℘Kiss Me, Bitch | Ancaman Yang Mengintai

2.7K 139 6
                                    

Ponsel di tangan Leon terasa lebih berat dari biasanya. Pesan singkat yang baru saja diterimanya seakan mencekik lehernya, menekan paru-parunya, dan membuat jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Selama ini ia tahu apa yang ia lakukan penuh risiko, tetapi baru sekarang terasa seolah-olah bahaya itu benar-benar nyata, mengintai di setiap sudut.

Varo masuk ke kamar dengan langkah tenang. Saat ia melihat ekspresi tegang di wajah Leon, tatapannya segera berubah penuh kewaspadaan. "Ada apa?" tanyanya, berjalan mendekat.

Leon menyerahkan ponselnya kepada Varo tanpa berkata apa-apa. Mata Varo membaca pesan itu dengan cepat, alisnya menyatu, menandakan bahwa ia juga tidak menganggap enteng ancaman tersebut.

"Siapa yang mengirim ini?" tanya Varo, tatapannya tidak lepas dari layar ponsel.

Leon menggeleng, "Aku tidak tahu. Nomornya tidak dikenal. Mungkin seseorang dari keluargaku yang mulai mencurigai gerakanku."

"Atau bisa jadi musuh lain yang tahu kau sedang berada di antara dua dunia," kata Varo, suaranya terdengar tenang namun penuh perhitungan. "Tapi siapapun itu, mereka sudah tahu lebih dari yang seharusnya."

Leon duduk di tepi ranjang, kepalanya terasa berat. "Aku tahu ini akan berbahaya, tapi aku tidak mengira semuanya akan terjadi secepat ini."

Varo mendekat dan duduk di sampingnya, menatapnya dengan tatapan yang lebih lembut dari biasanya. "Inilah dunia yang kau masuki, Leon. Tidak ada ruang untuk keraguan. Setiap gerakan kita selalu diawasi, dan ancaman seperti ini hanya bagian dari permainan."

Leon menatap lurus ke depan, tenggelam dalam pikirannya. Permainan ini, seperti yang dikatakan Varo, lebih rumit dari yang ia bayangkan. Bukan hanya tentang melawan musuh eksternal-permainan ini juga menuntutnya untuk melawan perasaan dan keyakinannya sendiri.

"Apa kita harus menghentikannya sekarang?" Leon bertanya pelan, namun ada kebimbangan dalam suaranya. Bagian dari dirinya ingin melarikan diri dari semua ini, berhenti dan kembali ke kehidupan normal, meskipun ia tahu itu hampir mustahil.

"Tidak," jawab Varo tegas. "Kita tidak mundur, Leon. Jika kita berhenti sekarang, mereka akan tahu bahwa kita takut. Dan ketakutan adalah celah yang bisa mereka gunakan untuk menghancurkan kita."

Leon menghela napas, mencoba meresapi keberanian yang Varo tunjukkan. Namun, jauh di dalam dirinya, rasa takut itu tetap ada. Ancaman itu bukan hanya tentang dirinya; itu juga tentang orang-orang yang ia pedulikan. Apa jadinya jika mereka benar-benar bertindak dan melukai seseorang yang tak bersalah?

Varo meraih tangan Leon, menggenggamnya dengan erat. "Aku akan memastikan kau aman. Kita akan mencari tahu siapa yang mengirim pesan ini, dan kita akan membungkam mereka sebelum mereka bisa berbuat lebih banyak."

Leon menatap tangan mereka yang saling menggenggam. Dalam genggaman itu, ia merasakan ketenangan, kekuatan yang ia butuhkan untuk melawan rasa takutnya. Namun, ia juga sadar bahwa semakin dalam ia terlibat, semakin besar taruhannya.

---

Hari-hari berikutnya terasa seperti berjalan di atas duri. Leon terus bermain perannya di depan keluarganya, namun setiap percakapan, setiap tatapan, terasa seperti pengawasan ketat. Apakah mereka sudah tahu? Apakah mereka menunggu saat yang tepat untuk bertindak?

Di satu sisi, bisnis keluarganya mulai goyah. Beberapa jaringan yang selama ini mereka kendalikan mulai merenggang, seolah-olah ada kekuatan yang perlahan-lahan menghancurkannya dari dalam. Namun di sisi lain, keheningan yang menyelimuti keluarganya terasa lebih mengerikan daripada kemarahan atau konfrontasi.

Leon tahu bahwa ketenangan ini hanyalah badai sebelum segalanya meledak.

Suatu sore, ketika Leon sedang beristirahat di salah satu ruang tamu rumah keluarganya, ia melihat sesuatu yang membuatnya semakin curiga. Adiknya, Vincent, berbicara dengan seseorang melalui ponsel, dan ekspresi wajahnya sangat serius. Biasanya, Vincent tidak terlalu terlibat dalam urusan bisnis, apalagi yang menyangkut masalah berat seperti ini. Namun sejak beberapa hari terakhir, Leon melihat adiknya semakin sering berada di sekitar ayah mereka, terlibat dalam percakapan yang tidak biasa.

Leon mencoba mendekat, berpura-pura mencari sesuatu di dekatnya sambil mendengarkan potongan percakapan itu.

"... tidak boleh gagal. Jika ini bocor, kita semua dalam bahaya," bisik Vincent, suaranya jelas penuh dengan ketegangan.

Leon menahan napas. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apakah Vincent tahu tentang aksinya bersama Varo? Ataukah ini terkait dengan sesuatu yang lebih besar?

Namun, sebelum Leon bisa mendengar lebih lanjut, Vincent menoleh dan menangkap tatapannya. Wajahnya berubah, ekspresi curiga segera tergambar jelas.

"Leon," panggilnya dengan nada dingin. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Oh, aku hanya... mencari buku yang kutinggalkan di sini," jawab Leon cepat, mencoba untuk tidak menunjukkan kegugupan.

Vincent menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk. "Pastikan kau tidak terlalu banyak berada di sekitar bisnis ini, Leon. Dunia kita semakin berbahaya akhir-akhir ini."

Leon mengangguk, meskipun hatinya bergemuruh. "Tentu saja, Vincent."

Namun, dalam hati Leon tahu, Vincent sedang menyembunyikan sesuatu. Dan semakin hari, Leon merasa dirinya terperangkap di antara dua sisi, semakin sulit untuk membedakan mana yang merupakan keluarga, dan mana yang merupakan musuh.

---

Malam itu, Leon duduk di tepi ranjang, menatap pesan misterius yang masih ada di ponselnya. Ancaman itu tidak hanya menghantuinya-itu menjadi simbol dari segala sesuatu yang salah dalam hidupnya saat ini. Di satu sisi, ia ingin melawan keluarganya, menghentikan bisnis kotor mereka. Namun di sisi lain, mereka adalah darah dagingnya, dan berpaling dari mereka berarti mengkhianati sesuatu yang lebih mendalam dari sekadar perasaan.

Ketika Varo masuk ke dalam kamar, Leon masih tenggelam dalam pikirannya. Varo duduk di sampingnya, menatapnya dengan tatapan penuh pemahaman.

"Semakin dalam, semakin sulit, ya?" tanya Varo dengan suara lembut.

Leon hanya mengangguk, tanpa berkata apa-apa.

"Tapi kita tidak bisa berhenti di sini, Leon. Aku membutuhkanmu. Dunia ini membutuhkanmu."

Leon menatap Varo, matanya penuh dengan kebimbangan. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa melakukannya? Bagaimana jika aku tidak bisa memilih di antara mereka dan dirimu?"

Varo tersenyum tipis, seakan sudah menduga pertanyaan itu akan muncul. "Kau tidak perlu memilih, Leon. Kita akan menghancurkan mereka, bersama-sama. Kau tidak sendirian dalam hal ini."

Namun, meskipun kata-kata Varo penuh dengan keyakinan, Leon masih merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ancaman, kebohongan, pengkhianatan-semuanya sudah menumpuk, dan Leon merasa bahwa cepat atau lambat, semuanya akan meledak. Pertanyaannya hanya satu: apa yang akan terjadi saat itu tiba?

---

.
.
.

To be continued.... ♡

Bagaimana pendapatmu tentang bab ini? Apakah semakin seru? Jangan ragu untuk berbagi pemikiranmu di kolom komentar dan beri bintang! ⭐️💬

Warning : Cerita ini sudah aku rombak total dari alur sebelumnya! Yang sudah baca silahkan dibaca ulang

[𝐁𝐋] Kiss Me, Bicth!! [END✓ | New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang