Rangga dan Hujan

4.8K 589 15
                                    

Tidak apa, sekali saja kita memang perlu melakukan pengorbanan untuk hal besar

Rangga Ini Anya
@Sarifatulhusna09

.
.
.

Anya duduk depan meja rias, mematut layar ponselnya, dua iris matanya begitu lekat melihat salah satu postingan Instagram, kapsul kecantikan.

Sejak setengah jam lamanya, ia iseng-iseng scroll Instagram untuk membaca daily motivasi yang tengah ia butuhkan, adalah sebuah anugrah begitu postingan penawaran pemutih ini muncul.

Melihat review konsumen, perasaannya tergugah.  Ini yang dia butuhkan. Luluran, bodylation terasa percuma. Bolehkan Anya coba sekali saja untuk mengonsumsi kapsul ini? Melihat perubahan kulit konsumen menjadi putih bening membuatnya sudah membayangkan Ketika kulitnya juga seperti itu. Ah Anya jadi tidak perlu lagi merasa insecure, kan?

Dua sabit di wajah itu terbit, Anya segera mengirimkan pesan keWhastApp  tertera, bertanya lebih banyak lagi hingga dia yakin. Tapi ia cukup dibuat menghela nafas Panjang begitu tahu harga satu botol kapsul.

Satu juta

Anya menjatuhkan kepalanya di atas meja Rias, netranya menatap kosong layar ponsel. Mahal. Sudah pasti. Tapi, melihat hasilnya yang ampuh sepertinya sebanding dengan harga.

Kini jarinya mengetuk-ngetuk layar ponsel, menimbang. Untuk uang, Anya punya, uang tabungan. Insya Allah cukup. Sekali-kali boros untuk kecantikan sepertinya tidak apa. Lagian hanya ini caranya biar bisa putih.

Anya mengangkat kepala, menatap lekat foto Rangga yang ia bawa. Demi Rangga ia harus sempurna kan? Tidak apa, sekali saja kita memang perlu melakukan pengorbanan untuk hal besar.

***

Sore ini cukup mendung. Angin sore yang membawa uap hujan terasa lebih dingin. Dedaunan melambai kencang direrpa angin. Di koridor kampus, Anya memeluk tubuhnya. Kepalanya mendongak, menatap awan columbus yang sudah terlihat berat.

Ting!

Dari Rangga

[Anya bawa jaket? Mau hujan]


[Enggak, Kak Rangga]

[Tunggu di sana ya, Kak Rangga bentar lagi sampai]

Senyum kecilnya terukir. Anya menengok ke belakang, memilih duduk di bangku yang terlihat kosong. Sebaiknya di sini dulu Anya menunggu Rangga. Dua netranya mengamati mahasiswa lain yang berlari kecil terburu pulang sebelum hujan menjatuhi bumi hingga koridor perlahan sepi. Meninggalkan dia yang melamun menatap dedaunan yang berguling di rerumputan kampus.

“Anya?”

Ia mendongak, tersenyum kecil mendapati sosok cowok berjaket hitam kulit. “Enggak balik?” tanyanya ikutan duduk. Dua senyum laki-laki itu terbit, menampakkan lesung pipi di sebelah kirinya.

“Belum.” Ia geser lebih jauh.

“Mau hujan.” Namanya Wahyu, dia memasukkan dua tangannya ke kantong jaket, menatap langit yang sudah mulai menjatuhkan rintik-rintik.

Rangga Ini Anya✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang