05). Dia Kembali?

62 2 0
                                    

Canggung.

Rindu turun dari bis bersama kak El di belakangnya, kemudian saat bis kembali melindas aspal, mata mereka tak sengaja bertemu. "Ekhem, rumahku masih harus jalan lagi ke arah sana." Rindu menunjuk gang menuju komplek perumahannya.

El menatap arah telunjuk Rindu, dia mengerling seakan mengenal tempat yang ditunjuk Rindu.

"Kak El anterin aku sampai sini aja."

El kembali menatap Rindu yang gelisah karena canggung masih menyelimuti mereka. El tau gadis di hadapannya ini merasa tak nyaman karena sedari tadi El kebanyakan diam di dalam bis. Dia tak mengganggu Rindu seperti biasa, cowok itu larut dalam lamunan mempertanyakan hal yang Rindu tanyakan; Kenapa dia mengganggu Rindu? Apa dia menyukai Rindu? Ha? Mana mungkin. El tidak secepat itu jatuh cinta kepada orang lain. Apalagi ini Rindu. Gadis yang tidak masuk ke dalam kriteria wanita idealnya sama sekali.

"Oke. Aku anterin kamunya sampai sini aja."

Rindu menghembuskan napas lega, ia kira kak El akan bersikukuh mengantarkan Rindu sampai depan rumah. Hal itu dapat membuat Rindu semakin merasa canggung. Seiring perjalanan menuju rumahnya, Rindu merasa kak El marah kepadanya karena Rindu menolak ajakkan pria itu untuk berteman.

"Kakak pulangnya naik apa?"

"Kenapa nanya? Khawatir ya?" Nada tengil itu semakin membuat sesak di dada Rindu memudar. Suasana jadi agak lumayan mencair, tak sekaku beberapa waktu lalu.

"Nggak. Aku duluan, ya. Makasih, Kak, sudah mau antar aku sampai di sini." Rindu mengeratkan gendongan tasnya.

El manggut-manggut. "Iya, kembali kasih."

Sebelum pergi Rindu sempatkan diri untuk kembali mengucapkan salam perpisahan. Karena ia harap ini benar-benar pertemuan terakhir mereka. Rindu harus meninggalkan kesan baik dan sopan. "Em, sekali lagi maaf atas telpon yang tak diundang malam itu. Semoga kita bisa jadi kakak dan adik kelas yang baik untuk ke depannya."

"Aamiin."

"Aamiin ..." Rindu perlahan berbalik, memberi senyum singkat tanda hormatnya kepada kak El. Setelah mengucapkan salam yang langsung dijawab oleh kak El, Rindu pergi menjauh tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.

El melepas kepergian Rindu dengan perasaan yang biasa-biasa saja. Dia hanya merasa waktunya 5 hari terakhir mendekati adik kelasnya ini tak terbuang sia-sia. Dia cukup terhibur dengan wajah merah padam Rindu ketika menggerutu kepadanya. Setelah ini, El hanya akan kembali ke aktivitasnya sebelum mengenal Rindu. Tak akan ada yang berubah, toh cuma 5 hari dia menghabiskan secuil 24jam-nya bersama Rindu.

El merogoh ponsel dari saku seragam yang kusut akibat tadi di kelas ia lepas untuk menadahkan--dijadikan taplak meja--snack-snack hasil jarahannya dari kantin.

Cowok dengan poni yang hampir menutupi mata itu langsung mengangkat panggilan di ponselnya yang sedari tadi bergetar.

"Lo di mana, asu?"

Tanpa ba-bi-bu orang di seberang meluncurkan pertanyaan tergesa. El mendengus sejenak karena orang di seberang benar-benar tidak tau sopan santun. "Wa'alaikumsalam. Di hatimu, babe," balas El sedikit merasa jijik karena mengucapkan kalimat itu kepada cowok di seberang.

"Najis. Buruan balik, lo harus konsul hari ini kata Papa."

"Yaaaa, otewe."

Setelah itu El mematikan sambungan telpon secara sepihak. Untuk sepersekian detik El menatap kembali arah rumah Rindu tadi. Gadis itu sudah menghilang di balik kelokkan. El berpikir sejenak, langsung pergi saja atau kembali ke rumahnya terlebih dahulu. Tapi karena malas ditanyakan sedang apa dia di sini, El memilih untuk memanggil ojek langganannya saja--bude Iteh.

45 Hari; Diharapkan Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang