Pulpen hitam itu jatuh ke atas lantai, tergelincir dari tangan sang pemilik, dan dibiarkan menggelinding begitu saja tanpa ada niatan untuk segera memungutnya.
Bersamaan dengan itu pula terdengar salam terakhir Bu Gursnidar menutup jam pelajarannya hari ini. Kemudian wanita berkacamata tersebut melenggang pergi tak lupa mengukir senyuman manis.
Meskipun beliau adalah guru bidang studi matematika. Namun, tak ada kesan killer-nya sama sekali seperti yang sering digambarkan pada novel-novel remaja pda umumnya.
Bu Gusnidar selalu sabar menghadapi murid-muridnya, dan selalu berusaha membangun suasana kelas produktif versi asik yang berhasil membuat waktu belajar di kelas tak terasa membosankan. Karena bagi beliau matematika itu mudah jika belajarnya tanpa tekanan. Jadilah setiap pelajaran Bu Gusnidar tidak ada lagi anak murid yang diam-diam tertidur, atau tidak dengan fokus memperhatikan penjelasannya.
Namun mungkin beda dengan Rindu kali ini. Gadis itu masih menatap kosong papan tulis yang sedang dihapus coretannya oleh Kalea si sekretaris kelas. Beberapa kali helaan napas lolos begitu saja dengan gusar. Garis hitam pekat menggelantung di kantung mata Rindu yang terlihat sayu pagi ini.
Mina di sampingnya juga ikut lelah melihat sahabatnya ini tak kunjung move on dari kejadian malam itu. "Pena kamu jatuh, tuh," ujar Mina sembari menoel pelan lengan Rindu, tapi hal itu tak berhasil mengembalikan fokusnya. Alhasil Minalah yang mengambil pulpen tersebut.
"Kok Kak Barga ngasih nomor orang yang nggak aku kenal, ya, Na. Apa Kak Barga sengaja ngasih nomor orang lain supaya aku nggak ganggu dia." Rindu berucap dengan raut sedih. Dua harian ini, ia memikirkan alasan kenapa Kak Barga malah memberikannya nomor orang tak dikenal, bukannya nomor ponsel cowok itu sendiri.
Apakah Kak Barga takut diganggu oleh Rindu? Apakah Kak Barga masih tidak mengingat siapa Rindu? Dugaan-dugaan seperti itu kembali membuatnya semakin dirundungi awan mendung.
"Jangan mikirin itu terus, Ndu. Buat apa kamu sedihin cowok yang belum tentu jadi jodohmu itu? Hush! Perbanyak istighfar, Rindu."
Astaghfirullahaladzim. Benar, buat apa juga Rindu galau hanya karena seorang cowok? Bahkan jikalau benar nomor itu adalah nomor Kak Barga, dan benar, dia yang kemarin malam mengajak Rindu berpacaran, Rindu akan tetap menolak ajakannya. Rindu hanya menaruh rasa suka kepada Kak Barga, hanya sebatas itu. Tidak ada di pikirannya untuk berhubungan lebih dari kata 'teman'. Walaupun sampai sekarang mereka masih belum bisa dikatakan teman.
Ting!
Satu notifikasi dari ponsel Rindu menampilkan pesan dari Kak Damar--petugas UKS sekaligus kakak kelas Rindu--yang memberitahukan bahwa ada pasien di UKS. Dan meminta Rindu untuk menangani pasien tersebut karena Kak Damar dan Kak Wita sedang disibukkan oleh PH dadakan di kelasnya.
"Aku mau ke UKS."
"Ada pasien?"
Rindu jawab pertanyaan Mina dengan gumaman. Kemudian bergegas menuju UKS setelah mengucapkan salam yang segera dibalas oleh Mina.
Di sekolahnya, penanggungjawab UKS atau Unit Kesehatan Sekolah dipegang penuh oleh ekstrakurikuler OKS--Organisasi Kesehatan Sekolah--nya sendiri. Rindu sudah mendaftarkan diri sebagai petugas UKS dari kelas 10. Dan terkejut saat mengetahui bahwa anggota organisasi ini hanya tersisa 2 orang saja, Rindu menjadi orang yang ketiga.
Tak heran kenapa organisasi ini sepi peminat. Karena hanya mandek di sekitar UKS saja, menangani siswa yang kadang hanya berpura-pura sakit agar bisa kabur dari lapangan upacara atau dari ocehan guru akibat tugas yang belum diselesaikan. Wajar jika mereka enggan masuk organisasi yang membosankan seperti ini. Ada organisasi kesehatan lain yang lebih menarik dan termasuk dalam daftar ekstrakurikuler terfavorit di SMA-nya, yaitu ekskul PMR.
KAMU SEDANG MEMBACA
45 Hari; Diharapkan Jatuh Hati
Fiksi Remaja[END] Start: 8 Januari 2022 Finish: 15 Juni 2022 Mimpi buruk bagi Rindu Alana, gadis biasa yang salah nomor saat menelpon seseorang. Telpon nyasar yang membuat seorang Ellangga Dirgantara tak membiarkan satu hari pun dalam hidup Rindu menjadi tenang...