14). Contact Name; Kak El

51 2 0
                                    

“Kenapa nggak kamu ganti aja, sih, Ndu, nama kontak kak El? Apa susahnya coba,” ucap Mina di sela-sela kesibukan mereka mengerjakan tugas Ekonomi. Hari ini guru bidang studi Ekonomi memberi tugas kelompok yang beranggotakan dua orang. Karena Rindu dan Mina sebangku, mereka akhirnya memilih untuk satu kelompok. Tentu saja setelah melewati ambekan Caca yang baru reda ketika dibelikan siomay Mang Odi.

Rindu tak langsung menjawab perkataan Mina barusan, ia selesaikan dulu aktivitasnya menyalin file dari laptop ke ponsel, sedangkan Mina bersiap-siap untuk pulang.

Saat di sekolah tadi, Rindu menceritakan tentang kak El yang membangunkannya di jam 03.00 subuh hanya untuk mengajak Rindu solat tahajud kepada Caca dan Mina. Juga tentang kak El yang tau bahwa nama kontak cowok itu adalah nama kak Barga bukan nama dirinya. Mereka berdua sama-sama menutup mulut saat mendengarkan cerita Rindu. Mereka tidak tau bahwa kak El segila itu.

“Emangnya kalau aku ganti nama kontak kak El bakal ada yang berubah gitu? Aku sengaja nggak ganti karena bagi aku itu hal yang nggak penting, Na," balas Rindu seraya merapikan kertas-kertas serta beberapa buku untuk keperluan tugas tadi.

“Ya nggak ada yang berubah. Emang kamu berharapnya apa yang berubah? Mau kamu nulis nama kak Barga kek, Pak Barun kek, tetap aja itu nomor kak El. Nggak bakal ada yang berubah."

Mina berdiri, dia sudah selesai memakai jilbab dan kaus kaki. “Aku pulang, ya. Gojek aku bentar lagi sampai.”

Rindu juga ikut berdiri, mengantar Mina ke depan gerbang. Setelah Mina pergi, Rindu masih kepikiran dengan apa yang Mina ucapkan tadi. Memangnya apa yang Rindu harapkan berubah? Ia merenungi pertanyaan itu lama sekali sampai satu klakson membuyarkan lamunannya.

Rindu membuka gerbang depan. Satu motor scoopy berwarna biru muda masuk ke dalam teras.

“Assalamualaikum, Rin,” salam kak Ela—kakak sepupunya.

“Waalaikumsalam. Kak Ela tumben ke sini.”

Kak Ela mengambil sesuatu dari dalam jok motornya. “Mau ngasih ini, gaun buat nikahan kak Binar nanti.”

Mata Rindu seketika berbinar. Sudah sejak lama dia menunggu gaun untuk pernikahan kak Binar yang akan diselenggarakan minggu depan. Kak Binar juga kakak sepupu Rindu, lebih tepatnya kakak kandung kak Ela.

“Makasih, Kak. Padahal aku bisa ambil sendiri di rumah Paman.”

“Nggak masalah. Aku nganterin ini supaya kamu nggak perlu jauh-jauh ke sana. Juganya kan klinik aku deket dari sini.”

Rindu mengangguk, tersenyum. “Gimana klinik Kakak, lancar?”

Kak Ela bergumam, raut wajahnya menggambarkan bahwa hari ini dia sangat lelah. Sebagai psikiater pemula, Kak Ela tidak terlalu banyak menangani pasien, hanya beberapa. Namun, sekalinya ada jadwal konsultasi bisa berlangsung selama berjam-jam sesuai kondisi mental pasien. Kak Ela pernah bilang, bahwa pekerjaannya bukan hanya memakan banyak waktu, tapi juga emosinya. Bahkan di tahun pertama kak Ela magang di suatu company, dia pernah berpikiran untuk berhenti dan mencari pekerjaan di bidang lain.

“Ya … lancar-lancar aja, sih, Rin. Namanya juga kerja, mau lancar atau nggak, harus tetap dijalanin,” tutur kak Ela terdengar sangat profesional. Rindu ikut senang melihat kak Ela yang kini sudah mulai nyaman dengan pekerjaannya.

45 Hari; Diharapkan Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang