03). Ellangga Dirgantara

68 2 1
                                    

Kunyahan siomay di mulut Mina kontan terhenti ketika Rindu meluncurkan satu kalimat singkat yang sayangnya membuat lambung Mina jadi tak berselera menerima makanan.

"Apa?! Kamu ketemu sama Ellangga-Ellanga itu?!" pekik Mina sembari kesusahan menelan siomay yang belum dikunyahnya dengan benar.

"Kak Ellangga, pakai embel-embel 'Kak', dia kakak kelas kita," koreksi Rindu yang kemudian kembali melanjutkan ceritanya saat bertemu kak Ellangga di UKS tadi. Tak lupa menceritakan pasal ucapan terakhir kak Ellangga yang berkata bahwa ia akan kembali menemui dirinya. Hati Rindu sedari tadi gelisah memikirkan apa yang harus ia lakukan jikalau benar dirinya dan kak Ellangga kembali bertemu.

"Tapi Kak Ellangga nggak tau kelas kita, 'kan?"

Rindu menggeleng disusul dengan helaan napas berat. "Makin ruwet aja masalah aku," lirihnya. Rindu menatap langit siang yang begitu terik dengan harapan bahwa sejenak pikiran ruwetnya bisa teralihkan.

Di bawah naungan pohon mangga, Rindu dan Mina duduk di atas kursi panjang besi dalam diam. Menikmati hening yang Mina biarkan tercipta karena dia bingung mau merespon apa atas keluhan sahabatnya ini. Sejujurnya Mina merasa bersalah, karena dirinyalah yang memberi Rindu tantangan untuk menelpon Kak Barga malam itu. Bisa dibilang semua pikiran yang membuat Rindu tak nyaman ini adalah karena ulahnya.

"Kok diam?" tanya Rindu melirik Mina yang menundukkan kepala.

"Aku merasa bersalah sama kamu, Ndu. Gara-gara aku, kamu jadi banyak pikiran. Aku minta maaf, ya, Ndu." Mina menatap Rindu penuh rasa bersalah.

"Hei, kenapa gara-gara kamu?" Rindu menyentuh punggung tangan Mina. "Gara-gara Kak Barga, tuh, yang ngasih aku nomor orang sembarangan, makanya sekarang aku dihadapkan rasa galau dan jengkel dalam waktu yang bersamaan kayak gini. Bukan salah kamu Mina," jelas Rindu meyakinkan Mina bahwa dirinya tak bersalah. Lagipula memang benar Mina tak bersalah, seharusnya Rindu tak perlu ambil pusing soal kak Barga yang tak memberikannya nomor cowok itu, atau soal seringaian kak Ellangga yang sangat menyebalkan itu. Rindu hanya perlu mengabaikannya saja, tapi ia tak mampu melakukannya. Jadi ... Rindu juga yang salah.

"Assalamualaikum! Aduh ada apa, nih, kok tatap-tatapan?"

Suara Caca terdengar mendekat ke arah Rindu dan Mina yang terperanjat di tempatnya. "Wa'alaikumsalam," jawab mereka berdua, kompak dengan raut terkejutnya masing-masing.

"Caca? Kamu sudah selesai lombanya? Gimana? Gimana hasilnya?" Caca langsung mengambil tempat di tengah-tengah Rindu dan Mina, menjawab pertanyaan Rindu dengan senyuman lebar.

"Udah! Alhamdulillah, komentar para juri pada positif semua. Aku jadi nggak overthinking, deh."

Hari ini Caca ada lomba menyanyi mewakili sekolahnya di gedung Gubernur Kota Lampung. Sudah hampir dua bulan terakhir ini Caca berlatih vokal dengan Bu Ria--ketua ekskul paduan suara. Beberapa kali juga Caca berlatih di depan Rindu dan Mina, dan mereka berdua mengakui kemampuan bernyanyi Caca. Mereka percaya Caca pasti mampu menyelesaikan lombanya dengan baik.

"Alhamdulillah ... pengumuman pemenangnya minggu depan, ya?" Kini giliran Mina yang bertanya, dan Caca segera mengangguk.

"Doakan aku ya, teman-teman."

Setelah melafalkan do'a dan mengamininya bersama, Caca sekarang yang gantian bertanya, "Tadi kalian lagi bahas apa? Kok kayaknya serius banget, kayak lagi syuting sinetron."

Rindu dan Mina saling melempar tatapan sebentar. Rindu dengan tatapan meminta Mina untuk merahasiakan apa yang mereka bahas tadi. Sedangkan Mina dengan tatapan datarnya.

Sepersekian detik kemudian Mina mulai menceritakan awal pertemuan Rindu dengan kak Ellangga, lengkap tanpa ada satu detail pun yang tertinggal. Mata Rindu sudah berkedut menahan rasa kesal, tapi teralihkan oleh pelototan Caca yang dilayangkan kepadanya.

45 Hari; Diharapkan Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang