9. Posesif?

10.3K 1K 68
                                    

Jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tetapi Arzan tak menunjukkan tanda-tanda ingin pulang. Bahkan kedua orang tua Ryn pun sudah masuk kamar, meninggalkan mereka bertiga di sofa sambil menonton televisi.

Arkana, bocah mungil itu sudah memejamkan mata sejak setengah jam yang lalu. Namun, sang om tak juga beranjak membawanya pulang. Saat ditanya oleh Ryn, jawabannya takut Arkana bangun saat diangkat. Basi sekali, padahal Ryn yakin kalau memang Arzannya saja yang tak berniat untuk pulang.

"Arzan, harusnya lo bawa Arkana pulang dari tadi," tegur Ryn dengan suara pelan agar tidak membangunkan Arkana yang sedang tidur pulas.

Arzan terkesiap, menyadari bahwa sudah terlalu lama mereka di rumah Ryn. "Duh, maaf, Ryn. Gue nggak nyadar kalo udah terlalu malam," jawab Arzan cengengesan sambil mengusap pelan kening Arkana yang terlelap di pangkuannya.

"Alesan doang lo mah," cibir Ryn.

Tiba-tiba, pintu depan rumah terbuka kembali, dan langkah kaki yang lembut terdengar memasuki rumah. Kia, kakak Arzan, memasuki ruang keluarga dengan raut wajah cemberut, siap untuk memberikan ceramah kepada adiknya yang tak kunjung membawa sang putra pulang ke rumah.

"Arzan! Jam berapa ini? Duh, ditungguin dari tadi juga," ucap Kia, sedikit gemas melihat wajah tak bersalah yang ditampilkan adiknya.

Arzan cengengesan. "Maaf, Kak. Abisnya tadi Arkana keasikan nonton kartun, sih. Mau diajak pulang nanti kasian, ya, jadinya ketiduran gini deh."

Kia menggelengkan kepala dengan kesal. "Alesan doang lo mah."

"Duh, bisa sama gitu jawabannya sama Ryn," celetuk Arzan, karena beberapa waktu lalu Ryn juga berkata seperti itu.

"Balik sekarang deh, udah malam." Kia mengajak Arzan yang masih nyaman duduk di tempatnya. Namun, yang diajak justru menggeleng, membuat Kia geram. Rasanya ia ingin menjitak kepala adiknya itu.

Ryn mencoba menenangkan situasi. "Tenang, Kak, jangan marah-marah, nanti Arkana bangun lho."

"Atau biarin aja Arkana tidur di sini bareng gue. Besok pagi gue anterin pulang," sambung Ryn.

"Bener tuh, Kak. Gue sama Arkana tidur di sini, besok pagi kita pulang."

Jawaban Arzan membuat sang kakak melotot. "Apaan itu? Nggak ada, lo pulang. Ngapain mau nginap di rumah anak perawan segala," sungut Kia, membuat Arzan mencebik kesal.

Kakaknya ini memang susah diajak kerja sama. Padahal, kan, Arzan malas berjalan pulang. Seandainya saja Aldo belum pulang ke Bandung, ia pasti sudah menginap di sini sambil main PS semalaman.

"Yah ... lo mah nggak asik emang." Arzan mencebik kesal.

Arkana yang mendengar suara perdebatan orang dewasa pun akhirnya membuka matanya, dan siap menangis kalau tidak segera digendong oleh sang ibu.

"Gue bawa Arkana pulang. Lo cepetan pulang! Nggak ada istilah nginap, ya, Zan." Kia memperingatkan adiknya dengan tatapan tajam.

"Iya, iya. Bawel banget deh."

Tak lagi menanggapi ucapan Arzan. Kia pamit kepada Ryn dan kemudian membawa anaknya pulang ke rumah orang tuanya.

Tinggallah Arzan dan Ryn yang kini masih diam, dan tak ada yang membuka suara.

Sebenarnya Ryn ingin sekali mengusir Arzan, karena lelaki itu membuang waktu berharganya untuk rebahan di kasur yang empuk. Ah, jangan lupakan kalau malam ini Ryn berencana untuk maskeran, agar besok saat bertemu dengan Damar wajahnya terlihat cerah berseri.

"Lo nggak pulang?" Sampai akhirnya Ryn greget sendiri, ia pun mulai membuka suara.

Namun, tanggapan dari Arzan hanyalah gelengan kecil. Matanya masih menatap layar televisi yang menampilkan acara berita, tetapi fokus Arzan sebenarnya bukan ke sana.

Next Door Romance (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang