14 | Pre-Audition 2

311 71 5
                                    

🌞⭐️Jika kalian suka dengan ceritanya, jangan lupa VOTE ya frenn..
🌞💬Tinggalkan jejak di COMMENT kalau ada masukan, kritik maupun saran.
Sebisa dan sesegera mungkin akan diperbaiki kedepannya.
Terimakasih mau membaca dan mendukung cerita ini. Semoga harimu menyenangkan ^_^
———I Lockey U🗝

✨✨✨✨✨✨✨

Derap langkah ketukan sepatu dari belakang Deeta samar terdengar mendekat. Gadis yang kala itu masih membingungkan dirinya sendiri karena sampai terlalu cepat, tak menyadari kedatangan seorang laki-laki tegap di belakangnya.

"Byung kyu-ya. Tidak ada Espresso. Cuma ada Frap—(Klotakkk...)—puccino." Tepat ketika seseorang datang melangkah ke samping Byung kyu, Deeta berbalik memutar tubuhnya dan menoleh. Minuman yang dipegangnya tersenggol lengan siku Deeta. Spontan terlepas dari genggaman tangan.

"Eoo... Omoo... Joesonghaeyo, Joesonghaeyo (membungkukkan badan berkali-kali). Na-naega mianhamnida..." Bak pintar dadakan, lidahnya meluncur mulus menyebut kosa kata Korea yang ia pelajari seharian.

Ekspresi menyesal Deeta dipandangi delikan tak suka dari lelaki di hadapannya.

"Kenapa kau ceroboh sekali. Matamu kau letakkan di lutut ya?" Marah lelaki itu memelototi Deeta.

"Hyung, jangan memarahinya. Dia tidak akan mengerti." Byung kyu bangkit keluar dari duduknya. Menyelak tubuh lelaki yang diketahui bernama Park Yuri itu.

"Tidak usah memungutnya, Deeta. Aku akan memanggil orang kafe agar dibersihkan. Tunggu sebentar ya." Lekas kemudian Byung kyu memasuki pintu kafe dan keluar bersama seorang barista pria.

Lantai yang lengket kejatuhan kopi tadi, kini mulai kembali bersih dan mengkilap. Deeta hendak membantu barista tersebut membawakan pel-an, namun lagi-lagi Byung kyu menahannya.

"Terima kasih. Maaf merepotkan." Ucap Byung kyu setelahnya.

"Oh iya, Deeta. Hampir saja lupa. (menepuk bahu Yuri) Kenalkan, dia temanku. Park Yuri." Ujar Byung kyu lagi, lantas mengintroduksi.

Pria yang dikenalkan masih membelakangi Byung kyu dan Deeta. Bahkan mungkin ia tak berniat membalikkan tubuhnya.

Dan benar saja. Yuri langsung menarik kursi dan duduk. Tangannya menyambar ice coffee di meja yang tadi sempat ia pesan di awal.

Deeta disana masih berdiri diam merasa bersalah. Uluran tangan Byung kyu yang menyentuh pergelangan tangan Deeta menyadarkan gadis itu. Dia memandu langkah Deeta mendekat dan membawanya duduk di bangku sebelah kanan Yuri.

"Hyung, maafkan saja dia. Tadi itu tidak sengaja. Lagipula aku memintanya kesini karena mau mengenalkanmu padanya." Jelas Byung kyu seraya menatap kedua orang di depannya secara bergantian.

Pandangan Yuri fokus pada ponselnya saat ini. Dia mengabaikan Byung kyu yang mulai berbicara lagi. Lengkap dengan memasang ekspresi cuai.

"Hyung. Ini Deeta, temanku. Dia yang menemukan kunci motorku bulan lalu. Dan ternyata Deeta satu apartemen denganmu." Byung kyu tetap mencoba terus berbicara. "Tidak menyangka bukan, kalau kalian satu apar—".

"Kyu-ya. Berhenti berbicara. Aku sudah memaafkannya." Sejentik rasa lega mengobati sesal yang sedari tadi melanda hati. Akhirnya lelaki itu mau memberinya maaf.

"Jeongmalyo? Neo, jinjjayo? (menatapnya tak dibalas) Aah, Gomapseumnida." Lagi-lagi Deeta melatih lidahnya berbahasa korea. Gadis itu bangga sendiri dengan kemampuan mengingatnya.

"Katanya tidak akan mengerti. Jelas-jelas dia bisa lancar mengucapkannya." Yuri bergumam samar, namun masih bisa didengar oleh mereka.

"Dia memang bukan berasal dari sini, Hyung." Kata-kata Byung kyu diabaikan. Park Yuri hanya mengangguk malas.

Lelaki tampan bak model iklan itu menoleh ke arah jalan dan menggerakkan bahu agar memunggungi Deeta. Sikunya berpangku pada meja, jari-jarinya pun ikut memijat pelan pelipis.

Deeta memandangi pemuda yang tengah membelakanginya dengan begitu cermat. Dia memiliki kaki yang panjang dan lengan sedikit berotot namun tetap kurus. Otaknya menaksir tinggi pemuda tersebut diprediksi bisa mencapai enam kaki. Dia sangat cocok menjadi seorang model.

"Byung kyu, aku akan kembali ke atas sekarang. Kau pulanglah, sebentar lagi hujan."

Belum mendapatkan jawaban dari orang yang ditanya. Yuri sudah bangkit berdiri dan mengangkat langkah meninggalkan mereka yang hanya bisa diam menatap kepergiannya.

Berdua bersama Byung kyu membuat kesehatan jantung Deeta siaga satu. "Eo, eohh. Be-benar juga katanya. Cuaca sedang tidak menentu, bisa jadi nanti malam turun salju lagi. Sebaiknya kau segera pulang." Tutur Deeta menyarankan.

Kepala Byung kyu mendongak menatap langit sudah berubah warna menjadi biru gelap tak beraturan. Agaknya dia setuju dengan Yuri dan Deeta yang menyuruhnya untuk kembali pulang.

Lantas tak menunggu lama, ia pun berpamitan pada Deeta. Menderapkan langkah besar menuju mobilnya yang terparkir di vallet.

Deeta menyusul Byung kyu dan mengikutinya sampai depan lobi. Sejalan kemudian lelaki itu melambaikan tangan dari dalam mobil, lalu melesat pergi dibarengi rintik hujan yang mulai turun satu persatu.

Baru tadi pagi ia membeli es krim karena cuaca mulai panas, namun di sore hari malah berkebalikan. Sepertinya bukan hanya cuaca yang berubah-ubah. Tetapi juga suasana hati Deeta.

Perasaannya sangat dongkol hari ini karena bertemu banyak orang yang membingungkan. Mulai dari Taegi Kim yang pergi sangat cepat, gadis-gadis SMP menjengkelkan, sampai si pria ketus berbadan model tadi. Ketambahan otaknya hampir beku memikirkan kata-kata di buku Sejong.

Beruntung, kabar baik pelatihannya bisa menyingkirkan segala kepenatan itu.

✨✨✨✨✨✨✨

Seorang wanita berpakaian seksi sedang duduk memainkan ponsel di atas kap mobil sedan. Dia nampak bosan menggulirkan jari pada perangkat layar sentuh yang ada di genggaman.

Terhitung sudah sepuluh menit sejak wanita itu keluar dari mobil. Namun, dia masih tetap betah berada disana.

Deeta memperhatikannya dari sebuah kafe di samping gedung yang tengah ia awasi.

Badannya baru hendak bangun dan berniat menghampiri, sebelum tiba-tiba seorang pemuda keluar dari dalam gedung lalu berjalan mendekat ke arah mobil. Ekspresi wanita yang di datangi menyambutnya dengan galak. Terjadi perdebatan kecil yang akhirnya dimenangi oleh sang wanita.

Dramatis sekali. Semacam adegan drama Korea yang selalu Deeta tonton.
"Hah.. Padahal jelas-jelas dia bisa menunggu di kafe ini, tapi kenapa lebih memilih duduk disana memamerkan paha mulusnya. Dasar aneh." Gumam Deeta mengeluh sendiri.

"Permisi. Maaf, kami akan segera tutup." Tegur pemilik kafe mengingatkan Deeta.

Deeta mengerti apa yang dikatakan Bibi itu. Dari caranya membereskan kursi, ia tahu kafenya akan tutup.

"Aa, nee... Kamsahamnida." Tersadar, akhirnya Deeta bangkit berdiri dan mengangkat kaki keluar dari kafe.

Gadis berponi itu berjalan melewati mobil yang masih bertengger disana dan belum juga membunyikan mesinnya. Deeta sedikit terkejut melihat kedua orang di dalamnya tengah mesra berciuman.

Tak mau berlama-lama menyaksikan, Deeta pun memalingkan wajahnya abai.

Tiga langkah berikutnya, ia menoleh ke arah gedung berplakat anggur di sebelah kiri jalan. Mencondongkan badan sedikit dan memicingkan mata harap-harap bisa melihat keadaan di dalamnya.

Bangunan yang tiga hari lagi akan menjadi tempat berlatihnya itu, nampak begitu jauh di ujung. Bahkan ia tidak bisa melihat apapun dari luar.

'Tunggu sampai waktunya tiba, aku akan melakukan yang terbaik agar bisa lolos.' Benak Deeta menatap yakin, tekadnya pun kembali menguat.

✨✨✨✨✨✨✨

‼️Note by Chakka-nim‼️
Maaf ya, jadwal up nya mulur.
Chakkanim sibuk di RL soalnya.
Hehe, Mianhaeyo... :)

Up : Selasa, Jumat, Minggu (2 Chapter, min 1000 word/per hari)

URL : UnReaLity Never EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang