15). Salah Telepon Lagi

50 2 0
                                    

“Satu mobil, dua motor.” Rindu menghitung kendaraan yang baru saja lewat di depannya, sembari menunggu kak Ela yang belum juga sampai. Kemarin kak Ela berjanji akan menjemput Rindu jam 09.00 pagi, untuk itu Rindu disuruh bersiap-siap dan mandi lebih awal. Itulah yang Rindu lakukan hari ini, ia sudah mandi dari jam 06.00 pagi, sudah menyelesaikan semua pekerjaan rumah seperti; mencuci baju, menyapu-ngepel, serta mencuci piring bekas sarapan. Namun, kini sudah pukul 09.23, kak Ela tak kunjung datang. Rindu sampai rela menunggu kak Ela di depan komplek seperti ini lebih dari 25 menit yang lalu.

Ia pun sudah agak lelah berdiri sembari menghitung kendaaan yang lewat. Rindu ambil ponsel di dalam totebag-nya, guna menghubungi kak Ela, siapa tau kak Ela masih tidur.

Saat Rindu berhasil menemukan ponselnya yang tertutupi baju ganti, ia terdiam sejenak melihat antigores ponselnya retak. Kejadian tadi subuh kembali teringat, Rindu jadi malu sendiri. Wajahnya memerah, padahal kak El sedang tidak berada di sini.

Mencoba untuk melupakan hal itu, Rindu bergegas menghubungi kak Ela. Acara bantu-bantu kali ini lebih penting daripada rasa malunya terhadap kak El.

Setelah menunggu sekitar 1 menitan, akhirnya kak Ela mengangkat telpon Rindu.

“Halo, assalamualaikum, Kak Ela. Kak Ela di mana? Aku udah nungguin dari tadi, tapi kak Elanya belum datang-datang. Kaki aku pegel nungguin Kakak di depan komplek.”

Lama sekali hening terjadi, Rindu mengernyit karena kak Ela tak kunjung buka suara. Atau jangan-jangan dia masih tidur, dan mengangkat panggilan Rindu tanpa sadar?

“Halo, Kak? Kakak masih tidur, ya?” tanya Rindu.

Beberapa detik kemudian barulah terdengar suara jawaban dari seberang. “Nggak, udah bangun dari tadi subuh, kok.” Suara itu jauh dari suara feminim khas kak Ela. Perasaan Rindu mulai tak enak karena ia juga sangat familiar dengan suara maskulin itu.

“Yaudah, aku siap-siap dulu, ya. Tunggu aku,” lanjut kak El mematikan panggilan secara sepihak.

Rindu langsung mengecek kembali ponselnya, dan benar saja yang dia telpon adalah kak El bukan kak Ela.

“Aduh, perasaan tadi aku nelpon kak Ela deh!” erang Rindu panik menggigit bibir bawah.

Ia cepat-cepat beralih ke roomchat-nya dengan kak El. Menuliskan pesan singkat yang ia hapus berkali-kali karena bingung ingin menjelaskan apa kepada kak El.

Kak, assalamualaikum…
Maaf banget, Kak. Aku salah nelpon …

Hanya dua pesan itu saja yang berhasil terjun ke gelembung roomchat mereka. Rindu langsung mematikan data, dan kembali memasukkan ponsel ke dalam totebag. Kenapa selalu saja ada hal memalukan yang terjadi antara dirinya dan kak El? dan hal itu selalu berawal dari Rindu.

Lima belas menit kemudian masih tak ada tanda-tanda kak Ela menampakkan batang hidungnya. Ia sudah pasrah jika harus pesan gojek sendiri untuk ke rumah Paman. Mungkin saja kak Ela ada urusan mendadak dan tak bisa menjemput Rindu. Meski kesal, Rindu mencoba untuk memahaminya.

Tin .. tin ..

Dari arah timur terdengar suara klakson motor vespa kuning yang mendekat. Rindu pandangi si penunggang vespa itu. Kak El dengan kemeja kotak-kotak serta dalaman kaus oblong hitam datang melipir ke arahnya.


Cowok itu membuka helm, tersenyum cerah. “Assalamualaikum, Rindu,” salamnya.

Rindu mati kutu. Rasanya ia ingin lari ke rumah saat ini juga, saking tak siapnya bertemu dengan kak El. Sudah tidak perlu heran lagi dengan sikap cowok itu yang tak pernah ada waras-warasnya. Di tanggal merah seperti ini, kak El datang di depan komplek perumahan Rindu hanya karena Rindu salah menelponnya? Hanya orang edan yang mampu melakukan itu.

45 Hari; Diharapkan Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang