawabku singkat.
______

Persiapan perlombaan sudah menginjak hampir sembilan puluh delapan persen, tinggal menunggu para peserta dan kunjungan dari komunitas sholawat itu.

"Gimana persiapannya,?" Tanya pak kades yang melihatku sedang merias panggung perlombaan.

"Alhamdulillah, insyaa allah sedikit lagi, tinggal nyalain lampunya sudah jadi," jawabku dengan sumringah.

"Semangat buat besok ya, bapak percaya sama ustadz dan yang lainnya," ucap nya sambil mengepal tangan ke atas tanda semangat.

Aku mengangguk dan tersenyum.

_________

Pov Raina.

Waktu menunjukan pukul 6 pagi, selepas sholat subuh tadi aku langsung mandi dan membereskan barang - barang yang akan ku bawa selama tiga hari ke depan untuk mengikuti ajang perlombaan.
Untung saja, barang - barang penting sudah ku persiapkan jauh - jauh hari sebelumnya, tinggal peralatan mandi, dan kecantikan seadanya.

"Ibu, aina takut," lirihku pada ibu yang sedari tadi fokus menghitung uang untuk bekal lombaku.

"Hmm, apa uang segini cukup buat tiga hari di kota orang aina,?" Tanya ibu yang menghiraukan ucapanku tadi.

Aku melihat raut wajah ibu yang lebih khawatir akan keadaanku nanti.
Ibu selalu berusaha agar aku selalu tercukupi untuk semua kebutuhanku, padahal, aku juga masih mampu untuk sekedar isi dompet, walaupun tak seberapa.

"Gak usah bu, aina punya uang simpanan kok," jawabku sambil berusaha memasukan kembali pada dompet ibu.

"Uang kamu simpan, tabung buat keperluan kamu, dan ini pake uang ibu untuk bekal lomba di sana, pake lah semau kamu, pasti kamu juga ingin membeli sesuatu di sana, jarang - jarang lagi kamu bisa lomba sampai jauh seperti ini aina," ibu segera memberikan uang itu pada tanganku. Memaksa, ya begitulah ibu, dia hanya ingin anaknya selalu tercukupi walaupun keadaannya tidak memadai.

"Doakan aina ya bu, semoga lancar perlombaannya, semoga selamat sampai tujuan, dan semoga--" aku menggantungkan ucapanku.

"Jangan takut, doa ibu selalu ada untukmu, ibu selalu menyemangati mu di sini, jaga adab dan sikap kamu di sana yah, jangan membuat ibu dan bapak mu kecewa,"

Sontak, ucapan ibu membuatku menangis, tanpa kata, ibu langsung sergap memeluk ku dengan belaian kasih sayangnya.

"Ibu gak bisa antar kamu sampe terminal, kerjaan ibu masih banyak di kebun uwa, tadi ibu udah bilang ke om dani, kalo om dani yang bakal antar kamu ke sana, nanti kalo udh sampai di terminal, jangan lupa minum obatnya, " pesan ibu.

Aku mengangguk pasti akan semua pesannya.

"Ya sudah, jangan sampai terlambat nanti, cepet segera ke depan,"

Perjalanan pun di mulai dengan membaca basmalah dan berdoa bersama.
Dalam Bis, kami semua menampakan wajah yang bahagia, penuh semangat.
Aku bahagia mengenali mereka.

"Aina, nanti kalo kamu pusing atau mual perjalanan, bilang sama aku yah," ucap caca yang kebetulan satu kursi denganku.

Aku mengangguk ragu.

Alhamdulillah, baru juga pertama kali kenal, dia sudah perhatian dan ingin membantu ku tanpa ragu.

"Syukron ya ca," ucapku pada gadis berjilbab hitam sama denganku.

#Hanya_Alloh_Yang_Tahu 🤍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang