Jangan Gini, Anya

6.1K 632 16
                                    

Selama kamu memperlakukan ku seperti ini. Aku akan percaya kamu juga mencintaiku. Cinta nggak harus diucapkan, 'kan?

Rangga Ini Anya
@Sarifatulhusna09

.
.
.

Selesai mengerjakan tugas makalahnya, Anya terdiam kosong menatap layar dihadapannya yang masih menyala. Lea yang bahas soal ponakan tadi sore, Anya jadi terpikir tentang satu hal.

Sejak pernikahan Rangga tidak pernah meminta haknya.

Ah Anya tidak maksud menginginkan Rangga meminta hal tersebut, hanya saja bukankah itu wajar dalam pernikahan kan? Entahlah, Anya hanya tengah berpikir alasan Rangga tidak meminta haknya. Setahunya bukankah semua pasangan menginginkan hal tersebut setelah menikah?

Wajahnya memerah. Anya menggeleng keras, mengusir jauh pikiran nakalnya barusan.

"Aduh Nya, lo jangan gini."

Anya menaruh laptopnya di atas Kasur, beralih memeluk gulingnya. Gara-gara Lea nih. Anya kan sejak menikah nggak ada mikirin ini. Tapi ... boleh kah Anya penasaran kenapa Rangga tidak meminta hal itu padanya?

Apa karena Rangga ingin dia fokus kuliah aja? Atau juga karena usia pernikahan mereka yang masih muda jadi Rangga ingin menunda.

"Hah apa." Anya mendesah. Mengadahkan kepalanya dan menatap lama langit-langit kamar, seolah benda mati itu bisa memberinya jawaban.

"Kamu yakin mencintainya? Bukan menjadikannya pelarian?"

"Kamu belum mencintainya. Belum."

"Apa kak Audsty masih mencintai Kak Rangga?"

"Ya, Rangga adalah segalanya bagi aku Anya."

Ingatan percakapan itu yang mendadak hadir membuat kepalanya kembali menunduk dengan lesu. Dua sudut bibirnya naik, tersenyum kecut. Bagaimana jika Rangga tidak meminta haknya karena laki-laki itu tidak mencintainya?

Rangga masih mencintai Audsty.

"Anya sayang kak Rangga."

Bahkan saat dia sengaja mengatakan hal tersebut, Rangga tidak membalasnya. Perasaan ini membuatnya kembali merasa sesak. Anya memejamkan mata rapat, berusaha mengalihkan pikiran yang hanya akan merusak suasana hatinya, namun semakin lama matanya terpejam, percakapan itu kembali hadir.

"Aku mencintainya atau tidak, bukan urusanmu Audsty."

"Kasihan sekali Anya."

"Hah."

Anya membuka mata seiring bulir air mata jatuh dari pelupuk mata. Dengan cepat segera dihapusnya. Tidak, ia tidak akan memikirkan itu. Anya tidak akan peduli, Anya akan abai. Rangga memilihnya karena mencintainya. Rangga ...

Tes

Sial!

Berusaha menguatkan, ia malah kian sesak. Anya menyembunyikan wajahnya di bantal, meredam tangis yang ingin lolos.

"Nggak boleh nangis Anya. Nggak boleh."

"Assalamualaikum." Suara salam seiring pintu yang dibuka membuatnya buru-buru menghapus air mata. Begitu mendongak, didapatinya Rangga kini sudah berdiri di tepi Kasur dan duduk didekatnya.

Senyum laki-laki itu mengambang melihatnya. Buru-buru Anya mengambil tangan Rangga untuk mencium. Ia melirik sejenak waktu yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

Rangga Ini Anya✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang