Makan malam kali ini sangat sunyi, hanya ada suara dentingan sumpit dan mangkuk, Bima yang biasa cerewet juga jadi diam, Melin sudah memberitahu ibunya dimarahi ayahnya karena ulahnya.
Han meletakan sumpitnya secara kasar, menghela napas kuat
"Gia! masakan aku sup hati ayam! sekarang!"
Gia masih asik menelan makanan itu menatap sinis kemudian berdiri kedapur, tak mau membantah daripada mereka kembali bertengkar,
Didapur Gia sibuk mencari bahan,
"Nyonya sedang apa disini?" Kinaya datang mendekati Gia
"Mau membuat sup hati ayam, Kinaya sudah makan?"
Kinaya menggeleng,
"Kenapa belum?"
"Hari ini saya tidak dapat makan malam karena tidak sengaja memecahkan gelas"
"Nanti Kinaya makan dengan saya ya, sekalian saya buatkan sup hati ayam"
"Saya tidak berani nyonya, bi Tuti sudah memarahi saya, jika saya lancang lagi bisa-bisa saya dipecat"
"Kita makan dikamar saya biar tidak ada yang tahu"
Kinaya mengangguk senang, seumur-umur dia baru beberapa kali makan daging
Kinaya membantu Gia menyiapkan semua bahan, dia sangat mahir dalam hal ini
"Kamu bisa memasak?"
"Bisa, nenek yang mengajarkan, sudah dari kecil saya yang memasak untuk nenek"
Gia menatap sendu Kinaya, andai putrinya masih ada, putrinya pasti sudah bisa membantunya didapur seperti sekarang.
Gia sengaja memasak 2 ekor ayam, satu untuk dinikmati bersama Kinaya nanti
"Kenapa lama sekali?!" bentak Han
"Mas, memasak sup hati ayam memang lama" Melin membela Gia
Wita dan Bima sudah selesai makan terlebih dahulu, dimeja tinggal tersisa Gia, Han dan Melin
"Kak, kenapa tidak makan?"
"Aku sudah kenyang" padahal dia sengaja tidak makan
"Kamu sakit?" tanya Han dengan mata tajam
Gia hanya menggeleng, setelah Han kenyang , Gia menawarkan diri membersihkan meja, setelah selesai dia membawa semangkuk sup itu ke kamar, Kinaya mengikuti dibelakang
"Makan yang banyak"
"Saya cukup minum kuahnya saja nyonya"
"Bagaimana kamu bisa kenyang jika hanya makan nasi putih dan kuah?" Gia mengambil bagian paha dan dada ayam itu untuk Kinaya
"Nyonya juga makan" Kinaya mengambil sepotong paha juga untuk Gia
"Andai putriku masih hidup, mungkin kami bisa makan bersama setiap malam" katanya dalam hati sambil menahan air mata
Pintu kamarnya terbuka, terlihat Han masuk dengan semangkuk nasi dan beberapa lauk untuk Gia, wajahnya memerah melihat yang ada didepannya
Kinaya langsung bangkit berdiri,
"Beraninya kamu makan daging?!! dasar pembantu sialan!" Han hendak menampar Kinaya tapi ditahan Gia
"Aku yang memberikan untuknya! jika mau tampar , tampar aku!"
Han tersenyum miring, kemudian menampar Gia dengan kuat
"Nyonya!" teriak Kinaya melihat Gia jatuh ke lantai
Han tidak berhenti disana, dia menarik Kinaya hingga ke belakang rumah, dia sengaja mengambil semua selimut tebal dilemarinya dan membawa untuk Kinaya cuci
"Cuci ini semua!" Han melempar 10 helai selimut tebal, dan Kinaya harus mencuci itu semua malam ini
Han kembali ke kamar Gia,
"Berhenti untuk memedulikan pembantu itu! aku bekerja keras untuk memberi makan kalian! bukan pembantu !"
Gia menyiniskan matanya, dia mengepal tangannya kuat, ingin rasanya dia membunuh Han sekarang juga, dia menyeka airmata, berlari ketempat Kinaya
Hatinya pilu melihat anak gadis kurus berusaha memeras selimut berat dan tebal itu, dia ingin membantu tapi dia urungkan , jangan sampai Han memberi hukuman lebih untuk Kinaya lagi.
Malam itu Gia menemani Kinaya dari jauh, dia duduk hingga subuh, tetap memerhatikan anak gadis itu, hingga menjelang pagi , cucian Kinaya akhirnya selesai dan Gia kembali ke kamar.
*
Juno sedang berada dirumah besarnya,yang tak kalah besar dengan rumah Han, bahkan bisa dikatakan lebih besar, harta Han tidak ada apa-apanya dibanding Juno yang memiliki rumah disetiap kampung,
Juno terus menuang minuman beralkohol itu, terus dia teguk hingga mabuk, hatinya masih tetap perih, cintanya sudah menjadi milik orang lain, tujuannya sekarang berubah, dia ingin menemukan ibu dan putrinya, hidup bertiga saja itu sudah lebih dari cukup,
*
Juno mengunjungi tokonya dikampung ini, biasa dia hanya menugaskan beberapa anak buahnya tanpa turun tangan sendiri.
Dia duduk dimeja depan sambil menatap jalan, seorang wanita paruh baya masuk,
"Kamu Juno bukan?" tanya wanita itu
Juno tentu kaget, siapa yang mengenalnya dikampung ini
"Apa anda mengenali saya?"
"Juno! ini saya bu Surti! tetanggamu dulu! astaga kamu sekarang sudah sukses"
Juno mengingat kembali, dulu dia memang memiliki tetangga dikampung halamanya tapi dia lupa dengan wanita ini,
"Ibu mu pasti sudah tenang disana melihatmu sukses"
"Maksud anda?"
"Kamu tidak tahu? ibumu meninggal sebulan yang lalu digubuk kosong dekat hutan"
Juno hampir tumbang, dia berusaha menggapai apapun yang bisa menahan tubuhnya
"Di-dimana makam ibu saya?"
Wanita itu kemudian memberitahu Juno, dengan segera dia pergi ke makam ibunya,
Tempatnya lumayan jauh, bukan pemakaman umum, hanya tanah lapang dan terdapat beberapa papan nisan disana, dia mencari dan menemukan nama ibunya.
Dia jatuh tak berdaya didepan makam itu, menangis dengan keras karena terlambat menemukan sang ibu.
"Maaf, anda siapa?" tanya Kinaya dari belakang
Juno berbalik dan menatap gadis itu, rupanya sangat familiar, mata dan mulutnya yang mirip seseorang, dia mengamati lamat-lamat anak gadis itu.
....
TBC