Jari-jari itu menelusuri rak gondola pada setiap sisi supermarket. Netra birunya fokus membaca setiap hiragana yang tertulis pada label kotak susu. Hingga, jarinya berhenti pada salah satu kotak susu yang menjadi tujuannya hari ini. Namun, ada orang lain yang menahannya untuk mengambil susu kotak tersebut.
Naruto menoleh, mendapati seseorang memandang bingung ke arahnya. Melempar tatapan peringatan, sebagai tanda bahwa ia merupakan orang yang akan mengambil susu kotak ini bagaimanapun caranya.
"Maaf," kata lelaki itu, sembari menggaruk tengkuk leher. "Aku akan mengambil sisi yang lain." Memilih mengalah, Toneri tidak ingin mencari keributan. Tatapan mata itu begitu menusuk, orang asing di depannya terlihat tidak ingin mengalah. Mungkin, karena persediaan susu stroberi hari ini hanya tersisa beberapa kotak.
"Ah, aku hanya ingin mengambil beberapa," sahut Naruto, sembari memasukkan lima kotak susu ke dalam keranjang miliknya. Ia memandangi lelaki itu yang tersenyum ramahtamah padanya. Sesaat, ia merasa bersalah karena telah menjadi orang yang buruk.
"Terimakasih, aku benar-benar bingung saat kau ingin mengambil semuanya." Lelaki itu mengambil sisa kotak susu stroberi untuk dimasukkan ke dalam keranjang. Toneri mengedar pandangan sekitar, tengah berpikir untuk membeli jenis camilan apalagi. "Seseorang yang aku sayangi sangat menyukai susu stroberi. Setiap kali aku memberi banyak camilan, dia akan menggerutu kesal karena tidak ada minuman yang dia sukai."
Itu bukan sesuatu yang penting bagi Naruto untuk didengar. Meskipun ia menerima sikap ramah demikian, tetap saja tidak merasa cocok dengan lelaki tersebut. Ia tersentak saat menemukan cincin di jari manis lelaki itu, sekarang dia mengerti kenapa lelaki asing ini tengah berbunga-bunga dalam menceritakan pujaan hati.
"Sampai jumpa ... terimakasih atas kebaikanmu." Toneri melambaikan tangan pada Naruto. Meskipun acuh tak acuk sikap yang dibalas, namun ia merasa senang karena kebaikan lelaki pirang tersebut.
Keningnya mengernyit bingung. Memutuskan untuk menelusuri kembali rak gondola, daripada bertemu lelaki asing itu kembali di kasir. "Ah ... ini sama saja membuang-buang waktu." Melirik dari ujung mata, bermuram durja saat melihat lelaki itu tengah tertawa pada petugas kasir di sana.
◊◊◊◊
Sesuatu yang tidak terduga, terkadang sering sekali muncul. Naruto selalu mempercayai hal demikian. Selama dia bekerja, sesuatu yang tidak terduga terkadang sangat menyebalkan. Seperti halnya saat ini. Ia bertemu kembali dengan lelaki asing itu di apartemen Mimaru. Dan sekarang, mereka berada di dalam lift yang sama. Sialnya, lift itu hanya diisi oleh mereka berdua.
Toneri berdeham, suasana di dalam sini benar-benar jauh lebih canggung daripada saat di supermarket. Hawa yang dikeluarkan oleh lelaki pirang itu semakin lama semakin dingin. "Anda ingin menuju lantai berapa?" alih-alih dapat mencairkan suasana.
"Lantai dua," jawab Naruto ketus.
"Tujuan kita sama!"
Lelaki pirang itu tersentak, memandang barang bawaan lelaki di sampingnya. Naruto mengerjap, hal itu mampu membuat lelaki di sampingnya memandang bingung. "Setidaknya kita tidak memiliki nomor tujuan yang sama."
Lift bergerak naik ke atas. Hening mendominasi dalam benda itu. Tepat setelah suara yang dihasilkan lift berbunyi. Langkah kaki mereka sama-sama bergerak untuk keluar dari tempat itu segera. Naruto menghentikan langkah kaki lebih dulu. Merasa bahwa dirinya diikuti oleh lelaki asing itu. Baginya ini bukan kebetulan, pula tidak berharap bahwa ini kesengajaan.
"Hei," panggilnya. Sengaja berhenti tepat saat di depan pintu apartemen Hinata. "Apa kau penguntit?"
"Saya tidak mengerti maksud Anda."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNBELIEVE
FanfictionKetika dia selamat dari kecelakaan, tanpa ada luka sama sekali, orang-orang menganggap bahwa itu merupakan suatu keberuntungan. Namun tidak bagi Naruto, meskipun saat itu dia sedang mabuk. Mata masih sempat memandang seorang gadis tengah menolongnya...