Duhai kamu yang sedang mendamba bahagia, jika hari ini kamu sedang berada dalam lembah bernama kesedihan, bukan berarti kamu tak pernah menemui lembah bernama kebahagiaan.
Alfialghazi
.
.
.Mereka belanja tiga kantong besar, panas makin meninggi, keringatnya mengalir. Namun Anya begitu terbantu dengan Rangga, laki-laki itu selalu sigap, mengikuti langkahnya, menggenggam tangannya, bahkan melindunginya ketika sesak orang hampir menabraknya.
Anya mengipas-ngipas wajahnya yang sudah dipenuhi keringat dengan tangan. Saat ini ia tengah berdiri di tepi jalan. Rangga-nya sedang mengambil motor. Cukup lama berdiri, Rangga belum juga datang.
Apa ia menyusul saja?
Baru tubuhnya berbalik, iris matanya menangkap Rangga yang tengah berbicara dengan seorang perempuan cantik. Entah apa yang mereka bahas, tatapan gadis itu penuh permohonan dengan tangan menahan lengan Rangga. Rangga? Anya tidak bisa melihat, cowok itu membelakanginya.
Dadaya terasa sesak, Anya yang terlalu lebay atau bagaimana? Seketika ia merasa down melihat sosok perempuan itu? Cantik? Sudah pasti. Manis lagi. Ia mengembuskan nafas berat. Ia urungkan mendekat, Anya memilih kembali berbalik badan. Enggan untuk melihat. Ia coba berpikir baik, walaupun berbagai pertanyaan menghantuinya.
Itu siapa?
Kenapa sampai pegang-pegang Rangga?
Sepertinya terlalu banyak yang mereka obrolkan, Rangga baru sampai di depannya bersama motor besar sepuluh menit kemudian. Anya yang melamun sampai tersentak begitu dipanggil.
“Kok melamun?”
Anya menggeleng kecil. Menatap wajah Rangga yang malah berkali-kali terlihat tampan dengan keringat yang jatuh di pelipisnya. Kalau wajahnya. Anya malas melihat kaca, ia sudah tahu duluan.
Kepalanya menoleh sejenak ke belakang, cewek itu masih ada menatapnya intens.
“Anya lihat apa?”
Lagi ia menggeleng. Rangga mengulum senyum, mengusap bulir-bulir keringat di wajahnya. Anya membeku. “Keringatan banget. Capek?”
Ia tak menjawab, hanya menatap intens Rangga. Jika biasanya Anya akan tersenyum, kali ini pikirannya sudah teracuni dengan cewek tadi. Siapa sih dia?
“Yuk kita pulang.” Kali ini Anya naik dalam diam. Di atas motor pun ia memilih bungkam. Memegang satu kantong belanjaan yang ada padanya dan meremasnya. Anya mengulum bibir bagian bawahnya gelisah.
Ayolah Anya … lo harus berpikir positif. Masa udah cemburu dikit aja?
“Belanjaannya ditinggal aja, biar Kak Rangga yang bawa.” Anya mengangguk. Membawa satu kantong yang lebih ringan ke dapur. Ingin segera membereskan dan menyimpan belanjaannya.
Menyimpan di kulkas, mencuci ayam dan ikan yang dibeli. Anya lakukan dalam diam. Bahkan ketika Rangga masuk dan bergabung membantu. Anya masih diam, jika boleh Anya ingin tahu dikit aja, tadi itu siapa?
“Anya?”
Mana kakak itu cantik lagi. Bibirnya mengerucut kesal. Bahunya merosot lemas. Udah jadi istri Rangga saja ia masih seperti ini. Kenapa kamu Anya? Rangga sudah miliknya, apa yang ia cemaskan?
“Anya?”
Sentuhan di bahu membuatnya tersentak dan menjatuhkan kotak untuk menyimpan ikan yang baru diambil. Ia segera memungut benda itu, tapi sudah duluan diambil Rangga. Ia mendongak, menatap tatapan Rangga yang begitu intens.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rangga Ini Anya✓
RomanceIni tentang Anya yang suka Rangga tapi selalu insecure dengan fisiknya. Ini tentang Anya yang mengurus tabungan demi beli kapsul pemutih biar bersaing dengan masa lalu Rangga. Tentang mereka yang akhirnya berjodoh namun perasaan Anya hanya sepihak I...