Bab 5b

3.3K 511 17
                                    

"Kak, mulai kapan di sini?" tanya Adrian ramah. Filia tiga tahun lebih tua darinya, sudah sewajarnya memanggil yang lebih tua dengan lebih hormat.

Filia mengibaskan tangan. "Aih, kayak orang lain aja, Adrian. Kita teman sudah lama, masih manggil aku, Kak?" Ia mengeyakkan diri di sofa dan duduk menyilangkan kaki. "Kenapa nggak bilang-bilang kalau ada di Bali. Tahu begitu, kita bisa party nanti malam."

Adrian duduk di seberang Filia dan menggeleng. "Nggak bisa, Kak. Banyak pekerjaan."

"Kerja apa, Adrian? Perusahaan kita bermitra loh, tapi belum pernah sekalipun kamu memenuhi undanganku untuk party. Kebetulan hotelku sedang membuka bar baru."

"Kak, kamu tahu aku nggak bisa."

"Party."

"Iya, aku tahu. Tapi, aku nggak akan kapok buat mengajak kamu."

"Terima kasih."

"Tapi, tetap nggak mau."

Filia mengulum senyum, menatap sosok tampan Adrian. Dari pertama bertemu, ia sudah suka dengan laki-laki di depannya. Sayangnya, tidak mudah mendapatkannya. Adrian punya serubu satu alasan untuk menolak ajakannya.

"Adrian, kamu menolakku apa karena statusku yang janda?"

Adrian menggeleng. "Nggak ada hubungannya dengan itu. Memang dari dulu nggak suka pesta."

"Laki-laki yang baik, tahunya hanya kerja. Aku yakin, istrimu nanti pasti bahagia. Kalau nggak mau party, bagaimana kalau kamu menemaniku makan aja. Pasti bisa, dong." Filia mengedipkan sebelah mata pada Adrian.

Sebenarnya, kalau mengikuti kata hati, Adrian enggan menemani Filia. Ia membuat rencana di otaknya, bagaimana caranya lolos dari ajakan wanita itu tanpa menyakiti hati. Seolah bisa membaca jalan pikiran Adrian, Vecto mengetuk pintu dan mengatakan hal yang membuatnya gembira.

"Pak, pihak manajemen bertanya, bisakah rapat diadakan satu jam lagi? Ada banyak hal yang sedang dipersiapkan."

Adrian mengangguk. "Bisa. Kebetulan sedang ada tamu."

Filia tersenyum kecil, perkataan Adrian yang menganggapnya hanya tamu, sedikit mengusik hati dan egonya. Namun, ia berhasil menyembunyikannya dengan baik. Memanfaatkan satu jam yang tersisa untuk mengobrol dengan laki-laki itu. Saat ponsel Adrian yang berada di atas meja menyala dan layarnya terpampang wajah Melva, wanita itu mengernyit.

"Itu kayak wajah artis. Kamu penggemarnya?"

Adrian meraih ponsel. "Iya."

"Wow, nggak nyangka ternyata orang sekaku kamu juga bisa ngefans sama artis. Namanya MJ kalau nggak salah, model dan artis professional. Well, seleramu lumayan."

Untuk kali ini Adrian tidak menyembunyikan tawa bahagianya. Ia menemani Filia mengobrol, tentang bisnis, dan berbagai berita ekonomi. Ia selalu menghargai Filia sebagai pebisnis wanita yang hebat. Meski lahir dari keluarga konglomerat, tapi wanita itu tetap bekerja dengan keras. Membuktikan kalau tidak selamanya, orang akan semea-mena dengan warisan.

Filia pamit 20 menit menjelang rapat. Ia mengantar wanita itu hingga ke teras kantor dan mengangguk sopan saat lagi-lagi ditawari datang ke pesta. Ia datang kemari untuk menyelesaikan masalah bisnis dan tidak akan membuang waktu untuk bersenang-senang.

**

Melva menatap laki-laki tampan di hadapannya. Ia merasakan dorongan untuk menjerit dan mengamuk, mengusir laki-laki itu. Bagaimana tidak, sudah hampir satu jam Luke mengoceh dan sampai sekarang belum berhenti.

"Lain kali, kalau kamu mau kencan, ajak aku. Jangan hanya berdua."

Ia memutar bola mata, merasa sedikit kesal karena sikap posesif Luke.

"Kami hanya menjalin chemistry. Itu saja."

"Menurutmu hanya itu saja, tapi nggak untuk para nitizen. Mereka tahunya kalian berdua bersama, yang artinya, ya, pacaran!" Suara Luke terdengar nyaring diikuti rasa kesal.

Melva memijat dahi, pusing mendengar ocehan tentang dirinya dan Neo. Tidak cukup hanya mamanya yang marah, kini ditambah Luke. Belum lagi wartawan yang selalu mengusiknya. Padahal, yang ia lukan tak lebih dari mengajak juniornya makan dan nonton. Bukan melakukan hal besar sampai dianggap pantas untuk dimarahi semua orang.

"Luke, sudahlah. Yang pasti aku sama Neo nggak ada masalah."

Mereka mengobrol di lokasi syuting yang berada di sebuah perkantoran. Kebetulan hari ini tidak ada jadwal Neo, membuat Melva sedikit lega. Ia tidak tahu, apa yang akan terjadi kalau sampai Luke bertemu lawan mainnya itu.

"Memang nggak ada masalah. Tapi, aku bisa lihat dia suka sama kamu."

Luke melanjutkan ucapannya panjang lebar, bukan hanya membahas Neo tapi juga segala macam hal termasuk larangan bagi Melva untuk sembarangan pergi dengan laki-laki lain. Seakan-akan Luke adalah papa sekaligus pacar Melva. Bahkan Talia yang mendengar ucapan laki-laki itu hanya bisa mendengarkan tanpa kata.

"Talia, kamu sudah bereskan barang-barang kita? Sebentar lagi kita pulang."

Talia mengangguk ke arah Melva. "Sudah, Kak."

"Aku antar." Luke menawarkan diri.

Melva tersenyum. "Nggak usah, ada yang jemput."

"Siapa?"

Melva enggan menjawab, karena sebenarnya memang tidak ada yang menjemput. Hanya saja, ia sedang tidak ingin bersama Luke dan mendengarkan ocehan laki-laki itu. Perhatian mereka terpecah saat sebuah mobil mewah warna hitam meluncur masuk ke halaman dan berhenti tidak jauh dari tempat mereka duduk.

Pintu depan membuka dan seorang laki-laki berkacamata turun dan menatap ke arah Melva yang duduk berdampingan dengan Luke.

"Adrian." Melva melonjak dari kursi dan menghampiri laki-laki itu. "Hai, kok tahu aku di sini?"

Adrian membuka kacamata hitamnya. "Dari Talia."

"Oh, pantas saja dia menolak untuk membawa mobil hari ini. Ternyata kamu jemput."

Adrian mengalihkan pandangan dari tunanganya ke arah laki-laki tampan yang kini mendekat. Mereka saling pandang dan Adrian bisa merasakan permusuhan darin binar mata laki-laki itu.

"Siapa dia, MJ?"

Melva tertawa lirih. "Luke, kenalkan ini Adrian dan Adrian, ini Luke."

Meski sudah dikenalkan, keduanya tetap berdiri tanpa senyum, apalagi berjabat tangan.

"Nggak usah jemput, MJ. Aku yang akan mengantarnya pulang," ucap Luke.

Adrian mengangkat sebelah alis, mengalihkan pandangan pada Melva. "Kamu nggak bilang sama dia sudah bertunangan?"

Melva menggigit bibir dan menggeleng. "Belum."

"Kenapa?"

"Ya, belum menemukan waktu yang cocok."

"Kalau begitu, sekarang bilang sama dia."

"Eh."

"Apa?" tanya Luke kebingungan. "Bilang apa sama aku, MJ?"

Melva menghela napas panjang, menatap Adrian yang berdiri menjulang dengan wajah tidak senang. Ia merasa terjebak pada dua laki-laki yang bersikap kekanak-kanakan. Tidak ingin memperpanjang masalah, ia berucap lembut pada Luke.

"Kenalkan, Luk. Ini Adrian, tunanganku."

Luke melongo. "Apa! Tunangan kamu?"

Melva mengangguk lemah. "Iya, tuanganku."

"Kami akan menikah bulan depan. Karena itu, aku yang paling berhak menjemputnya. Ayo, MJ."

Adrian meraih lengan Melva dan membawanya masuk ke jok belakang. Talia yang sedari tadi terdiam, masuk ke jok depan dan duduk bersebelahan dengan Vector. Mereka meninggalkan tempat syuting diiringi tatapan kebingungan milik Luke.

**

Di Karya Karsa sudah tersedia sampai bab 13

How To Seduce My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang