Bab 4a

3.5K 525 61
                                    

Bukan pertemuan keluarga biasa, lebih mendekati ke acara memamerkan calon istri Adrian, itu yang dipikirkan Melva saat dirinya dibawa berkeliling oleh calon mertuanya. Wanita berumur setengah abad yang kecantikannya tidak pudar oleh waktu, menggandeng lengannya dengan rasa bangga terpancar. Mengatakan keras-keras pada semua orang di ruangan kalau Melva adalah menantu idaman.

"Sudah cantik, baik, terkenal lagi. Di mana lagi akan mendapatkan menantu seperti ini? Adrian beruntung mendapatkannya."

Tugas Melva hanya tersenyum dan mengangguk, menerima berbagai pujian yang sudah biasa ia dengar. Meski sudah bertahun-tahun tidak bertemu tapi keramahan Laily tidak berubah padanya. Perlakuan dan sikapnya masih sebaik dulu. Begitu pula Nadav, sang suami. Laki-laki tampan dengan rambut dihiasi uban itu, terlihat sama tampan dan berwibawa seperti Adrian.

"Kak, masih ingat aku?" Seorang gadis cantik berumur awal dua puluhan menyapa riang.

Melva mengernyit lalu teringat gadis kecil yang dulu selalu mengikuti kemana pun ia pergi.

"Agnes?"

Gadis itu tersenyum. "Iya, ini aku." Membuka lengan lebar-lebar, Agnes memeluk Melva tanpa sungkan. "Ya, ampun. Senang banget bisa lihat kamu langsung, Kak. Selama ini aku cuma lihat di TV atau bioskop. Lihat berita soal kamu ada di mana mana dan merasa bangga pernah kenal waktu kecil."

Melva memeluk Agnes dengan erat. Ia selalu menyukai gadis kecil nan imut yang selalu mengikutinya ke mana pun. Siapa sangka, kini mereka bertemu setelah bertahun tahun berpisah.

"Aku senang ketemu kamu. Cari waktu, kita mengobrol," bisik Melva.

"Oke, aku menunggu. Waktu Mama untuk memamerkanmu pada keluarga besar kami belum selesai." Agnes terkikik dan membiarkan Melva digandeng pergi oleh sang mama.

Selama berkenalan dengan para kerabat, Melva menyadari kalau Adrian sama sekali tidak ada niat menemaninya. Laki-laki itu berdiri di pojok ruangan, dengan gelas tinggi di tangan. Hanya mengamati keriuhan suasana tanpa bicara.

Saat Laily sibuk menjawab pertanyaan dari para wanita yang ingin tahu tentang rencana pernikahan, Melva berdiri di dekat sofa. Ia hendak mencari Adrian saat terdengar teguran halus.

"Oh, ini MJ, sang artis terkenal. Senang bisa mengenalmu." Seorang wanita tinggi dengan rambut kepirangan panjang, tersenyum padanya. "Kenalkan, aku sepupu jauh Adrian. Namaku Nikita."

Melva menyambut uluran tangannya. "Hallo."

Nikita dengan terang-terangan mengamatinya dari atas ke bawah dengan senyum tersungging. "Cantik, pantas Adrian mau dijodohkan denganmu."

Menganggap itu sebuah pujian, Melva hanya tersenyum.

"Asal kamu tahu, MJ. Seorang pengusaha besar seperti Adrian, membutuhkan wanita yang tangguh untuk menemani. Aku nggak yakin kamu mampu."

Untuk kali ini Melva tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Wanita di depannya sedang menilainya dengan terang-terangan, mencoba menguji nyalinya. Ia memang seorang artis, tapi tidak lantas begitu saja bisa diremehkan. Mengibaskan rambutnya, Melva tersenyum manis.

"Kamu tahu nggak modal utama dari seorang istri pengusaha?"

"Pintar.

"Bukan, tapi cantik." Melihat Nikita melotot, Melva tersenyum makin lebar. "Saat Adrian menggandengku, bisa kupastikan setiap orang yang bertemu tidak akan pernah bertanya bagaimana bisnisnya, melainkan satu hal. Apa itu? Aku." Melva menunjuk dirinya dengan bangga. "Wow, Tuan Adrian, ternyata istrinya sangat cantik dan terkenal. Well, itu sudah cukup untuk suamiku nanti."

Nikita mengepalkan tangan, memendam amarah. "Sungguh, kamu wanita pertama yang aku temui dan ternyata tidak tahu malu. Membanggakan kecantikan?"

"Itu aset utama! Nggak semua orang dilahirkan cantik dan terkenal!"

"Sombong!"

"Kamu yang memulai. Lain kali, mikir dulu sebelum ingin menjatuhkan orang lain."

Mereka saling pandang dengan sinis. Melva tidak akan mengalah oleh tekanan yang sengaja diberikan wanita itu padanya. Bertahun-tahun ia menjadi artis, menjalani kehidupan penuh tantangan, dan belum lagi harus menghadapi haters. Ejekan seorang Nikita yang bukan siapa-siapa, tidak akan menjatuhkan mentalnya.

"Kalian sedang bicara apa?"

Adrian mendekat, memandang bergantian dua wanita di depannya. Nikita mengalihkan pandangan dari Melva pada Adrian.

"Aku sedang berusaha akrab dengan calon istrimu, Adrian. Kesempatan bagus untuk mengenal seorang artis ternama."

Adrian membalikkan tubuh, mengulurkan tangan dan meraih lengan Melva. "Kita ke sana, temui Nenek."

Menganggap seolah tidak ada Nikita, Adrian menggiring Melva pergi. Tidak melihat bagaimana ganasnya pandangan Nikita yang diarahkan ke mereka.

Seorang wanita bertubuh subuh dengan perhiasan gemerlap dan kipas di tangan. Menghampiri Nikita dan menepuk punggungnya lembut. "Kenapa, Sayang? Merasa kalah?"

Nikita menggeleng. "Nggak, Ma. Kesal saja sama Adrian. Bisa-bisanya dia ingin menikahi wanita itu. Selama ini aku selalu mengira kalau Adrian punya standar tinggi terhadap wanita, ternyata seleranya hanya seorang artis."

"Ini bukan salah Adrian sepenuhnya. Dia menikahi MJ karena paksaan orang tuanya."

Nikita menatap mamanya dengan pandangan tidak percaya. Rencana perjodohan ini sungguh menggelikan menurutnya.

"Ma, Adrian itu laki-laki dewasa yang bertanggung jawab atas hidupnya sendiri. Dia tangguh, dan hebat dalam berbisnis. Mama kira, dia mau begitu saja dijodohkan kalau bukan karena alasan tertentu? Sedangkan dia bisa mendapatkan wanita mana pun yang dimau."

Menatap ke arah Adrian yang sekarang berdiri berdampingan bersama Melva di depan seorang wanita tua, Sofia menghela napas panjang, membuka kipas dan mengayunkan di depan wajahnya. Ruangan memang berpendingin, tapi tetap saja ia merasa gerah.

"Perkataanmu benar, pasti ada perjanjian tertentu antara Adrian dan orang tuanya. Kalau tidak, nggak akan orang seperti dia menikahi artis."

"Akhirnya, Mama mengerti apa maksudku."

Nikita tersenyum, mencatat dalam hati akan mencari tahu apa yang terjadi dengan Adrian. Ia akan membongkar semua hal yang berkaitan dengan perjodohan yang dirasa tidak masuk akal ini. Bagaimana pun, seorang yang berintegritas seperti Adrian, tidak akan mudah ditekan meski oleh orang tuanya. Ia yakin, di balik perjodohan ini, tersembunyi hal rahasia dan ia akan mencari tahu.

Melva sedang bicara dengan Nenek calon suaminya. Tapi, ia merasa kalau punggungnya panas. Ia yakin saat ini Nikita sedang memandangnya, bisa jadi sambil memaki. Penasaran, ia menoleh ke belakang dan mendapati dugaannya benar.

"Ada apa?" tanya Adrian.

"Nggak ada, cuma ngrasa punggung panas."

Adrian mengernyit. "AC kurang dingin?"

"Oh, bukan. Kayak lagi banyak setan berkeliling trus nusuk-nusuk punggungku."

Melihat tatapan tidak mengerti dari calon suaminya, Melva tertawa. Menyadari kekonyolan ucapannya.

"Kapan kalian akan menikah?" tanya sang nenek.

"Dua bulan lagi, Nek." Adrian yang menjawab.

"Bagus, lebih cepat lebih baik. Aku sudah tidak sabar menimang bayi kalian."

Raut wajah sang nenek menyiratkan kegembiraan, dengan Melva tersenyum canggung. Pertama kalinya ia datang ke rumah seorang laki-laki dan membahas tentang anak. Peristiwa yang luar biasa menurutnya. Ia memang sering datang ke rumah calon mertua, tapi itu hanya ada di dunia film, bukan kenyataan.

**

Di karya karsa, cerita ini sudah di update sampai part 7. Cukup membayar 2500 untuk membuka koin. Di wattpad akan tetap update sesuai jadwal, seminggu dua kali, satu bab.

How To Seduce My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang