℘Kiss Me, Bitch | Titik Balik

1.6K 82 5
                                    

Leon dan Varo bersembunyi di balik tumpukan kotak kayu, menunggu momen yang tepat untuk merekam transaksi yang berlangsung di depan mereka. Suasana di sekitar mereka terasa tegang, seperti aliran listrik yang mengisi udara. Leon merasakan jantungnya berdetak kencang, teringat pada Vincent yang berada dalam jangkauan pandangnya, jauh dari tempat aman.

“Semuanya sudah siap?” bisik Varo, meraih tangan Leon dan menggenggamnya erat. Leon mengangguk, meskipun hatinya bergejolak antara kekhawatiran dan rasa ingin tahu.

Dari sudut pandang mereka, Leon melihat sekelompok orang berkumpul di tengah ruangan yang gelap. Di antara mereka, sosok yang lebih dikenal dengan nama mafia ternama, Victor, berdiri dengan keangkuhan. Dia adalah orang yang selama ini mengawasi bisnis gelap yang berhubungan dengan jual beli organ, dan kini ia tampak siap untuk memulai transaksi.

Leon menyiapkan ponselnya, menunggu saat yang tepat untuk merekam. Namun, saat ia mengarahkan kamera, pikirannya melayang kembali ke keluarganya—apakah mereka benar-benar tahu apa yang mereka lakukan? Atau apakah semua ini hanya sekadar untuk melindungi diri mereka sendiri?

“Leon, fokus!” Varo mengingatkan, suaranya lembut tetapi tegas.

Leon menarik napas dalam-dalam, berusaha menepis pikiran-pikiran tersebut. “Maaf,” ia membisikkan, mengalihkan pandangan ke arah Varo. “Aku hanya… Aku tidak ingin ini berakhir buruk.”

Varo menatap Leon dengan penuh pengertian. “Kita akan mengakhiri ini bersama. Ingat, ini untuk mereka yang tidak bisa melawan. Untuk mereka yang terjebak dalam dunia ini.”

Leon mengangguk, merasa semangat Varo memberi kekuatan baru. Mereka berdua kembali memperhatikan ke arah transaksi. Victor kini sudah mulai berbicara dengan suara rendah, tampak bernegosiasi dengan orang-orang di sekelilingnya. Leon tidak bisa mendengar kata-kata yang mereka ucapkan, tetapi dia bisa melihat ekspresi wajah tegang dan ketidakpastian di antara para peserta.

Akhirnya, Leon melihat momen yang ditunggu-tunggu. Victor mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku jasnya. Ia membuka kotak itu dan menunjukkan isinya kepada semua orang yang hadir—serangkaian organ manusia yang terbungkus rapat dalam kemasan plastik. Leon merasa mual melihatnya, pikirannya segera melayang pada bayangan wajah Rian.

“Sekarang!” Varo berbisik, dan Leon mulai merekam dengan ponselnya. Tangannya bergetar, dan ia berusaha mengatur fokus kamera agar gambar tetap stabil. Saat gambar itu direkam, Leon merasa aliran darahnya berhenti sejenak. Rasa ngeri dan kemarahan membanjiri dirinya.

Tetapi saat mereka merekam, tiba-tiba mereka mendengar suara keras dari arah pintu masuk. Seorang pria bertubuh kekar muncul, mengacungkan senjata. Leon dan Varo terkejut, dan Leon hampir menjatuhkan ponselnya. “Polisi!” teriak pria itu.

Semua orang di ruangan itu mulai panik. Victor segera menutup kotak yang sedang dipertunjukkan, dan dalam sekejap, suasana berubah menjadi kekacauan. Leon merasakan ketakutan menyelimuti hatinya. “Kita harus pergi!” serunya kepada Varo.

Mereka berdua berlari ke arah belakang ruangan, berusaha menjauh dari kerumunan yang panik. Leon merasa adrenaline berdenyut dalam tubuhnya, sementara jantungnya berdebar kencang. Namun saat mereka berlari, Leon merasakan ponselnya bergetar di saku—pesan dari Vincent.

“Leon! Di mana kau?” bunyi pesan itu membuat perasaannya semakin kacau. Leon tidak bisa membalasnya sekarang. Yang terpenting adalah menyelamatkan diri dan Varo.

Dalam kekacauan itu, Leon dan Varo akhirnya berhasil menemukan jalan keluar ke luar gedung. Mereka berdiri di halaman belakang, terengah-engah, memandang kembali ke dalam gedung yang kini dipenuhi dengan suara sirene dan teriakan.

“Apakah kita berhasil?” Varo bertanya, wajahnya tampak penuh kekhawatiran. Leon menggenggam ponselnya erat-erat, berusaha menenangkan diri.

“Ya, kita mendapatkan bukti,” jawab Leon, tetapi suaranya terdengar tidak meyakinkan. “Tapi Vincent—”

Varo meraih bahu Leon, menatapnya dengan intens. “Kita harus fokus, Leon. Rian ada di dalam, dan kita tidak bisa meninggalkannya.”

Leon menatap Varo dengan penuh rasa takut. “Apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak punya waktu!”

“Tenang, kita akan mencari cara. Aku tahu ada jalan belakang yang bisa kita gunakan untuk keluar,” kata Varo, berusaha memberikan semangat.

Mereka berdua berlari menyusuri jalan belakang gedung, melintasi area gelap dan sepi. Leon tidak bisa menahan rasa khawatirnya tentang adiknya. Apakah Rian sudah aman? Apakah dia terjebak dalam kekacauan yang baru saja terjadi?

Saat mereka mencapai pintu keluar belakang, Leon merasa ada dorongan kuat untuk kembali. Ia tidak bisa meninggalkan Rian. “Aku harus mencari Rian,” Leon berkata, tegas.

“Leon, tidak! Kita tidak punya waktu!” Varo berusaha menahan Leon, tetapi Leon sudah terlanjur bertekad. “Aku tidak akan meninggalkan keluargaku!”

Dengan cepat, Leon berbalik dan berlari kembali ke dalam gedung, mengabaikan teriakan Varo. Ia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Vincent, dan satu-satunya cara untuk melindungi orang yang dicintainya adalah dengan mengambil risiko. Dia tahu bahwa ini bisa berakibat fatal, tetapi dorongan untuk melindungi keluarganya lebih kuat daripada rasa takutnya.

Dengan cepat, Leon bersembunyi di balik pintu, mendengarkan suara hiruk-pikuk di dalam ruangan. Dia bisa mendengar teriakan dan suara tembakan, dan hatinya bergetar penuh ketakutan. Leon tahu bahwa waktu tidak berpihak padanya.

Akhirnya, Leon berhasil menemukan jalan kembali ke area tempat Vincent terakhir kali terlihat. Dia merasakan ketegangan yang semakin meningkat saat ia melihat Vincent terjebak di antara sekelompok pria bersenjata. Tanpa berpikir panjang, Leon melangkah maju, bersiap untuk menyelamatkan adiknya.

“Vincent!” teriaknya, berharap suara itu bisa menjangkau telinga adiknya di tengah kekacauan.

Vincent menoleh, matanya membulat saat melihat Leon. “Kak!” teriaknya, wajahnya dipenuhi rasa takut dan bingung.

Leon merasakan dorongan untuk melindungi Vincent, bahkan jika itu berarti menghadapi semua bahaya yang mengintai. “Ikuti aku!” serunya, dan mereka berdua mulai bergerak cepat, berusaha mencari jalan keluar dari kegelapan yang melingkupi mereka.

Ketika mereka berlari, Leon merasa beban di pundaknya semakin berat. Pilihan yang dia buat akan menentukan nasib mereka—antara melindungi keluarganya atau berdiri di sisi Varo, orang yang telah memberinya harapan. Dalam situasi ini, Leon tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia hanya bisa berharap bahwa apapun yang mereka hadapi, mereka akan tetap bersama.

---
.
.
.

To be continued.... ♡

Warning : Cerita ini sudah aku rombak total dari alur sebelumnya! Yang sudah baca silahkan dibaca ulang

[𝐁𝐋] Kiss Me, Bicth!! [END✓ | New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang