Ajeng berlari dengan tangan terentang. Ia nampak tergesa. Kegelapan di sekelilingnya terasa begitu mencekam. Sekelebatan bayangan mahluk- mahluk mengerikan bermunculan dalam benaknya.
Ia memejamkan matanya. Suara- suara panggilan sembahyang yang bergema di udara membuatnya mendapat sedikit keberanian.
"Aku harus pergi dari sini," ia berkata dalam hati untuk menguatkan dirinya sendiri.
Beberapa lama Ajeng terus berlari menuju Timur. Ia berlari menerobos sebuah semak belukar. Yang mana semak- semak itu membuat obornya terdangkut. Lalu jatuh ke tanah dengan air tergenang.
Apinya mati.
"DUH!! Aku goblok banget!" Ajeng mengutuki dirinya.
Seketika kegelapan pekat menyelimutinya. Jangankan untuk mengetahui arah Timur, untuk di sekelilingnya saja ia tak bisa melihat apapun.
Suara- suara masjid sudah berhenti. Yang artinya subuh sudah lewat. Sebentar lagi matahari akan terbit, namun di bawah kaki hutan begini, tak ada apapun yang terlihat. Tingginya pepohonan menghalangi cahaya apapun menembus hutan ini.
Ajeng mendongak ke atas, di antara rimbun kanopi hutan. Secercah garis panjang berwarna biru gelap nampak membelah langit. Ia teringat apa kata Mbah Raung.
"Srengenge Wetan akan menuntunmu."
"Matahari Timur," Ajeng tersenyum lebar. Ia punya panduan arah untuk ke luar dari sini.
Dengan bergegas ia kembali berlari dalam gelap hutan di subuh hari. Berkali- kali ia mendongakkan kepala, melihat garis cahaya sebagai panduan arah.
Ia harus cepat. Seberkas cahaya itu artinya matahari akan muncul, yang artinya ayam akan berkokok.
Jika ia masih di sini saat ayam berkokok, ia akan terjebak selamanya di sini.
Ajeng menarik nafas panjang. Ia mempercepat langkahnya dengan tangan terjulur ke depan untuk merabai jalannya.
Namun, tiba- tiba, ia tak bisa merasa apapun. Tangannya menyentuh udara , kakinya menjejak hampa.
"AAAAAHHHHH!!!!"
Ajeng terperosok dalam jurang. Tubuhnya berguling, entah sejauh apa. Membentur kayu dan pepohonan. Tergores daun tajam dan duri. Ia terus berguling, hingga akhirnya terhempas keras ke dasar yang basah.
Nyeri menyengat seketika menjalar di sekujur tubuhnya. Ia mengerang, berguling kesakitan di tanah basah.
"Aduh, aduh.." tangannya mendekap kepalanya yang terasa pusing akibat berguling berkali- kali.
Sejenak kemudian, Ajeng menapakkan tangannya hendak berdiri, namun kakinya terasa nyeri. Ia meraba pergelangan kakinya. Sepertinya terkirlir. Ajeng bisa merasai bengkak besar di sana.
"Uugghh.." Ajeng menyeret dirinya, melewati tanah dan dedaunan di dasar hutan. Ia harus pergi dari sini.
-kukuruyuuuuk
Sayup- sayup terdengar suara ayam jantan berasahutan dari kejauhan. Ayam- ayam itu seakan berebut menandakan bahwa pagi telah menjelang.
Bahwa, Ajeng yang masih ada di hutan, akan terjebak di sini untuk selamanya.
Selamanya.
Seorang diri.
Ajeng menggigit bibir penuh kekecewaan. Matanya basah. Ia tak bisa membayangkan seperti apa kedepannya jika ia harus berada di tengah hutan gelap ini.
Jadi untuk apa ia berjuang menembus hutan sampai sejauh ini?
Mungkin lebih baik kalau ia terperangkap di sini bersama Triyo dan Putri.
Ajeng sekali lagi merintih, penuh keputus asaan.
-SREEEK. SREEEK.
Terdengar sesuatu yang bergesekan di dedaunan. Seperti ada yang berjalan ke arahnya. Pelan. Dari arah belakangnya, dalam kegelapan.
"Nggak. Nggak. Jangan.." Ajeng beteriak parau. Ia menyeret tubuhnya dengan panik, menjauh dari arah itu.
Ia sudah tak sanggup lagi dengan hal- hal mengerikan yang telah ia lalui.
Lalu dari balik pohon, sesuatu mendekat.
Cahaya putih terang membuat Ajeng terpaksa menyipitkan matanya. Tangannya terangkat menutupi sebagian wajah, melindungi matanya dari cahaya silau itu.
"SURVIVOR!!"
Seseorang berseragam oranye, dengan perlengkapan tali temali di seluruh badannya berlari mendekati Ajeng.
"..."
Ajeng menarik nafas panjang, lalu membanting dirinya rebah di tanah basah. Ia menutupi wajah dengan kedua tangannya. Air matanya mengalir.
Ia tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMALAM DI LAWANG KRAJAN [complete]
Horror[Horor- petualangan] Story #1 Not for Youtube. Lawangkrajan, sebuah desa kecil yang terletak di punggung gunung tertimpa bencana longsor. Sekelompok petugas dari desa terdekat, memutuskan untuk membentuk tim survey. Menjadi tim pertama yang akan ber...