Bab 9b

3.2K 465 19
                                    

Mereka bertiga duduk mengelilingi meja bundar. Ada bermacam-macam hidangan tertata di atas meja, semua terlihat lezat dan menggiurkan, Melva menahan diri untuk tidak mencicipi semuanya dan akhirnya membuatnya menyesal.

"Mama sudah menghitung semua kalori dari makanan ini. Ada catatan dari koki. Kamu bisa makan tanpa kuatir," Laili berucap lembut pada menantunya.

Melva tersenyum. "Makasih, Ma." Ia menyendok salad dengan ikan salmon panggang, memitar garpu dan menyendok perlahan.

"Jadi, bagaimana rasanya menjadi seorang nyonya?" Agnes bertanya sambil mengedipkanm mata.

Melva menatap mertua dan adik iparnya, menimbang sesaat untuk menjawab. "Ehm, belum banyak tahu. Karena masih baru dan kami masih saling mempelajari sifat masing-masing."

Laili berpandangan dengan Agnes, lalu menyipit ke arah Melva. "Kenapa? Kalian bukannya sudah saling kenal dari dulu?"

"Memang, Ma. Tetap saja masih terasa seperti orang lain." Meletakkan garpu, Melva memandang mertuanya dengan kuatir. Ia tidak tahu, apakah bicara jujur akan membuat wanita itu kecewa.

"Ada apa, Kak? Kenapa wajahmu murung?" Agnes menarik kursinya mendekat. "Apa kakakku melakukan sesuatu yang buruk padamu?"

Melva menggeleng. "Nggak, dia baik. Sangat baik malah. Adrian berencana membelikanku mobil baru sekaligus menambah pengawal yang katanya untuk keselamatanku."

Laili bertepuk tangan. "Sudah seharusnya itu. Adrian sadar kalau istrinya artis terkenal, harus dijaga dengan baik."

Menggigit bibir bawah, Melva merasa senang dengan perhatian dan ketulusan yang diberikan ibu mertua dan adik iparnya. Sikap dan sifat mereka sama sekali tidak berubah dari yang ia kenal saat kecil dulu. Masih sama hangat dan baiknya, bahkan kini bertambah baik. Membuatnya bertanya-tanya, kebaikan apa yang sudah ia lakukan sampai Tuhan memberinya keluarga baru yang begitu penuh kasih sayang.

"MJ, kenapa diam?"

"Nggak, Ma. Hanya memikirkan sesuatu. Adrian, aku merasa dia belum sepenuhnya terbuka tentang kami. Maksudku, itu." Melva menghela napas panjang, menjeda perkataannya. Kali ini mengarahkan pandangan pada Agnes. "Seperti soal Nikita kemarin. Aku sudah memancingnya untuk bertanya tentang wanita itu tapi Adrian sama sekali tidak terbuka. Dia seolah ingin menegaskan padaku, kalau apa yang terjadi di kantor bukan urusanku."

Merasa kuatir sekaligus prihatin, Laili menggenggam tangan Melva dan meremas lembut. "Kamu jangan terlalu kuatir soal Nikita. Tidak peduli bagaimana gigihnya dia mengejar, Adrian tetap menganggapnya saudara. Hanya itu."

Melva tersenyum, merasa lebih tenang mendengar perkataan mertuanya. "Aku tahu, Ma. Hanya saja, pikiranku sedang berlebihan. Apalagi sikap Adrian sangat dingin padaku."

"Adrian dingin? Maksudmu di ranjang juga?"

Merasa malu tapi ingin mempunya orang untuk diajak bicara, Melva mengangguk lemah. "Sampai sekarang, kami belum bercinta. Apa menurut kalian, aku nggak menarik?"

Laili tercengang, hingga mulutnya ternganga. Begitu pula Agnes. Mereka sama sekali tidak menduga ada pasangan pengantin baru yang enggan untuk bercinta.

"Kak, kamu cantik dan sexy. Semua orang di negara ini mengakuinya. Aku rasa kakakku saja yang buta," ucap Agnes memberi dukungan.

Melva menggeleng. "Entahlah. Aku bahkan punya pikiran kalau Adrian tertekan dengan penikahan paksa ini, atau dia punya pacar. Karena itu, nggak ada minta bersamaku."

"Nggak mungkin," sahut Laili cepat. "Adrian tidak mungkin punya pacar dan soal pernikahan ini, jauh-jauh hari dia sudah setuju. Kami nggak pernah memaksanya untuk menerima. Kamu jangan berpikir berlebihan."

"Iya, apa yang dikatakan Mama benar, Kak. Bisa dipastikan kalau kakakku menikahimu dengan sukarela tanpa paksaan."

Melva menatap mertuanya dan Agnes bergantian. "Kalau begitu kenapa dia bersikap dingin padaku?"

"Begini, aku punya teori," ucap Laili. "Adrian, selama hidupnya tidak pernah terlibat hubungan serius dengan wanita mana pun. Bisa dikatakan dia itu cupu. Bisa jadi, merasa grogi atau malu untuk memulai sebuah hubungan hangat atau percintaan yang panas denganmu. Saranku, ini kalau kamu mau, MJ. Aku nggak memaksa."

Melva mengedip bingung. "Saran apa, Ma?"

Laili mengedipkan sebelah mata. "Kamu yang harus merayunta. Goda dia sampai bertekuk lutut dan memohon untuk bercinta denganmu. Aku yakin kamu bisa, anggap saja ini peran baru di film. Bedanya, hasil nyata akan kamu dapatkan, kalau kamu mengikuti saranku."

Agnes mengacungkan dua ibu jarinya pada Melva. Gadis itu menyetujui apa yang diucapkan sang mama. Melva sendiri merasakan kalau saran itu cukup baik, hanya bingung bagaimana menjalankannya. Apa yang harus ia lakukan, sepertinya ia agak kesulitan dalam hal ini.

"Banyak-banyak menonton film semi porno. Tidak menjijikan untuk ditonton, dan beberapa film menyajikan plot yang lumayan. Pelajari bagaimana para artis itu menjual keindahan tubuhnya untuk memikat para laki-laki. Dalam hal ini, targetmu adalah suamimu sendiri, MJ. Tentukan targetmu, rayu dan goda Adrian sampai dia jatuh ke pelukanmu."

Sepulang dari rumah mertuanya, pikiran Melva mengembara pada saran yang baru saja ia terima. Sepertinya itu bukan saran yang buruk. Tidak ada salahnya kalau ia yang berinisitif lebih dulu. Adrian bukan orang lain, jading tidak ada dasar ia merasa malu.

"Baru kali ini ada perawan menggoda laki-laki." Melva tidak dapat menahan gumamannya. Merasa ironis dengan dirinya. Ia meminta sopir untuk mengantarnya ke sebuah butik langganan. Memaki masker, topi, dan kacamata, Melva mengelilingi butik untuk membeli beberapa setel pakaian tidur yang sexy. Ia akan menjalankan rencananya mulai hari ini, dan yakin kalau berusaha tidak ada yang tidak mungkin.

Tiba di rumah, Talia sudah menunggu dengan seorang dua orang fotograper. Mereka melakukan pemotretan di samping kolam dan Talia tidak dapat menyembunyikan rasa kagum saat melihat betapa besar dan indah rumah Melva.

"Kalau mau keliling rumah, sehari kayaknya nggak cukup," ucap gadis itu.

Tiga jam kemudian, pemotretan berakhir. Setelah mereka pergi, Melva bergegas ke kamar. Menyalakan TV yang terhubung dengan internet dan mulai mencari film yang disarankan oleh mertuanya.

"Rayuan istri kedua. Bercinta dengan tetangga. Pembantu sexy." Melva membaca judulnya satu per satu dan bergidik ngeri. Akhirnya ia memilih film yang menceritakan affair antara seorang guru les musik wanita dan anak didiknya yang baru menginjak dewasa.

Sepanjang film, Melva dibuat ternganga oleh pengambilan gambar yang close up saat adegan bercinta. Ia seorang artis yang sudah beberapa kali berakting, tapi tidak pernah melakukan adegan ranjang yang vulgar. Saat si tokoh wanita duduk di meja dengan tokoh laki-laki menciumi area vitalnya, Melva merasa tubuhnya memanas.

Ketukan di pintu membuatnya kaget. Ia buru-buru mematikan TV dan menjawab dengan suara serak.

"Iya, masuk!"

Sosok Adrain muncul dari balik pintu. Laki-laki itu menatap Melva dan mengernyit. "Kenapa wajahmu memerah? Kamu sakit?" Ia mengulurkan tangan untuk menyentuh dahi sang istri tapi Melva menepisnya.

"Aku nggak apa-apa, Kak. Mau ke kamar mandi."

Melesat cepat menuju kamar mandi, Melva bersandar pada pintu. Teringat kembali denagn adegan panas di film yang baru saja ia lihat. Menyusun rencana dan mengumpulkan keberanian, Melva bertekad akan mempraktekkan apa yang ia lihat hari ini. Ia akan melakukan saran dari mertuanya, untuk menggoda dan memikat suaminya. Tidak perlu merasa malu, demi keutuhan rumah tangga mereka.

"Ada seribu satu cara menggoda laki-laki, dan aku akan menggunakan salah satunya untuk membuat Adrian menginginkanku."

**

Tersedia di google playbook dan Karya Karas

How To Seduce My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang