Hari demi hari berlalu, dan Leon mulai menyesuaikan diri dengan rutinitas barunya. Meskipun dia secara teknis "dimiliki" oleh Varo, Leon tidak dikurung di dalam kamar mewahnya. Dia bebas berkeliaran di sekitar rumah besar Varo, yang lebih mirip benteng dengan sistem keamanan yang ketat. Namun, kebebasan itu terasa kosong. Ke mana pun Leon pergi, dia merasakan tatapan para penjaga yang seakan tak pernah berhenti mengawasinya.
Di setiap sudut ruangan, dia merasakan bayang-bayang Varo. Pria itu jarang ada di rumah, tetapi pengaruhnya terasa di setiap detail kehidupan di dalam gedung itu. Leon terperangkap dalam dunianya—bukan dengan kekerasan fisik, tetapi oleh ketidakpastian dan ketegangan yang tak terlihat.
Sore itu, Leon sedang duduk di taman yang tersembunyi di balik tembok tinggi. Taman itu indah, penuh dengan bunga-bunga berwarna cerah yang kontras dengan kekelaman kehidupannya saat ini. Angin berhembus pelan, membawa aroma bunga mawar yang manis, namun bagi Leon, itu tak membawa kenyamanan.
Saat dia tenggelam dalam pikirannya, suara langkah kaki yang berat membuatnya menoleh. Varo berjalan mendekat, mengenakan pakaian kasual yang jarang dilihat Leon. Jas mahal yang biasanya dia kenakan digantikan oleh kaos hitam yang pas di tubuhnya, memancarkan aura kepercayaan diri yang sama kuatnya dengan keangkuhannya.
"Kenapa di sini sendirian?" tanya Varo, suaranya tenang namun tajam, menghancurkan keheningan di sekitar mereka.
Leon mengangkat bahu, tidak yakin bagaimana harus menjawab. "Tidak ada tempat lain yang bisa aku tuju."
Varo duduk di bangku batu di sebelahnya, memandang ke depan, tanpa menatap Leon. “Kamu bisa pergi ke mana saja di rumah ini. Tidak ada yang menghentikanmu.”
“Tapi aku tidak bisa pergi dari sini, kan?” Leon menoleh, menatap wajah pria itu, berharap bisa mendapatkan jawaban yang lebih jujur dari Varo. "Aku seperti burung dalam sangkar emas."
Varo tersenyum tipis, tetapi tidak menanggapi langsung. Sebaliknya, dia memetik salah satu mawar dan mengamatinya dengan penuh perhatian. “Sangkar emas masih lebih baik daripada sangkar berkarat, bukan?”
Leon mengerutkan kening, merasa tersinggung dengan pernyataan itu. "Jadi menurutmu, aku harus bersyukur karena aku tidak dijual ke mafia lain yang lebih buruk darimu?"
“Bukan itu maksudku.” Varo menoleh ke arah Leon, tatapannya lebih lembut kali ini. “Kamu bisa saja berada dalam situasi yang lebih buruk. Banyak orang di dunia ini yang tidak seberuntung kamu.”
“Beruntung?” Leon tertawa getir. “Aku dijual oleh keluargaku, Varo. Aku tidak tahu apa lagi yang lebih buruk dari itu.”
Varo terdiam sejenak, memandangi Leon dengan mata yang lebih dalam, seolah mencari sesuatu di balik kemarahan dan keputusasaan Leon. “Keluargamu mungkin telah menjualmu, tapi kamu bisa menentukan jalanmu sendiri sekarang. Kamu tidak perlu lagi terikat oleh mereka.”
Leon tertegun mendengar kata-kata itu. "Apa maksudmu?"
“Bisnismu dengan keluargamu sudah selesai,” jawab Varo dingin. “Hutang mereka lunas. Mereka sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan darimu. Sekarang, kamu bebas—sebebas yang bisa kamu dapatkan di dunia ini.”
Leon terdiam, otaknya mencerna maksud dari perkataan Varo. Benarkah? Apakah itu artinya dia tidak lagi berhutang budi kepada keluarganya? Tetapi, di sisi lain, apakah ini juga berarti dia sepenuhnya berada di bawah kendali Varo sekarang?
“Tapi kamu masih mengendalikan hidupku, kan?” Leon mendesah, menatap pria itu dengan tatapan penuh tantangan. “Bukannya aku benar-benar bebas.”
Varo mengangguk perlahan, tidak berusaha menyangkalnya. “Betul. Namun, di sini, kamu punya pilihan. Kamu bisa memilih untuk menjalani hidupmu dalam kemarahan dan kebencian, atau kamu bisa mencari jalan baru. Hidup di dunia ini keras, Leon. Tetapi, jika kamu tahu bagaimana bermain, kamu bisa menang.”
Leon terdiam, mencoba memproses ucapan Varo. Ada sesuatu yang ganjil dari cara pria itu berbicara—seolah-olah di balik kekejamannya, ada celah kecil yang menunjukkan bahwa Varo sendiri adalah korban dari permainan yang dia kendalikan.
“Apa maksudmu?” tanya Leon, penasaran.
Varo tersenyum lagi, kali ini dengan rasa empati yang samar. “Kamu akan paham dengan sendirinya. Aku akan memberimu waktu. Tapi ingat, Leon, dalam dunia ini, kepercayaan adalah mata uang yang paling berharga. Jika kamu bisa mendapatkan kepercayaanku, mungkin kamu akan menemukan kebebasan yang kamu cari.”
Setelah mengatakan itu, Varo berdiri, meninggalkan Leon dengan pikiran yang semakin berputar-putar. Apa yang dimaksud Varo dengan kepercayaan? Dan lebih penting lagi, bisakah Leon mempercayai pria itu?
Saat angin sore kembali berhembus, Leon menyadari bahwa hari-harinya di rumah Varo tidak akan pernah mudah. Tapi di dalam hatinya, perlahan-lahan muncul satu tekad—untuk memahami Varo, dan untuk mencari tahu apakah ada jalan keluar dari sangkar emas ini. Atau, mungkin... dia akan menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar kebebasan.
---
.
.
.To be continued.... ♡
Bagaimana pendapatmu tentang bab ini? Apakah semakin seru? Jangan ragu untuk berbagi pemikiranmu di kolom komentar dan beri bintang! ⭐️💬
Warning : Cerita ini sudah aku rombak total dari alur sebelumnya! Yang sudah baca silahkan dibaca ulang
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝐁𝐋] Kiss Me, Bicth!! [END✓ | New Version]
Novela JuvenilDalam dunia yang penuh intrik dan keputusasaan, Leon-seorang pemuda yang terjebak dalam utang keluarganya kepada seorang mafia yang ditakuti bernama Varo. Ketika ayahnya tidak mampu membayar hutang tersebut, Leon terpaksa dijual kepada Varo sebagai...