#Dua Kado

0 0 0
                                    


Selesai akad dan acara pernikahan, kini keduanya memasuki kamar untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sedari tadi menahan penat nya kegiatan.

"Huftt, cape banget," ucap Aina yang sudah berbaring di atas ranjang.

Ceklekk.

Suara pintu kamar terbuka, Aina terperanjat bangun, dan langsung duduk dengan posisi menunduk.

"Udah mandi?" tanya Alif yang baru datang.

"Udah ustadz," jawab Aina kikuk.

Alif mengangguk. "Saya juga udah barusan," kata Alif.

"Hmm,"

"Kenapa?" Tanya Alif dan mendekat pada Aina.

Aina yang ketakutan langsung memegang erat seprai yang terpasang di kasurnya.

Melihat tingkahnya Aina, Alif terkekeh dan langsung merangkul bahu Aina.

"Jangan takut, aku ini suamimu, bukan harimau," celoteh nya, yang membuat pipi Aina memerah tersipu malu.

"Kita buka yuk!" Ajak Alif.

Aina mendongak ke arahnya dengan ekspresi terkejut. " Hah?"

"Haha, buka kado, jangan salah tanggap dulu," tukas Alif sambil menoel hidung Aina.

Pipi Aina makin merah merona, senyuman tipis selalu tersungging di mulutnya yang mungil itu.

Keduanya duduk di atas karpet tipis dan memulai membuka satu persatu kado yang mereka terima dari pada tamu maupun teman-temannya.

"Kadonya gede-gede yah," ujar Alif dengan fokus membuka kado yang paling besar.

Aina terdiam, ia bingung ingin membuka kado yang mana, pasalnya kado-jadi itu banyak, sampai sedikit menutupi ruangan kamarnya, eh kamar mereka berdua.

"Ayo di buka dong," titah Alif.

"Bingung ustadz," timpalnya.

Alif mengambil kado sedang yang ada di depannya, dan langsung memberikan pada Aina.

"Nih, buka yang ini,"

Aina segera membuka kado itu secara perlahan, namun reaksi nya terhenti saat ia mengetahui isi dari kado tersebut.

"Kenapa?" tanya Alif.

Aina menatap Alif dengan perasaan malu.

"Isinya apa?" tanya Alif lagi.

Aina masih setia dengan diamnya, kali ini tangannya bergerak menyodorkan isi kado tersebut.

"Astaghfirulloh," ucap Alif kaget.

Muka Alif sedikit merah padam saat melihat isi kado itu, tangan nya segera mengambil lima buah benda kotak kecil yang ada di dalamnya.

"Ustadz," gumam Aina sedikit tertawa.

"Aina, kadonya obat kuat," ungkap Alif sambil menyodorkan satu bungkus pada Aina.

Aina tertawa melihat ekspresi wajah Alif yang memerah, mungkin malu atau apalah.

"Ada-ada aja yang ngasih kado," ujar Aina sambil terus tertawa renyah.

Alif ikut tertawa, sambil terus membolak balikkan bungkusan itu.

"Eh, ada surat nya," kata Alif sambil membuka satu lembar kertas putih itu.

"Yaa salam," ucap Alif sambil menepuk jidat nya.

"Kenapa tadz?" tanya Aina sedikit mendongak ingin tahu isi dari surat itu.

"Si Rifal," ucapnya.

"Siapa dia?"

"Sahabat saya, ternyata dia yang ngasih kado obat kuat ini," terang Alif dengan kekekehan.

Aina nyengir kuda, ia geleng-geleng kepala melihat kekonyolan sahabat suaminya itu.

"Jail banget dia," decak Alif.

Aina yang melihat kado pemberian dari keluarga besar Ustadz mulyadi segera membukanya.

"Ini kado dari guru ana tadz," ucap Aina yang segera membuka kadonya.

"Siapa?"

"Itu loh, ustadz mulyadi, yang tadi datang ke sini sama keluarga besarnya," tutur Aina.

"Ohh, yang katanya sama ummi fatimah itu yah," tebak Alif dan di balas dengan anggukkan Aina.

Matanya membulat, saat melihat isi kado itu, suasana hati Aina berkecamuk, yang tadinya riang bahagia melihat kado-jadi konyol, berbeda dengan satu kado ini.

"Nggak jadi deh," ucap Aina dan menaruh kembali kado itu.

"Kenapa?" tanya Alif mengernyitkan alis nya.

Aina menggeleng.

"Sini sama ustadz di bukanya," usul Alif dan mengambil kado yang di tarus Aina.

Hatinya mulai tegang, Alif menyunggingkan senyuman saat melihat isi kado itu.

"Ustadz," lirih Aina.

"Dari ilham," ucap Alif sambil tersenyum.

"Ko ustadz tau?"

"Iyah, sehari sebelum saya ke sini, saya bertemu dengannya di jalan, dan menanyakan alamat rumah kamu,"

"Nah dari situ, kita kenalan, dan ia bilang, kalo ilham suka sama kamu, namun hati kamu sudah terpaut oleh satu orang yaitu ustadz," terangnya sambil menunjuk kan diri dengan tangannya.

Aina tersenyum. "Ustadz ko nggak marah atau cemburu?"

"Cemburu pasti ada, karna saya sangat mencintai kamu, tapi kalo marah, enggak deh," jawab nya.

"Kenapa? Padahal dia ngasih kita kado, itu tandanya dia masih berharap sama Aina," jelas Aina.

"Biarlah itu jadi urusan dia, mau berharap gimana pun, tetap aja, kamu sudah jadi milikku, dan hati mu hanya untukku," jawaban Alif sedikit menggoda, sehingga membuat Aina memalingkan wajah ke arah yang lain.

"Yaa jauzaty, lihat lah kemari jangan ke samping, karena suami mu ada di depan mu," goda Alif lagi.

Alif mendekat, kini posisinya berada di samping Aina, tangan kirinya dengan santai merangkul bahu Aina, sedang tangan yang satunya lagi mengelus lembut kepala Aina.

Aina larut dalam pelukannya, rasa hangat yang terasa dari tubuh sang suami membuat tangan Aina membalas pelukannya itu.

"Saya percaya, walaupun dia masih menginginkan mu, tapi hatimu tak akan goyah olehnya, karna di hatimu hanya ada satu nama," bisik nya.

"Yaitu, muhammad Khalif Shaka," balas Aina yang di dalam dekapan Alif.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

#Hanya_Alloh_Yang_Tahu 🤍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang