Suasana di rumah besar Varo terasa berbeda pagi itu. Leon terbangun dengan perasaan ganjil di dalam dadanya, seolah sesuatu yang buruk akan terjadi. Percakapannya dengan Varo semalam membuat pikirannya terus bergelut, tetapi tidak ada jawaban pasti yang dia dapatkan. Hanya janji samar tentang kebenaran yang lebih berat daripada yang dia duga.
Varo masih menjadi teka-teki baginya, semakin sulit dipahami setiap harinya. Meskipun Leon bisa merasakan bahwa ada ketertarikan yang tumbuh antara mereka, Varo selalu menjaga jarak. Pria itu menjaga dirinya dengan dingin dan misterius, hanya memberikan potongan-potongan kecil informasi tanpa pernah sepenuhnya terbuka. Dan sekarang, dengan segala sesuatu yang melibatkan keluarganya, Leon tidak bisa lagi tinggal diam.
Di meja makan, Leon duduk di seberang Varo. Suara perak dan piring yang beradu terdengar pelan, dan ruangan itu dipenuhi keheningan yang berat. Mereka makan tanpa banyak bicara, dan setiap kali Leon mencoba membuka mulut, tatapan tajam Varo membuatnya menelan kembali kata-kata yang hendak keluar.
Akhirnya, Leon memutuskan untuk memecahkan kebisuan itu. "Aku tidak bisa terus seperti ini," katanya, suaranya rendah namun tegas.
Varo menurunkan garpu dan menatapnya. "Terus seperti apa?"
"Kau tahu apa yang kumaksud," jawab Leon, mencoba menahan emosinya. "Aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan ini, tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di belakangku."
Varo menatapnya sejenak, kemudian menghela napas pelan. "Leon, ada hal-hal yang lebih baik tidak kau ketahui."
"Seperti apa yang keluargaku lakukan?" Leon menyahut, suaranya sedikit meninggi. "Apa hubungan mereka dengan bisnis jual beli organ? Dan bagaimana kau bisa terlibat di dalamnya?"
Tatapan Varo mengeras, dan Leon bisa melihat perubahan kecil dalam ekspresi pria itu. Varo biasanya tenang dan tak tergoyahkan, tapi kali ini, ada kilatan ketidaknyamanan dalam matanya.
“Kau tidak akan suka mendengar jawabannya,” kata Varo, suaranya lebih dingin dari biasanya. “Aku sudah memperingatkanmu.”
“Tapi aku pantas tahu! Ini hidupku, keluargaku!” Leon berdiri dari kursinya, tubuhnya menegang karena amarah yang selama ini dia tahan.
Varo juga bangkit, menatap Leon dengan mata yang gelap dan penuh intensitas. “Keluargamu bukan hanya berhutang padaku, mereka juga berhutang pada dunia ini. Apa yang mereka lakukan melibatkan lebih banyak orang daripada yang kau sadari. Kau pikir kau bisa keluar dari ini semua hanya dengan mengetahuinya? Tidak, Leon. Begitu kau tahu, hidupmu tidak akan pernah sama.”
Leon merasakan jantungnya berdebar kencang. Setiap kata yang diucapkan Varo menusuk perasaannya lebih dalam. Dia ingin tahu, tetapi kini ketakutan mulai merayap masuk. Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Seberapa dalam keluarganya terlibat?
"Jika begitu besar risikonya," Leon berkata dengan suara gemetar, "kenapa kau tidak memberitahuku dari awal?"
Varo tidak menjawab. Sebaliknya, dia hanya menatap Leon dengan tatapan dingin yang membuat Leon merinding. Ada sesuatu yang aneh dalam keheningan Varo kali ini—seolah ada keputusan besar yang dia sembunyikan, dan Leon merasa dia sudah terlalu dekat dengan rahasia yang bisa menghancurkannya.
Sejenak, tak ada yang berbicara. Kemudian, suara ketukan keras di pintu depan memecahkan keheningan. Seorang penjaga masuk, tampak tergesa-gesa. “Tuan, tamu Anda sudah tiba.”
Leon melihat wajah Varo berubah—sesuatu yang jarang dia lihat, ketegangan yang tak bisa disembunyikan. “Aku akan segera datang,” jawab Varo datar, lalu tanpa berkata apa-apa lagi, dia meninggalkan ruangan, diikuti oleh penjaga.
Leon tetap berdiri di tempatnya, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Siapa tamu itu? Dan kenapa Varo terlihat begitu terganggu?
Tidak butuh waktu lama sebelum rasa penasaran menguasainya. Dia memutuskan untuk mengikuti Varo, meskipun tahu itu berisiko. Saat dia menyusuri koridor, dia memastikan langkahnya pelan dan hati-hati, tidak ingin menarik perhatian penjaga lain yang berkeliaran di sekitar rumah.
Leon sampai di pintu sebuah ruang kerja besar, di mana dia bisa mendengar suara percakapan yang samar-samar dari dalam. Pintu sedikit terbuka, cukup baginya untuk mengintip ke dalam. Di sana, dia melihat Varo sedang berbicara dengan seorang pria yang tampak berusia lima puluhan, berambut perak, dan berpakaian mahal. Pria itu memiliki aura kekuasaan yang jelas, dan Leon bisa merasakan ketegangan antara keduanya.
“Kita sudah kehilangan terlalu banyak waktu,” kata pria itu dengan nada rendah dan penuh peringatan. “Operasi harus dimulai secepat mungkin. Jika tidak, kau tahu apa yang akan terjadi.”
Varo menyandarkan tubuhnya ke meja, wajahnya datar. “Aku tahu risiko yang kita hadapi. Tapi kau juga harus tahu bahwa ini tidak semudah yang kau kira.”
“Aku tidak peduli seberapa sulitnya. Kau sudah terlibat, Varo. Dan jika kau gagal, kita semua akan jatuh bersamamu.”
Leon merasa tubuhnya menegang. Ada sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar urusan mafia atau jual beli organ. Apa pun yang dibicarakan mereka, ini adalah permainan besar dengan taruhan yang tidak dia mengerti sepenuhnya. Leon menarik napas pelan, berharap agar dia tidak ketahuan.
Namun, sebelum dia bisa bergerak lebih jauh, langkah kakinya yang tidak hati-hati menyenggol vas bunga kecil di dekat pintu. Benda itu jatuh dengan suara yang cukup nyaring, menarik perhatian kedua pria di dalam ruangan.
“Siapa di sana?” suara tajam pria berambut perak itu memecah keheningan.
Leon segera melangkah mundur, mencoba melarikan diri sebelum mereka menangkapnya. Tapi suara langkah kaki cepat terdengar di belakangnya, dan tiba-tiba saja, salah satu penjaga Varo muncul, langsung menghadangnya. Leon merasa dadanya sesak. Tidak ada jalan keluar.
Penjaga itu menariknya masuk ke ruangan, sementara Varo berdiri di sana dengan ekspresi dingin yang sulit dibaca. Pria berambut perak menatap Leon dengan sorot mata penuh kecurigaan.
“Apa yang bocah ini lakukan di sini?” tanya pria itu dengan nada penuh kemarahan.
Varo menatap Leon dengan mata yang sulit diartikan. "Dia bukan ancaman. Hanya mainan ku."
Leon bisa merasakan panas di wajahnya, mencoba memahami situasinya. Tapi sebelum dia bisa berkata apa-apa, pria berambut perak itu melangkah maju dan menatap Leon dengan tajam. "Kau pikir ini lelucon, bocah? Kau pikir kau bisa bermain-main di dunia ini tanpa menerima akibatnya?"
“Cukup,” Varo akhirnya bersuara, berdiri di antara Leon dan pria itu. “Dia tanggung jawabku.”
Pria itu tampak marah, tetapi dia mundur. “Jaga dia baik-baik, Varo. Jika dia membuat satu kesalahan saja, kau tahu apa yang akan terjadi.”
Varo mengangguk, lalu pria itu meninggalkan ruangan dengan langkah berat, diikuti oleh penjaga yang tadi menangkap Leon. Kini hanya ada mereka berdua di ruangan itu.
Leon bisa merasakan tatapan tajam Varo tertuju padanya. “Kau tidak seharusnya berada di sini.”
“Aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi,” jawab Leon, berusaha tetap tenang meskipun jantungnya berdebar kencang.
Varo berjalan mendekatinya, mata gelapnya menembus Leon dengan intensitas yang membuatnya merasa terperangkap. “Kau tidak mengerti, Leon. Kau sedang bermain dengan api. Dan kalau kau terus begini, api itu akan membakar habis segalanya.”
---
.
.
.To be continued.... ♡
Warning : Cerita ini sudah aku rombak total dari alur sebelumnya! Yang sudah baca silahkan dibaca ulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝐁𝐋] Kiss Me, Bicth!! [END✓ | New Version]
Teen FictionDalam dunia yang penuh intrik dan keputusasaan, Leon-seorang pemuda yang terjebak dalam utang keluarganya kepada seorang mafia yang ditakuti bernama Varo. Ketika ayahnya tidak mampu membayar hutang tersebut, Leon terpaksa dijual kepada Varo sebagai...