℘Kiss Me, Bitch | Bayang-bayang Yang Menghantui

1.5K 87 2
                                    

Hari-hari menjelang transaksi yang dijadwalkan semakin mendekat. Leon dan Varo bekerja siang malam, merencanakan setiap langkah dengan cermat. Mereka tahu bahwa kesalahan sekecil apa pun bisa menghancurkan segalanya. Dalam ketegangan ini, hubungan mereka semakin teruji. Leon merasakan dorongan untuk lebih dekat dengan Varo, tetapi rasa takut dan keraguan selalu menghantui pikirannya.

Malam itu, mereka berkumpul di apartemen, membahas rincian terakhir dari rencana mereka. Aidan membawa sejumlah dokumen yang berisi informasi penting tentang transaksi tersebut. Leon duduk di meja, menatap layar laptopnya, mencoba fokus, tetapi pikirannya terus melayang pada Varo. Ketika Leon mencuri pandang ke arah Varo, ia melihat lelaki itu tengah memeriksa dokumen dengan serius, alisnya berkerut.

"Varo," Leon memanggilnya, suaranya lembut. "Apa kau yakin dengan rencana ini? Ini berisiko."

Varo mengalihkan pandangan dari dokumen dan menatap Leon dengan tatapan serius. "Leon, kita tidak punya pilihan lain. Jika kita tidak menghentikan mereka, mereka akan terus beroperasi tanpa henti. Kita harus melindungi orang-orang yang tidak bersalah."

Leon tahu Varo benar. Namun, dalam hati, ia masih merasa ragu. "Dan jika kita gagal? Apa yang akan terjadi pada kita?" tanyanya, nada suaranya mulai bergetar.

"Jika kita gagal, kita tidak akan kembali lagi," Varo menjawab tegas. "Tapi kita tidak bisa berpikir tentang kegagalan. Kita harus percaya pada rencana ini."

Leon mengangguk, tetapi perasaannya campur aduk. Ia menyadari bahwa keputusan ini bukan hanya tentang melawan keluarganya, tetapi juga tentang hubungan mereka. "Aku tidak ingin kehilanganmu, Varo," kata Leon, suaranya hampir berbisik.

Varo melangkah lebih dekat, menatap Leon dengan intensitas yang membuat jantungnya berdegup kencang. "Kita tidak akan kehilangan satu sama lain. Aku janji, kita akan melewati ini bersama-sama," Varo berkata, mengulurkan tangan untuk menggenggam tangan Leon.

Sentuhan itu membuat Leon merasakan kehangatan yang menenangkan di dalam hatinya, tetapi ia juga merasakan bayang-bayang gelap yang mengancam. Saat mereka merencanakan langkah berikutnya, Leon tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa semua ini mungkin hanya ilusi. Dia merasakan ketegangan semakin meningkat saat hari H semakin dekat.

Malam itu, Leon tidak bisa tidur. Ia berdiri di jendela apartemen, menatap malam yang gelap. Pikiran-pikiran buruk berkecamuk dalam benaknya-tentang keluarganya, tentang masa depan, dan tentang Varo. Ia merindukan kehidupan yang normal, kehidupan tanpa ancaman dan kekacauan.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar, memecah keheningan malam. Leon melihat pesan dari Aidan, dan jantungnya berdegup lebih cepat. Aidan mengabarkan bahwa mereka telah mendapatkan informasi lebih lanjut tentang tempat transaksi tersebut. "Kita harus segera pergi ke tempat itu malam ini," tulis Aidan.

Leon berpaling kepada Varo yang masih terlelap di sofa. Ia merasa tidak ingin membangunkan Varo, tetapi mereka tidak punya waktu untuk sia-sia. Leon menggoyangkan bahu Varo lembut. "Varo, bangun. Kita harus pergi."

Varo membuka mata, tampak bingung sejenak sebelum fokus. "Ada apa?" tanyanya, suara serak.

"Aidan mendapatkan informasi baru. Kita perlu ke lokasi transaksi malam ini," Leon menjawab, berusaha menyimpan nada tenang meskipun hatinya berdebar kencang.

Mereka bersiap-siap dengan cepat, mengenakan pakaian hitam untuk menyatu dengan kegelapan malam. Leon merasakan campuran ketakutan dan semangat saat mereka keluar dari apartemen. Dalam perjalanan, ia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka lebih dekat pada kegelapan yang selama ini mereka hindari.

Setibanya di lokasi yang ditentukan, Leon dan Varo menyelinap ke area di mana transaksi itu akan berlangsung. Tempat itu dipenuhi dengan mobil-mobil mewah dan penjaga bersenjata yang menjaga ketat. Leon merasa jantungnya berdebar, keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.

"Aku tidak suka suasana di sini," bisik Leon, menatap sekeliling dengan cemas.

"Kita harus tetap fokus. Aidan sudah menyiapkan rencana untuk masuk dan mendapatkan informasi," Varo menjawab, suaranya tegas meskipun ia juga terlihat tegang.

Mereka menyusuri bayang-bayang, menghindari pengawasan para penjaga. Leon bisa merasakan ketegangan yang menghantui setiap langkah mereka. Saat mereka mencapai area di mana transaksi akan berlangsung, Leon berhenti sejenak, berusaha menenangkan dirinya.

Tetapi saat mereka mengintip dari balik sudut, Leon melihat sosok yang tidak asing. Itu adalah salah satu anggota keluarganya, adik laki-lakinya, Vincent. Leon merasa hatinya nyeri melihat Vincent di tengah situasi berbahaya seperti ini. "Varo, lihat!" serunya pelan, menunjuk ke arah Vincent.

Varo menatap ke arah yang ditunjuk. "Kau yakin itu dia?" tanyanya, terlihat khawatir.

Leon mengangguk, perasaannya campur aduk. Vincent tidak seharusnya terlibat dalam hal ini. Dia harus berada di rumah, jauh dari dunia mafia. Leon merasakan beban tanggung jawab untuk melindungi adiknya semakin berat.

Ketika transaksi mulai berlangsung, Leon dan Varo berusaha mencari tempat yang lebih baik untuk mengawasi. Leon tidak bisa berhenti memikirkan Vincent dan apa yang akan terjadi jika mereka tidak segera bertindak. "Kita tidak bisa membiarkan mereka terus melakukan ini," Leon berkata, suaranya penuh tekad.

"Kita perlu bukti. Kita harus mendapatkan video atau foto dari transaksi ini," Varo menjawab, tetap fokus pada rencana mereka.

Dengan hati-hati, mereka mengatur posisi untuk merekam. Leon merasa tekanan semakin meningkat, jantungnya berdegup semakin cepat. Saat itu, bayang-bayang dari masa lalu tiba-tiba menghantui pikirannya-kenangan akan keluarganya, kehangatan rumah, dan kenyataan pahit yang harus ia hadapi.

Dalam momen tersebut, Leon menyadari bahwa keputusan yang harus ia buat akan mengubah hidupnya selamanya. Dia harus memilih antara melindungi keluarganya atau berdiri di samping Varo, orang yang telah menjadi cahaya dalam kegelapan hidupnya. Keputusan ini tidak akan mudah, dan apa pun yang terjadi, Leon tahu bahwa tidak ada jalan kembali.

Saat transaksi berlangsung, Leon menyiapkan ponselnya, mengambil napas dalam-dalam, dan bersiap untuk merekam apa yang akan terjadi. Namun, dia juga tahu bahwa langkah ini bisa membawa mereka ke dalam bahaya yang lebih besar. Dengan pikiran yang bimbang, Leon bertekad untuk melindungi orang-orang yang dicintainya-termasuk Varo-apa pun konsekuensinya.

---
.
.
.

To be continued.... ♡

Warning : Cerita ini sudah aku rombak total dari alur sebelumnya! Yang sudah baca silahkan dibaca ulang

[𝐁𝐋] Kiss Me, Bicth!! [END✓ | New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang