5. Curhat Dong, Ryn.

11K 1.2K 54
                                    

Sebenarnya Arzan tidak benar-benar pergi dari rumah Ryn. Buktinya, saat Ryn sudah selesai mengenakan pakaian, Arzan datang kembali dengan tampang tak berdosa.

Ia kembali masuk ke kamar Ryn, dan memberikan senyum menyebalkan pada gadis itu.

"Ngapain lagi?" tanya Ryn. Ia masih duduk di depan meja rias, tangannya sibuk mengaplikasikan berbagai jenis tahapan skincare ke wajahnya.

"Gue mau curhat loh tadinya," balas Arzan. Tanpa disuruh oleh pemilik kamar, lelaki itu kembali mendudukkan bokongnya di pinggir kasur, menatap ke arah Ryn yang kini mengaplikasikan lip serum di bibirnya.

"Gue nggak mau dengerin orang curhat malam ini." Balasan dari Ryn membuat Arzan menampilkan wajah sedih yang dibuat-buat.

"Padahal kita baru ketemu setelah seminggu, lho, Ryn."

Benar. Selama seminggu ke belakang Arzan disibukkan dengan pekerjaannya di kantor. Jadi, dia tak bisa mengobrol dengan Ryn seperti biasanya. Ya, walaupun biasanya mereka lebih banyak bertengkar daripada mengobrol.

"Padahal lo kalo ngobrol bareng gue juga kebanyakan bahas tentang cewek," gumam Ryn, tetapi masih bisa didengar oleh Arzan.

"Kali ini gue beneran mau curhat tentang kerjaan, sumpah deh." Arzan memasang tampang serius, membuat Ryn akhirnya luluh.

Ia bangkit dari kursi yang didudukinya di meja rias, kemudian melangkahkan kaki menuju kasurnya, di mana Arzan sedang memperbaiki posisinya. Kini lelaki itu sudah bersandar di headboard kasur.

Ryn mengambil duduk di sebelah Arzan, dan juga menyenderkan badannya di headboard kasurnya.

"Lo tau Dika, kan? Gue udah beberapa kali cerita tentang orang itu." Arzan membuka percakapannya dengan membahas sang manajer pemasaran.

"Oh, manajer lo yang nyebelin itu?"

Arzan mengangguk. "Tu orang selalu ngeremehin gue banget. Setiap gue minta laporan, dia selalu santai-santai. Nggak mau gercep kayak staf yang lain."

"Udah pernah nyoba negur orangnya langsung?"

Arzan menghela napas. Kalau sekadar menegur, mungkin sudah puluhan kali, tetapi si Manajer ini memang agak membangkang. Dia selalu menganggap Arzan ini anak bau kencur yang tiba-tiba dapat posisi tinggi di perusahaan karena perusahaan itu punya keluarganya.

Padahal, sebenarnya Arzan telah berusaha keras untuk mencapai posisinya saat ini. Selama kuliah, dia berusaha mendapatkan pengalaman kerja di berbagai perusahaan untuk memperluas wawasannya. Setelah lulus, ia langsung bergabung dengan perusahaan ini dan mendapatkan jabatan yang saat itu kosong.

Dan mungkin memang sudah takdirnya mendapatkan jabatan tinggi dengan mudah. Harusnya Dika lebih berusaha lagi, bukankah pria itu sudah melihat sendiri hasil kerja Arzan setahun ke belakang ini? Harusnya Dika bisa menurunkan egonya yang selalu meletup-letup seperti remaja itu.

Ya, walaupun di depan Arzan pria itu selalu bertingkah sopan, tetap di belakang dia selalu menjelekkan Arzan. Bagaimana Arzan tahu? Tentu saja itu semua berkat si informan andalannya, Jake—alias Sutrisno.

"Mulut gue sampe bosen tuh negur makhluk satu itu. Emang, sih, kerjaan dia bagus ... tapi, orangnya agak kurang menghargai waktu. Dikasih waktu dua hari, dia malah menyelesaikan dalam waktu 3 hari lebih."

"Wah ... ternyata kerja di perusahaan nggak seenak yang gue bayangin, ya, Zan."

Dalam bayangan Ryn, kerja di perusahaan itu seperti novel yang sering dibacanya di platform online. Biasanya percintaan antara CEO dan Sekretarisnya, pokoknya semua tentang kehidupan percintaan. Ternyata, setelah mendengar semua cerita Arzan sejak awal masuk ke perusahaan, semua bayang-bayang indah di kepalanya itu salah.

Next Door Romance (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang