Helaan napas terdengar berat dari gadis itu. Dua pasang mata tengah memandang demi penjelasan. Merasa dipojokkan, tentu merupakan hal yang paling menyebalkan. Pula, pikiran akan karuan karena tidak dapat menyusun kata untuk berdalih.
Naruto melipat kedua tangan di depan dada, tengah memandang gadis yang menunduk padanya. "Ah ... bagaimana cara memaksa Hinata Hyuuga untuk berbicara dengan jujur?" gumamnya, kalimat itu justru terdengar seperti mengejek gadis tersebut. Ia mengambil langkah untuk melihat dengan jelas. "Apa yang kau takutkan padaku jika kau berbicara dengan jujur?"
Tahu atau tidak, mungkin bukanlah hal yang penting bagi Naruto. Tetapi, terselip perasaan rasa ingin tahu ̶ ̶ tentang apa yang diduga. Ia berharap bahwa itu adalah benar Hinata Hyuuga yang menolongnya saat itu. Perasaan ini sulit jelaskan ̶ ̶ bagaimana hati memaksa demikian, namun tidak jauh dari harapan.
"Kau akan percaya kalau itu adalah benar?" Gadis itu mendongak, suaranya terdengar agak lirih mengusik telinga lelaki pirang itu. "Orang-orang akan menganggap aneh pada kami," sahut Hinata. Naruto memperhatikan gelagat tidak nyaman dari gadis itu. "Aku sudah berjanji pada kakakku untuk tidak memberitahu siapa pun."
Gadis itu menggosok lengannya. Naruto memandang gestur tubuh tengah gemetar. Ini tidak seperti Hinata yang ia tahu, gadis itu tengah mencoba menutup sesuatu darinya. Percuma memang, jika berdalih pada situasi seperti ini.
"Meskipun aku tidak sepenuhnya sadar, tetapi saat itu sungguh tidak asing." Naruto mengambil duduk pada lantai dengan bersila, mengalah pada diri sendiri agar gadis itu terbuka. "Sejujurnya, ketika melihat CV yang diberikan Itachi, aku merasa tidak asing dengan wajahmu. Ada sesuatu yang aneh saat melihat fotomu di sana, seolah-olah kita memang bertemu sebelumnya."
Pupil mata itu melebar. Naruto tersenyum melihat ekspresi dari gadis itu, mendongak agar melihat lebih jelas. Merasa senang ketika Hinata mengambil duduk di depannya dengan bersimpuh. Sementara Naruko, tengah membelai kucing yang datang menggosok kakinya
"Benarkah?" sahut gadis itu. "Pada saat pertemuan kita di Nippon, aku sengaja berdalih padamu saat mengambil langkah jauh. Alasanku, adalah ingin melihat apakah kau baik-baik saja. Ternyata kau benar-benar selamat."
Sedikit mengubah suasana, dengan tidak memojokkan gadis itu. Dia merasa senang, karena gadis itu perlahan sedikit terbuka padanya. Sungguh sangat mudah mengubah suasana hati Hinata Hyuuga, bersikap lebih baik seperti sedang menasihati anak-anak yang baru saja melakukan kesalahan.
"Aku tidak tahu, apa yang akan terjadi jika kau tidak ada di sana," kata Naruto. Mendongkak, seolah-olah tengah memikirkan sesuatu. "Meskipun begitu, sepertinya aku harus mengucapkan terimakasih padamu. Aku merasa seperti orang jahat jika tidak melakukan hal itu padamu. Ya ... meskipun kau agak menyebalkan. Lalu ̶ ̶"
Pandangan itu teralihkan ketika Hinata mendekat padanya, sembari memegang lengan baju yang digulung. Naruto tersentak ketika di sana terdapat luka, sikunya berdarah. Ia tidak menyadari kapan ada luka di sana. Netranya menatap fokus pada tangan Hinata yang bersinar, gadis itu mengobati luka kecil tersebut tanpa meninggalkan bekas.
"Meskipun luka ringan, tetap saja harus diobati."
Mata takjub memandang pada apa yang dilihat. Naruto mendengkus kesal ketika sang adik merapatkan diri ke arahnya, serupa memandang takjub pada Hinata.
"Terimakasih," kata lelaki pirang itu dengan malu.
Naruko tertawa kecil, sembari menggoda ketika mata itu memandang jengah. Kakaknya memang tidak salah memilih gadis itu sebagai kekasihnya. Ia akan menjadi orang nomor satu yang akan mendukung hubungan kedua orang itu. "Mukamu sangat menyebalkan kalau sedang tersipu."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNBELIEVE
FanficKetika dia selamat dari kecelakaan, tanpa ada luka sama sekali, orang-orang menganggap bahwa itu merupakan suatu keberuntungan. Namun tidak bagi Naruto, meskipun saat itu dia sedang mabuk. Mata masih sempat memandang seorang gadis tengah menolongnya...