Ponakan

5K 531 7
                                    

“Makasih ya Lea sayang.” Dua senyum gadis itu terbit menampilkan deretan gigi kecilnya. Waktu menunjukkan pukul lima sore. Lea baru saja mengantarnya dari kampus. Seminggu berdiam di rumah, Anya tetap harus masuk kuliah. Sudah dua minggu dia tidak masuk. Bagaimana mungkin Anya harus membiarkan ia menerima banyak ketertinggalan.

Lea memaksanya mengantar. Jika pagi Rangga yang akan mengantar, maka pulangnya jika mereka masih sama-sama di kampus, Lea akan mengantar. Atau Anya akan dijemput Ayahnya. Untuk saat ini mereka tidak memberi izin Anya ke mana-mana sendiri.

“Ih lebay makasih terus.”

Anya mencebik. Kedua mahasiswi yang sudah menyerap ilmu di bangku perkuliahan itu kini memasuki rumah minimialis Anya. Tanpa disuruh pun Lea langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa. Rebahan.

“Mau gue buatkan minum nggak nih?”

“Nggak deh, Nya. Ntar gue sendiri aja. Lo anteng -anteng aja. Ntar bekas operasi lo luka gimana."

“Udah baikan Ya. Gue udah nggak apa-apa tahu.”

“Dah mandi aja lo sana.”

Anya memutar bola matanya.

“Eh Nak Lea?” Suara Mama membuat gadis yang sudah merasa itu rumahnya sendiri mengubah posisi dan bersalim. Lea tersenyum lebar.

“Kalian baru pulang, Nak?”

“Iya, Ma.” Lea yang menjawab.

“Ya udah, Lea kalau mau makan ke belakang langsung ya. Kalau mau minum, ambil aja.”

“Aman Ma.” Lea mengacungkan jempolnya dengan anggukan semangat. Mama tersenyum, beralih pada putrinya yang masih berdiri di ujung sofa.

“Anya perutnya nggak sakit kan, Nak? Luka jahitnya nggak perih kan?”

Alhamdulillah nggak, Ma.”

“Ya udah, Kalian di rumah aja ya. Mama mau ke supermarket dulu.” Usai kepergian Mamanya, Anya menatap Lea sejenak. “Ya gue mandi dulu ya. Lo mau salto juga silakan.”

“Iya sana. Gue masih mau rebahan.”

Anya terkekeh. Meninggalkan Lea dan bersiap untuk mandi. Cukup lama, selama dua puluh menit di kamar, ia kembali ke ruang tamu, bergabung dnegan Lea yang kini duduk bersandar dengan segelas teh dingin di tangannya, sedang fokus gadis itu pada layar lebar televisi. Karena di kos nggak ada Tv, jadi sekali bertemu TV akan membuatnya begitu fokus ke layar lebar itu.

“Nya?”

“Emm?”

“Gue mau minta pendapat.”

“Apa?” Lea langsung mengubah posisinya menghadap Anya yang kini menatapnya dengan pandangan melamun. “Ada masalah?”

Tatapan Anya tampak ragu, mulutnya terbuka untuk mulai bicara namun kembali katup. Anya bingung untuk cerita ke Lea atau tidak.

“Nya, kenapa? Cerita sama gue kalau ada apa-apa.” Lea menggenggam tangannya. Meyakinkan. Anya menghela nafas. Mengambil bantal sofa dan bersila menghadap Lea.

“Gue perlu cari kerja.”

“Kerja? Kenapa?”

“Pas gue kecelakaan, kak Rangga nggak sengaja hilangin mobil perusahaan. Gara-gara gue Ya. Gue nggak bisa lihat kak Rangga ganti sendiri. Apalagi mobil mahal ya. Lo tahu kan?"

“Tapi Nya, lo kan habis operasi.”

“Ya memang, tapi ini gara-gara gue. Kak Rangga sampai nggak digaji buat ganti kerugian itu. Dia juga harus lembur. Pulang jam Sembilan malam. Lo nggak tahu berapa bencinya gue sama diri gue.”

Rangga Ini Anya✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang