Bab 6b

3.3K 529 19
                                    

Mereka bertatapan. Bola mata Adrian yang jernih dan tajam mampu membuat jantung Melva berdegup dengan kencang. Tanpa sadar ia mengigit bibir bawah, setengah berharap laki-laki itu akan menciumnya. Nyatanya, keinginannya tidak terjadi karena Adrian melepaskan pegangan di dagunya dan mereka melanjutkan perjalanan dalam diam. Melva menarik napas panjang, tidak tahu harus merasa lega atau kesal.

Tiba di hotel yang akan menjadi tempat acara, sudah ada kedua orang tua yang menyambut mereka. Melva merasa heran karena tidak biasanya para ayah ikut serta. Biasanya hal-hal seperti ini wanita yang mengurus. Saat melihat kedatangannya, Agnes mengedip riang dan menunjuk kursi di sampingnya.

"Aku sudah melihat gosip tentangmu," bisik Agnes saat Melva duduk di sampingnya.

"Gosip yang mana?"

"Ada banyak bukan? Terutama soal Neo. Gila, kalian pergi makan bersama dan nonton?"

Melva meringis. "Kamu suka sama Neo?"

Agnes mengangguk. "Lumayan, suaranya bagus saat nyanyi. Entah bagaimana aktingnya."

"Nggak buruk."

"Yah, berarti lumayan doang. Nggak apa-apa, aku tetap nonton karena ada kamu. Ngomong-ngomong ada adegan ciuman?"

Kali ini Melva menggeleng. "Nggak ada."

"Bagus, aku suka Neo tapi nggak rela kalau dia harus cium kakak iparku."

Mereka berpandangan lalu bertukar tawa. Adrian yang duduk di samping Melva, mengangkat sebelah alis melihat mereka, tapi tidak bertanya. Para orang tua sibuk berdiskusi hingga beberapa penyelenggara pernikahan datang. Mereka disebut wedding organizer. Orang-orang yang akan membantu upacara pernikahan. Mereka menyampaikan rangkaian acara, menghidangkan beragam menu untuk dicoba dan dipilih. Sepanjang pembicaraan Melva lebuh banyak diam, membiarkan para orang tua yang memutuskan.

"Nggak nyangka, ya, Jeng. Cita-cita kita mau besanan akhirnya tercapai." Ibu Adrian tersenyum pada wanita di sampingnya.

"Iya, Jeng. Padahal saya sudah menganggap itu nggak akan terjadi."

"Loh, kenapa?"

"Aduh, Jeng. Siapa juga yang berani untuk menanyakan soal perjodohan pada keluarga miliarder seperti kalian."

Laili mengibaskan tangan. "Justru kami yang takut, karena MJ adalah artis terkenal. Banyak penggemarnya tentu saja. Bagaimana kalau dia menolak perjodohan dengan Adrian?"

Sepanjang acara, kedua calon pengantin lebih banyak diam. Mereka mendengarkan dengan patuh, perkataan para orang tua dan tidak membantah sama sekali. Saat jadwal gladi resik upacara pernikahan diberikan, baik Melva maupun Adrian langsung setuju.

Pertemuan selesai satu jam kemudian dan Melva kembali ke apartemen diantar oleh Adrian. Di mobil ia menanyakan hal yang selama ini mengganggu pikirannya.

"Aku masih heran, bagaimana kedua orang tua kita bertemu setelah sekian lama berpisah. Setahuku, mamaku nggak pernah bergaul dengan kalangan atas seperti mamamu."

Adrian melirik calon istrinya. "Sepertinya saat nggak sengaja ke mall atau butik."

"Benarkah? Sungguh kebetulan yang aneh. Dulu mereka pernah berjanji untuk menikahkan kita. Bertahun-tahun berlalu mereka masih ingat. Anehnya, kita berdua juga belum menikah. Coba bayangkan kalau sekarang kamu sudah punya istri, atau aku punya pacar."

"Kamu bukannya pernah pacaran?" tanya Adrian.

Melva mengangguk. "Yuup, dengan beberapa orang tapi nggak lama, sih."

"Nggak lama itu berapa lama?"

"Paling lama setahun."

"Apakah Luke salah satunya?"

Melva tersenyum lebar. "Kok kamu tahu? Luke sebenarnya pacarku paling lama, setahun lebih. Tapi, ego kami memaksa untuk berpisah."

Adrian tidak mengatakan apa pun, hingga kendaraan masuk ke area apartemen. Kali ini, ia ikut naik sementara Vector menunggu di mobil.

"Kenapa mendadak ingin ikut?"

"Aku mau lihat apartemenmu."

"Tidak begitu luas, tapi nyaman."

Talia kaget saat mendapati Adrian ikut naik. Ia buru-buru menyingkir ke dapur untuk menyeduh kopi dan membiarkan kedua calon pengantin berkeliling apartemen.

"Bagaimana? Kecil bukan?"

Adrian menggeleng. "Nggak, lumayan luas. Kamu benar, suasananya memang enak." Ia menatap hamparan taman dan hutan kota yang terlihat dari jendela kaca. "Aku sudah menyiapkan rumah untuk kita. Tapi, kalau kamu suka tinggal di apartemen, kita bisa menggunakan salah satu penthouse di hotel."'

Melva menggeleng. "Nggak, tinggal di rumah bagus juga."

Mengalihkan pandangan pada wanita di depannya, Adrian ragu-ragu sesaat sebelum bertanya serius. "Kamu artis terkenal, kenapa ingin menikah denganku."

Pertanyaan Adrian membuat kening Melva mengerut. "Kamu seorang miliarder, kenapa mau menikahi artis?"

"Bakti orang tua," jawab Adrian.

Melva tersenyum. "Aku pun sama. Aku masih ingat dulu, saat papaku kena sakit parah dan perusahaan keluarga kami bangkrut. Kalau bukan pertolongan dari keluarga kalian, kami nggak akan bisa seperti sekarang. Orang tuaku selalu mengingatkanku untuk balas budi pada orang yang sudah baik menolong kita. Tidak peduli setelah bertahun-tahun berlalu, pertolongan kalian, tetap masih kami ingat."

Adrian termenung, lalu mengangguk kecil. "Paham."

Ia pamit pulang dan berkata pada Melva akan menjemput untuk gladi resik upacara pernikahan. Melva mengantarkan calon suaminya hingga ke pintu, berbalik dan menatap kopi yang mendingin di atas meja. Adrian sama sekali tidak menyentuhnya.

Waktu berlalu dengan cepat. Makin mendekati hari pernikahan, makin banyak para fans dan wartawan yang mencari Melva. Di antara fans ada yang mendukung pernikahannya dan mengirim beragam hadiah ke kantor manajer. Ada pula yang menolak dan menganggap kalau Melva lebih cocok dengan Luke. Melva mengabaikannya.

Para wartawan memohon pada Ratna untuk diijinkan wawancara tapi ditolak. Ratna mengatakan kalau Melva tidak ingin bicara dengan siapa pun dan ingin menjalani upacara pernikahan secara pribadi. Wartawan akan mengalami nasib sial kalau coba-coba mendekati Adrian. Karena laki-laki itu tidak segan untuk mengusir bahkan dengan cara kasar.

Saat tiba waktu pernikahan, mereka hanya mengundang kerabat dekat dan juga mitra bisnis Adrian. Melva sendiri selain keluarganya juga mengundang beberapa teman yang ia anggap akrab.

Para tamu berdecak kagum saat Melva melintasi ruangan dalam gengaman sang papa. Gaun putih dengan ekor menjuntai, membuatnya terlihat seperti bidadari. Sementara Adrian menunggunya dalam balutan tuxedo abu-abu.

"Aku harap, kamu tidak menyesali hari ini," bisik Adrian saat mereka bergandengan tangan di pelaminan.

"Menyesal kenapa?"

"Menikahi tanpa cinta."

Melva tersenyum. "Cinta bisa dipupuk Tuan Adrian. Seiring berjalannya waktu." Dengan berani, ia mengecup pipi suaminya dan tindakannya membuat Adrian kaget. Laki-laki itu mengulurkan tangan padanya, mengangkat dagu dan secara tak terduga menyarangkan ciuman. Bukan hanya kecupan kecil berupa bibir bertemu bibir, melainkan sebuah ciuman yang hangat. Melva tanpa sadar membuka mulut dan membiarkan Adrian melumatnya. Mereka terus saling mencium, tidak memedulikan suitan dari para tamu.

Saat ciuman berakhir, Melva merasa wajahnya memanas. Di sampingnya, Adrian pun terlihat malu-malu. Jari mereka bertautan dengan hati menghangat karena sebuah ciuman.

**

Tersedia di Karya Karsa sampai bab 18

How To Seduce My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang