17. Lamaran

7.4K 691 35
                                    

Acara lamaran yang harusnya dilangsungkan seminggu yang lalu diundur. Dan hari ini tepatnya dua minggu setelah ia dilamar di restoran Padang itu adalah hari yang membahagiakan bagi Ryn, karena ia akan bertunangan dengan Damar.

"Gimana hasil makeup gue?" tanya Vita setelah memoles lip gloss ke bibir Ryn.

Ryn memperhatikan wajahnya di cermin. Ia berdecak kagum melihat keterampilan Vita dalam menggunakan alat kecantikan itu. Tangan sahabatnya itu memang benar-benar ajaib, karena wajahnya sekarang terlihat mulus, tanpa cela. Apalagi didukung dengan rambutnya yang disanggul ke atas, semakin membuat makeup hasil tangan Vita itu menjadi on point.

"Keren sih ini," celetuk Ryn kagum.

Mendengar pujian yang dilontarkan sang sahabat, tentu saja Vita langsung tersipu malu. "Gue udah bisa jadi MUA profesional dong, ya?"

Di tempatnya Ryn tampak berpikir, kemudian menggeleng. "Kayaknya nggak bisa deh. Soalnya kalo mau jadi MUA profesional lo harus banyak bersabar. Lo nggak inget dari tadi mulutnya ngomel mulu." Balasan dari Ryn membuat bibir Vita mencibir.

"Itu juga karena lo kebanyakan gerak. Gimana gue nggak ngomel?!" sahut Vita dengan ekspresi kesal.

Acara akan dimulai 30 menit lagi, dan rasa gugup mulai menyelimuti diri gadis 26 tahun itu. Huh, untunglah di sini ada Vita, jadi setidaknya dia bisa menjadi lebih tenang, tidak kaku.

"Si Arzan nggak keliatan batang hidungnya, ya?" tanya Vita.

Sejak ia datang ke rumah ini, hanya wajah Arzan saja yang tak terlihat. Sedangkan Aldo, adik dari Ryn tadi sedang berbincang dengan beberapa orang di luar.

"Gue udah ngabarin dia lewat chat kok. Bahkan tadi gue kabarin lagi, takut dia lupa. Tapi, mungkin emang sibuk kali, ya." Ryn mencoba berpikir positif.

Ia sebenarnya tahu kalau lelaki itu menghindarinya. Karena setelah pertengkaran mereka dua minggu yang lalu, pria itu memang tak pernah lagi muncul di hadapan Ryn.

Saat Ryn ke rumahnya pun, Arzan akan seharian di kamar, atau keluar dengan teman-temannya. Namun, perempuan itu tak begitu ambil pusing, karena itu pilihan Arzan sendiri, lagipula mereka sudah sama-sama dewasa, kan? Tidak mungkin Arzan akan ngambek berhari-hari hanya karena masalah sepele seperti ini.

"Lo lagi marahan sama si bocil itu, ya?" tebak Vita, dan sepertinya tepat sasaran, karena temannya yang kini memakai kebaya maroon itu terlihat lesu mendengar pertanyaannya.

Dengan tak bersemangat Ryn langsung mengangguk. "Begitulah. Tapi biasanya kita marahan nggak lama kok, Vit. Lo tenang aja."

"Ya, semoga aja deh. Soalnya kalian udah temenan dari zaman bocil, kan? Mana mungkin marahan lama-lama."

Suara pintu kamar yang dibuka membuat Ryn dan Vita menoleh. Di sana ada Bunda Aminah yang tersenyum menatap Ryn yang kini terlihat cantik dan anggun dengan kebayanya.

"Cantik banget anak Bunda," kata Bunda Aminah begitu tiba di hadapan Ryn.

Ryn tersenyum mendengar pujian tersebut. Bunda Aminah hampir setiap saat memujinya cantik, bahkan saat Ryn tidak memakai makeup sekalipun, pasti dipuji cantik.

"Makasih, Bunda. Bunda juga cantik banget hari ini. Ini jilbab hadiah dari Arzan itu, kan?"

Bunda Aminah tersipu malu, kemudian mengangguk. "Iya. Bunda nggak nyangka anak itu ngasih kado yang berguna juga buat Bunda. Karena biasanya dia cuma ngasih kado barang-barang yang keliatan cantik doang, padahal Bunda penginnya ya yang bisa dipake sehari-hari gini."

Sebenarnya saat memilih kado itu, Ryn lah yang ikut memilihkan. Karena kalau tidak, Arzan pasti akan memilih perhiasan yang harganya membuat dompet Ryn menangis. Syukurlah saat itu Arzan mengikuti sarannya.

Next Door Romance (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang