Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak 30 menit lalu, tetapi masih ada beberapa siswi yang mengobrol di dalam kelas yang sepi. Mereka cekikikan dan terlihat asyik berbicara.
"Kau serius, Olivia?"
Gadis pirang yang dipanggil Olivia itu mengangguk sambil senyum-senyum sendiri.
"Astaga kau sangat beruntung!"
"Terkadang dapat nilai jelek itu adalah suatu keberuntungan." Sahut temannya yang lain. "Seperti Olivia saat ini. Kalau bukan karena nilai Biologimu yang jelek, mana mungkin kau bisa belajar berdua saja dengan Armin sensei?"
"Benar, aku sangat iri denganmu~"
"Ah, itu kan cuma belajar." Balas Olivia.
"Tetap saja, kau sangat beruntung! Kau tahu kan dia masih sangat muda. Kalau tidak salah umurnya baru 24?"
"Astaga cuma beda 7 tahun dengan kita!"
"Bisa itu mah, Olivia~"
"Hei, sudahlah, kalian ini... Walaupun dia masih muda, tapi dia tetap guru kita. Kita harus menghormatinya sebagai guru. Jangan berpikir yang aneh-aneh!" Kata Olivia.
"Iya deh... Olivia memang bijak."
"Ya sudah, cepat sana ke lab! Dia bilang akan ada di sana 30 menit setelah bel kan?"
"Oh iya, aku pergi dulu ya! Kalian pulang sana!" Olivia bangkit dan menyampirkan tas di bahunya.
"Iya deh, yang gak mau diganggu~"
"Ck!" Olivia menegur teman-temannya dengan tatapan tajam. Para gadis itu pun cekikikan.
Olivia berjalan menyusuri lorong yang sudah cukup sepi. Di lapangan masih banyak murid yang beraktivitas-- aktivitas ekstrakurikuler maupun bermain atau menunggu jemputan.
Olivia menuruni tangga sambil menyelipkan helaian rambutnya di belakang telinga. Ia merasa cukup berdebar karena akan bertemu dengan guru yang ia sukai. Perkataannya tentang menghormati Armin Arlert sebagai guru memang ia katakan sungguh-sungguh, namun jujur saja dia kagum dengan pria satu itu. Ya siapa sih yang tidak terpesona dengan pria bersurai blonde dan bermata sebiru langit itu? Bukan hanya penampilan, ia pun sangat pintar dan hangat, semua murid menyukainya. Mungkin karena umurnya yang muda jadi ia lebih bisa dekat dengan anak murid, tidak seperti guru lain.
Akhirnya Olivia sampai di depan laboratorium sains. Ia menarik nafas dalam-dalam lalu membuka pintu.
"Oh? Olivia, ayo masuk," Sambut Armin yang tadinya sedang sibuk membaca buku dengan ramah.
"Ya, sensei," Olivia berdebar. Ia lalu menutup pintu lab. Ia duduk berhadapan dengan Armin.
"Nah, jadi, kita langsung mulai saja ya?" Kata Armin, masih dengan senyum lembutnya. "Nilai ujian mu yang kemarin kan... Hmm... Kau tahu, tidak memuaskan. Nilai-nilai latihan di bab ini pun sama, jadi saya pikir kamu belum memahami bab ini ya?"
"I-iya sensei." "Ck, kenapa aku gagap?" Batin Olivia. "Saya rasa materi genetik terlalu rumit..."
Armin tertawa manis. "Tidak rumit kalau metode belajarnya tepat kok." Melihat itu, pipi Olivia langsung merona merah.
"Kalau begitu, saya jelaskan lagi ya, hm.. kali ini akan saya buat lebih mudah! Dan karena kita cuma belajar berdua, jadi kamu tidak perlu segan untuk bertanya." Ucap Armin.
"B-baik..."
"Saya punya buku tentang genetik. Di buku itu penjelasannya lebih sederhana. Kamu pasti paham." Armin membuka tasnya lalu merogohnya, mencari buku yang dimaksud. "Eh? Aneh? Kok tidak ada..."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐲 𝐖𝐢𝐟𝐞 𝐈𝐬 𝐀 𝐕𝐚𝐦𝐩𝐢𝐫𝐞 [𝐀𝐫𝐦𝐢𝐧 𝐗 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫]
Fanfiction18+ Aku sudah kehilangan akal karena cinta. Aku mengorbankan banyak orang demi wanita yang kucintai. Tapi, itu semua bukan salahnya. Ini semua salahku. Salahku yang tidak bisa merelakannya. Aku telah melawan takdir. Aku menariknya dari alam lain, da...