Hujan mengguyur kota dengan deras, menciptakan genangan air di trotoar yang gelap. Leon berdiri di depan pintu rumahnya, merasakan dinginnya udara malam menembus jaket tipis yang dikenakannya. Rasa cemas menggelayuti hatinya saat dia mendengar suara gaduh dari dalam. Suara ayah dan ibunya yang berdebat keras. Dia tahu alasan di balik keributan itu: utang. Utang yang telah menjerat keluarganya dalam jaring keputusasaan.
“Leon!” panggil ibunya dengan nada yang hampir putus asa. “Kamu harus masuk!”
Leon menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya melangkah masuk. Begitu memasuki ruang tamu, suasana menjadi tegang. Ayahnya, dengan wajah muram, berdiri di dekat meja yang berantakan, di mana tumpukan tagihan berserakan. Ibunya tampak lelah, matanya bengkak seperti baru menangis.
“Apa yang akan kita lakukan?” tanya ibunya, suaranya bergetar. “Kita tidak bisa membayar utang ini!”
“Aku tidak tahu!” teriak ayahnya, frustrasi menyentuh nada suaranya. “Mereka tidak akan memberi kita waktu lagi! Kita harus melakukan sesuatu sebelum terlambat!”
Leon merasakan detak jantungnya semakin cepat. Dia tahu siapa yang akan datang untuk menagih utang tersebut, dan kehadiran mereka tidak akan menyenangkan. Dalam momen yang mendebarkan, Leon merasakan kehadiran sesuatu yang lebih besar dari sekadar utang: ancaman.
“Leon, kamu sudah mendengar berita ini, kan?” ayahnya bertanya, menatapnya dengan tatapan putus asa.
“Berita apa?” Leon mencoba terdengar tenang, meskipun di dalam hatinya bergejolak.
“Kami... kami harus menjualmu kepada mafia,” ujar ayahnya pelan, seolah mengucapkan kalimat itu dengan berat hati.
Leon merasa seolah dunia di sekelilingnya runtuh. “Apa? Tidak! Ini gila! Kamu tidak bisa melakukan itu!” suaranya terdengar lebih tinggi dari yang dia inginkan.
“Tapi kita tidak punya pilihan!” ibunya menambahkan, air mata mengalir di pipinya. “Keluarga kita sudah terjebak dalam utang ini, dan mereka tidak akan memberi ampun.”
Semua yang Leon percayai seakan runtuh di hadapannya. Dia tidak bisa membayangkan hidup dalam kekuasaan orang lain, apalagi seorang mafia yang mengerikan. Kenyataan ini menghantamnya seperti gelombang. Namun, di dalam hatinya, dia merasakan ketakutan dan kemarahan bercampur aduk.
“Leon, dengarkan, ini satu-satunya cara kita bisa selamat,” kata ayahnya, suara lembut namun penuh kepasrahan.
Leon terdiam, pikiran dan emosi bertabrakan. Dia tidak bisa mempercayai apa yang sedang terjadi. Dalam beberapa detik, hidupnya akan berubah selamanya, dan tidak ada jalan mundur. Dia tahu bahwa ketika dia melangkah ke dalam dunia itu, dia tidak hanya menjual dirinya; dia juga menjual impian dan harapan yang selama ini dia pegang erat.
Dia menggelengkan kepalanya, berusaha menolak kenyataan yang tak terhindarkan. Namun, apa yang bisa dia lakukan? Dalam kegelapan yang semakin mendalam, Leon merasakan betapa sunyinya dia. Dia mungkin terjebak dalam utang keluarganya, tetapi dia tidak akan membiarkan hidupnya ditentukan oleh orang lain.
Ketika dia menatap wajah orang tuanya, Leon membuat keputusan dalam hati: Dia akan melawan. Dia tidak akan menjadi korban. Tidak sekarang, tidak pernah.
“Jika ini jalan yang kalian pilih, aku tidak akan tinggal diam,” bisiknya, suara bergetar penuh tekad.
Dengan itu, Leon tahu bahwa perjalanan barunya dimulai—perjalanan yang akan membawanya ke dalam kegelapan yang lebih dalam, dan mungkin, ke dalam pelukan seorang mafia bernama Varo.
---
.
.
.To be continued.... ♡
Warning : Cerita ini sudah aku rombak total dari alur sebelumnya! Yang sudah baca silahkan dibaca ulang
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝐁𝐋] Kiss Me, Bicth!! [END✓ | New Version]
JugendliteraturDalam dunia yang penuh intrik dan keputusasaan, Leon-seorang pemuda yang terjebak dalam utang keluarganya kepada seorang mafia yang ditakuti bernama Varo. Ketika ayahnya tidak mampu membayar hutang tersebut, Leon terpaksa dijual kepada Varo sebagai...