6. Basket

424 44 0
                                    

“Katanya mantan, tapi kok akur banget?”


-Alvian-

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Alin terus saja menggerutu dalam hati sepanjang tangan mungilnya membersihkan kening Alvian dengan tisu basah dan tisu kering milik Sayang itu.

Sementara Alvian tengah tersenyum tengil sekarang. Ternyata cukup mudah membuat Alin tunduk dibawahnya seperti sekarang. Cukup bertingkah dingin dengan tatapan sinis, Alin langsung menciut begitu saja.

“Ini mah cuci muka aja sekalian deh Al. Item-item nya banyak banget. Susah diilangin pakai tisu basah,” keluh Alin sambil menarik selembar tisu basah lagi dari dalam bungkusan.

Sudah hampir satu jam ia menggesek-gesek tisu basah itu di kening Alvian. Namun noda spidol itu masih belum juga hilang. Sempat Alin menyuruh Fanny memeriksa spidol yang ada di kelas tadi.

Alin pikir, mungkin penghapus tersebut sudah dicoret-coret oleh seseorang dengan tinta permanen. Dan ternyata dugaan Alin benar. Penghapus papan tulis itu memang sudah kotor oleh spidol permanen.

Bukannya semakin kesal, Alvian justru menyeringai dengan seram ketika melihat Alin yang menatapnya dengan tatapan takut dan tidak enak.

“Kalau gue cuci muka, yang ada make up gue kehapus semua. Emang lo bisa make up in gue lagi, hah?!” tanya Alvian sinis. Lebih tepatnya berpura-pura sinis.

Kalau untuk Alvian sih, sebenarnya dia bisa dengan mudah menghapus noda itu. Cukup ia menemui salah satu guru wanita di sekolahnya, masalah selesai karena para guru wanita itu yang akan membantunya.

Tapi, mengingat si pelaku yang membuat keningnya menghitam ini adalah seorang Alinda, oh tentu tidak akan Alvian biarkan begitu saja. Alin harus ia kerjai untuk membalas sifat menyebalkannya kemarin.

Kini keduanya tengah berada di taman belakang sekolah. Sengaja membolos di jam pelajaran matematika hanya untuk menghapus noda di kening Alvian.

Alin mengangguk cepat. “Bisa,” ucapnya serius. “Gih lo cuci muka. Pakai sabun gue juga gak papa. Kebetulan masih ada di saku rok gue nih.”

Alin segera mengeluarkan sabun cuci mukanya dari dalam saku rok dan langsung menyodorkan botol berwarna putih kuning itu kehadapan Alvian.

Laki-laki yang sedang menyamar menjadi seorang gadis itu kemudian menaikkan sebelah alisnya. “Apaan nih?” sebelah tangannya langsung terangkat untuk mendorong botol itu agar kembali ke hadapan Alin.

“Kalau lo berniat tanggung jawab, ya jangan setengah-setengah dong. Langsung gitu. Sekalian cuciin muka gue, abis itu make up in gue lagi. Ngerti?”

Alin mengangguk patuh, namun beberapa detik kemudian ia langsung menggeleng saat menyadari dirinya terlalu nurut pada gadis berwajah laki dihadapannya. “Susah Al.”

Alvian berdecak kesal. Laki-laki itu kemudian berdiri dari kursinya dan langsung menarik tangan Alin agar ikut berdiri bersamanya. “Bisain! Tanggung jawab yang bener dong!”

Laki-laki itu langsung menarik Alin menuju toilet yang ada di lantai satu. Alih-alih masuk ke dalam toilet perempuan, Alvian malah membawa Alin ke dalam toilet laki-laki.

Alin yang berjenis kelamin perempuan saja tidak sadar kalau dirinya ditarik hingga memasuki toilet laki-laki. Gadis itu mencebikkan bibirnya saat tubuhnya dihempas begitu saja saat sudah berada di dalam toilet.

“Cuciin,” suruh Alvian dengan tengil.

Alin menahan rasa dongkol ya sebisa mungkin. Sungguh, kalau ini bukan salahnya, sudah Alin pastikan kalau kedua tangannya akan meremas aset gadis bernama Alvina disebelahnya ini dengan sangat kencang.

She is HandsomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang