Buat Kamu Anya

8.5K 973 7
                                    

Kamu menangisi kenapa kamu tidak seperti mereka
Kamu hanyut dalam pikiran sendiri dan berujung membenci diri sendiri 

Kenapa pencapaian orang lain harus kamu jadikan ukuran?

-Rangga Ini Anya
@Sarifatulhusna09

.
.
.

Setelah obrolan dengan Lea di Kedai ice cream tadi, wajah Anya muram. Kepikiran tentu saja. Apa harapannya ini akan berakhir dengan keinginannya atau seperti kata Lea? Ia nanti akan sakit dengan perasaan yang rasa.

Anya tahu dia dan Rangga jauh beda. Tapi apa tidak ada celah untuknya. Walaupun kekuatan luarnya kalah, Anya selalu membawa nama Rangga dalam setiap doanya. Setidaknya Anya masih bisa berharap pada Allah, kan?

Karena ketika Allah berkata, “kun fayakun.” Maka jadilah.

Angkutan yang dinaikinya kini merambat pelan begitu sampai di depan rumah minimialis. Mobil bergerak ke kiri untuk menepi, Anya segera turun setelah mengeluarkan ongkos empat ribu rupiah.

Setelah angkutan umum menjauh, Anya masih berdiri di luar pagar. Mengamati rumahnya. Rumah minimialis itu berwarna Putih berpadu abu-abu. Hanya satu lantai, namun cukup luas dan nyaman untuk ditempati oleh keluarga mereka.

Di depan rumah, rerumputan terpotong rapi dan pot bunga yang berjajar rapi. Bunga-bunga tumbuh mekar dengan berbagai warna, Mamanya memang suka sekali berbunga. Semua macam bunga ada.

Inilah kehidupannya. Anya hanya orang sederhana. Dengan Ayah yang bekerja di Supermarket milik keluarganya, sedang Ibu kadang membantu Ayah atau terkadang di rumah sebagai ibu rumah tangga dengan sambilan membuat donat untuk dijual di kedai-kedai dekat rumah.

Anya hanya punya mereka, ia hanya anak tunggal. Kuliah saja Anya dengan beasiswa. Mungkin jika tidak dapat Beasiswa hanya akan mengurungkan niatnya. Ekonomi keluarganya tidak sebanyak itu untuk membiayai UKT tiap semesternya.

Untuk latar belakang keluarga sepertinya mereka juga jauh beda.

“Anya? Kenapa berdiri di sana, Nak?”

Suara lembut itu mengalihkan atensinya. Anya menoleh, Mama di sampingnya, membawa kotak donat yang sudah tidak berisi. Sepertinya Mamanya baru saja menjemput donat di kedai sebelah.

“Mau masuk, Ma. Anya baru sampai.”

“Ya udah ayo masuk. Mandi terus cuci piring bentar, ya. Habis itu rebahan.”

Anya mengangguk, membuka gerbang dahulu diikuti Mamanya. Kedua Ibu anak itu melewati jalan setapak hingga sampai di beranda. Anya melepas sepatu dan menyimpannya di rak.

“Donatnya habis, Ma?”

Alhamdulillah. Laku keras.” Mama langsung ke dapur, meletakkan kotak itu untuk dicuci. Anya mengangguk, setelah minum, lekas mandi. Tubuhnya terasa lengket.

***

Hari ini libur. Seorang gadis bergulung bahagia dibalik selimut tebalnya, menikmati sedikit kenikmatan dunia sebelum kembali berkabung dengan perkuliahan dan segala urusan kampus.

Padahal waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, tapi Anya malas untuk bangkit. Biarlah dia nikmati sementara. Tapi sepertinya tidak begitu lama, begitu pintu diketuk tiga kali dan langsung terbuka. Menampilkan Mamanya yang begitu rapi.

“Anya sudah siang. Bangun.”

“Sebentar Ma. Anya masih rindu kasurnya.” Ia kembali menutup matanya, bersembunyi di dalam selimut dan saat itu juga selimut itu ditarik dan dilipat. Ia merengek, tapi tidak menghentikan aktifitas Mamanya.

Rangga Ini Anya✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang