#Sebuah Komitmen

0 0 0
                                    

Halalkan atau tinggalkan.

Ya, kata - kata itu selalu terngiang di fikiran Alif saat ini, ada kesempatan besar baginya untuk segera melamar sang pujaan hati. Namun, yang masih ia ragukan adalah bagaiman cara ia untuk bisa menafkahinya di saat ia sudah menikah, jangankan bekerja di perusahaan, pengalaman untuk bekerja pun ia tidak ada, kegiatan sehari - hari nya pun cuma sekedar mengajar di majlis kepunyaan Abinya.

"Huff,," tarikan nafas Alif yang begitu berat.

"Ya allah, mudahkanlah urusanku ini," gumamnya.

Tling.
Suara notif pesan dari ponselnya membuat ia terbangun dari pejaman matanya.

-"Assalamualaikum,"

Pesan dari Aina membuat hatinya berdegup tak karuan.

-"Waalaikumsalam," balasnya.

-"ustadz, maaf ganggu waktunya,"

-"Tidak sama sekali,"

-"Nanti sore ana harus pulang lagi ke bandung,"

Lama menunggu balasan dari Alif, Aina langsung bergegas membereskan pakaiannya ke dalam harvest sedang berwarna pink, agar mempersingkat waktu.

Tling. Balasan yang Aina tunggu - tunggu sedari tadi.

-"Saya sudah berada di depan penginapan kamu,"

Hah? Sejak kapan Alif tau tempat penginapan Aina, selama tiga hari berada di kota itupun Aina enggan memberi tahu tempat penginapannya bersama teman - temannya. Terlebih, Aina takut jika nanti bunda Aidah mengetahui.

Dengan gugup, Aina membalas pesan dari Alif.

-"Ustadz ko tau tempat penginapan ana?"

-"Nanti saja saya jelasin nya, sekarang kamu keluar dan lihat ke depan," suruhnya.

Tanpa aba - aba lagi, Aina langsung menurut dan bergegas menuju ke luar. ternyata memang benar, Alif sudah berada tepat di depan gerbang penginapan sambil menduduki jok motor nya.

Aina masih terdiam mematung di ambang pintu tanpa kata sedikitpun.

"Assalamualaikum," Teriak Alif sambil tersenyum.

Aina melotot, mengisyaratkan agar Alif tak berbuat senonoh padanya, sambil celingukan melihat sekitar supaya aman dan tak terlihat oleh orang, Aina berjalan menuju Alif ke gerbang.

"WAalaikumsalam, biasa aja atuh ustadz, jangan teriak - teriak juga ucap salamnya," ucap Aina sedikit kesal.

Alif terkekeh, "Maaf, saya semangat mau ketemu kamu,"

"Ishh," decak Aina lalu menunduk.

"Ekhem," suara deheman dari arah belakang Aina, membuat keduanya menoleh ke satu arah itu.

"Bunda?" Tanya Aina terkejut dan segera mundur satu langkah dari gerbang.

Aidah tersenyum, dan langsung menghampiri mereka berdua.
Sesekali Aidah menatap Alif yang terdiam di balik gerbang luar.

"Siapa?" Tanya Aidah sambil memiringkan kepala.

Aina menoleh pada Alif dengan tatapan penasaran akan jawabannya.

Sambil tersenyum, Alif menjawab dengan entengnya.

"Saya calonnya Aina," jawabnya sambil menunduk dan menangkupkan kedua tangannya di depan dada dengan sopan.

Seketika Aina menatap bunda Aidah dengan perasaan yang tak karuan.

"Hemm. begitu? Kamu menyusul Aina datang ke mari?" Tanya Aidah lagi.

#Hanya_Alloh_Yang_Tahu 🤍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang