Jadi Istri Kakak?

6.7K 826 30
                                    

"Jangan terpatok pada ukuran dunia. Tidak semuanya harus diperlakukan sama. Dunia bukan soal ukuran yang ditetapkan manusia, jika Tuhan berkata, "kun fayakun" maka langit dan bumi pun tidak akan bisa menolaknya. Termasuk kita."

Rangga Ini Anya
@Sarifatulhusna09
.
.
.

"Yuk silakan duduk."

Ucapan Papa menyelamatkannya. Mereka menikmati makan malam bersama. Anya duduk di samping Mama. Di depannya ada Rangga. Kenapa harus di depannya? Ia Jadi menunduk tak berani mendongak.

Kedua keluarga mengobrol ringan. Mengenai rencana kak Rangga setelah wisuda. Anya tidak siap untuk mendengarnya. Patah hatinya mendadak kembali teringat yang tadi. Yang ia dengar ternyata Kak Rangga sudah bekerja sebelum wisuda, jadi ia akan melanjutkan kerjanya dan di itu Jakarta.

Anya sedikit lega.

Ternyata masih satu kota yang sama.

"Anya kuliahnya gimana? Lancar, Nak?" Ia mendongak, mengangguk pada Ayah Kak Rangga. Namanya Om Alif.

Rasanya mati rasa begitu semua mata mengarah padanya. Anya tidak suka diperhatikan seperti itu. Ia malu. "Lancar Om, Alhamdulillah."

"Dek Anya udah mulai bikin proposal?" Kali ini Kakaknya Rangga yang bertanya. Anya menatap pria yang tak kalah tampan dari Rangga. Karena sibuk mengatur jantungnya, Anya sampai tidak sadar ternyata Kak Deo begitu tampan.
Kenapa sih keluarga Rangga tampan semua.

"Udah, Kak. Insya Allah awal semester enam Anya coba ajuin RUP."

"Wah bisa dong ngejar Rangga Cumlaude."

Anya hanya tersenyum. Mengaamiinkan, walau ia ragu. Ia tidak sepintar Rangga bisa cumlaude. Semua yang ada di sana mengaminkan. Usai makan, mereka kembali duduk. Anya berniat kabur ke kamar, tapi ia malah diminta ikut.

"Hati Anya tuh nggak kuat lama-lama lihat Kak Rangga," jeritnya dalam hati.

"Karena Anya udah di sini, bagaimana kalau langsung aja?" Om Alif memulai percakapan begitu mereka duduk. Menatap mereka satu-satu. Tak terkecuali Anya yang memilih menatap meja.

Anya mengerjap. Kok bawa-bawa dia. Ada apa ini?

"Boleh, silakan Alif."

Anya meremas tepi dressnya. Perasaanya terasa aneh. Terutama begitu suara tegas om Alif memanggil namanya. Ia mendongak. Anya menelan salivanya susah payah, lagi-lagi semua mata fokus padanya.
Anya ingin kabur, Anya ingin kabur.

Apa kabar penampilannya?

Wajahnya?

"Begini, Nak. Sebenarnya kedatangan Rangga dan keluarga ke sini ada hal yang ingin disampaikan. Alhamdulillah sebelum Anya pulang tadi, kami sudah diskuisi sama Mama Papa Anya." Jeda. Om Alif Mengulas senyum. Detak jatung Anya kembali menggila.

"Semuanya akan diserahkan pada keputusan Anya."

"Mungkin Rangga aja ya yang langsung sampaikan." Om Alif mengarahkan tatapannya pada sang Putra yang tidak mengalihkan atensi dari Anya. "Silakan, Nak." Tepukan di paha Rangga memberi isyarat laki-laki itu untuk langsung bicara.

Anya memberanikan diri menatap Rangga. Tatapan teduh Rangga, wajah serius dan terlihat gugup itu menguncinya. Anya mengigit bibir bagian bawahnya.

Ada apa ini?

Sebelum Rangga mulai bicara, bolehkah Anya meminta Mama menelpon ambulance? Detak jantungnya sudah kelewatan.

"Qanya Saufi." Suara berat itu menggelitik perutnya. Baru dipanggil nama saja Anya sudah merasakan sensasi yang tak ia mengerti. Anya memilih diam, mencoba menebak kata selanjutnya.

Rangga Ini Anya✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang