Hinata tidak mengerti dengan isi kepala lelaki pirang itu. Ketika ia mengambil langkah ketiga dari depan pintu kantor, Naruto berdiri menghalangi jalan untuk masuk ke dalam. Ke mana ia bergerak hendak mengambil langkah, lelaki itu selalu menghadang jalan.
Muram durja berganti, kening mengernyit bingung memandang lelaki pirang itu. "Apa yang terjadi?" tanyanya ketus. "Biarkan aku masuk!"
Sepatu heels itu agak mengganggu telinga ketika sengaja memantakkan dengan kuat. Naruto berusaha menahan emosi menghadapi sikap menyebalkan gadis itu. "Tidak boleh," katanya, hal itu mampu membuat gadis itu bergeming memandang. "Kau masih sakit, akan sangat repot jika kau pingsan mendadak. Pekerjaanku juga akan bertambah jika kau masuk rumah sakit, lebih baik kau istirahat saja di rumah. Jangan kembali ke mari, sampai aku memanggilmu untuk bekerja."
Gadis itu mengerjap memandang, lalu mengedar pandangan sekitar. Banyak orang tengah berseliweran di dalam kantor. Ini agak membingungkan, ketika sifat lelaki pirang itu terus terang. Tahu bahwa apa yang dipermasalahkan oleh Uzumaki Naruto adalah kemarin malam. Padahal ia baik-baik saja, dan beberapa hari lalu juga tidak bekerja karena sakit. Rasanya tidak enak, jika dalam minggu yang sama tidak kembali bekerja karena alasan yang sama. Belum lagi, statusnya di sini adalah anak magang.
"Aku baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Hinata mengambil langkah, menepis tangan yang menghalangi jalan. Tetapi, lelaki itu menarik kerah bajunya untuk tetap berdiri di depan kantor. Naruto benar-benar serius dalam hal ini.
"Dengar, aku tidak ingin mengulang kalimatku!" hardiknya. Ia menarik gadis itu untuk keluar dari kantor, membawa tempat ke arah parkir mobil, dan mendorong tubuh mungil itu paksa agar masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil, suara teriakan khas perempuan mengusik telinga Code. Ia menarik bibir itu hingga berbentuk seperti moncong bebek, sembari mendesis agar tetap diam. "Jangan melawan orang yang memiliki kepala batu, itu akan sia-sia. Lebih baik ikuti saja perintahnya."
Code mendesis ketika mendapatkan pukulan tepat di tangannya. Tersentak saat mendapati tatapan peringatan Hinata Hyuuga. Sadar akan sesuatu, ia segera mengunci mobil dari tempat duduknya. Tidak peduli ketika gadis itu berusaha keluar dengan memukul jendela mobil. Sementara dari pantulan jendela, Naruto tampak tenang dengan mimik datar terkesan menusuk memandang mereka.
"Sudahlah, anggap saja ini liburan. Kau beruntung mendapat izin langsung untuk libur, ini momen yang langka. Seharusnya kau nikmati saja."
"Meskipun begitu, ini terlihat tidak menyenangkan." Menghela napas, sembari menyandarkan punggung selemas mungkin pada kursi. Tampak berpikir ̶ ̶ kegiatan apa yang harus dilakukan saat di rumah. Meskipun ia memiliki pikiran, bahwa kerja itu merupakan hal yang membosankan. Tetapi, mood yang tidak konsisten sangat menyebalkan jika muncul di saat yang tidak tepat.
"Menyerahlah ...." Lelaki itu bermuram durja, muka tampak jauh lebih kusut ketika melihat gadis itu lebih murung darinya. Kedua kantung mata hitam, akibat kerja lembur. Code mengumpat dalam hati, ketika Hinata tidak mengindahkan semua apa yang didapat dengan percuma.
Helaan napas terdengar berat dari Hinata. Jari-jarinya menyisir poni rata yang menutup dahi ke belakang. Refleks menoleh, ketika mendengar suara tawa yang ditahan dari lelaki berambut merah itu. "Apa yang kau lihat!" ketusnya, tetapi Code tergelak.
"Tidak, tidak ... bukan apa-apa," jawab lelaki itu. "Bentuk wajahmu bulat, sangat tidak cocok jika kau marah. Justru terlihat, seperti anak kecil yang tidak dibelikan cokelat oleh ibunya."
Kesal bukan main, gadis itu menginjak pantofel menggunakan ujung heels. Code memekik, membalas tatapan peringatan itu. Tetapi, Hinata justru tidak gentar melihat. Semakin lama, ia semakin terbiasa dengan sifat menyebalkan lelaki itu. Ia juga memberi tatapan peringatan pada lelaki pirang itu yang masih berdiri di samping mobil. Tidak tahu, apakah Naruto melihat atau tidak, ia hanya ingin menunjukkan unjuk rasa dirinya pada lelaki pirang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNBELIEVE
FanfictionKetika dia selamat dari kecelakaan, tanpa ada luka sama sekali, orang-orang menganggap bahwa itu merupakan suatu keberuntungan. Namun tidak bagi Naruto, meskipun saat itu dia sedang mabuk. Mata masih sempat memandang seorang gadis tengah menolongnya...