"Kata Nenek gue waktu gue kecil, selain dipakai sebagai tanda cinta, mawar merah juga bisa dipake buat ngusir setan,"
--Alin--
.
.
.
.
.
."Ayo masuk, cepetan," suruh Alvian terburu-buru. Laki-laki itu melesat masuk ke dalam mobil setelah keluar dari lift.
Sejak Alin membicarakan hantu di tempat makan tadi, Alvian jadi tidak mau berlama-lama di mall itu. Bahkan rencana mereka yang seharusnya ngopi setelah makan malam pun Alvian batalkan agar cepat keluar dari tempat itu.
Alin sendiri sudah menahan tawanya sejak tadi saat melihat tingkah Alvian yang seakan-akan parno dengan sekeliling. Persis seperti Yoina saat selesai nonton film horor.
Baru saja Alin duduk di dalam mobil, Alvian langsung menyalakan kendaraan itu dengan cepat. Begitu pintu Alin tutup, melesatlah mobil itu dengan kecepatan tinggi.
"Huft... Gue gak mau lagi ke mall tadi. Gelap banget, ya Allah. Tadi lo liat gak. Lin? Pas di lift tuh kayak ada bayangan di belakang gue."
"Itu bayangan diri lo sendiri kali," sahut Alin positif.
"Bukan. Ada yang lain. Pendeknya persis kayak lo gitu."
"Oh berarti itu bayangan gue."
"Bukan! Ish, dibilang itu bukan bayangan kita. Itu tuh setan, Lin." Alvian kembali bergidik. Sekujur tubuhnya merinding mengingat mall tadi. "Mana pencahayaannya gak terang banget. Pasti mereka betah berkeliaran disana."
Alvian menggelengkan kepalanya. Berharap bayangan tentang hantu itu hilang dari pikirannya. Meskipun Alvian tahu hal itu tidak mungkin terjadi. Kedua tangannya memegang stir dengan erat sambil mengucap istighfar dalam hati.
"Gak ada capeknya ya lo ketakutan begini? Padahal setannya aja gak nongol. Gimana kalo entar mbak kun nya tiba-tiba nampakin dir--"
"Alin!" sela Alvian cepat. "Nyebut, cepet, nyebut! Dibilang jangan ngomong aneh-aneh."
"Cowok kok penakut."
"Wajarlah gue takut. Orang-orang di luar sana juga pasti sama kayak gue." Alvian membela diri. Tidak ingin dianggap aneh karena takut hantu.
"Inilah gambaran kalo penakut lagi cari cara buat membela diri. Selalu bawa-bawa masyarakat luas," cibir Alin.
"Mending gue masih merakyat. Daripada lo? Takut darah?" Alvian membalas tanpa menoleh ke samping. Matanya masih fokus menatap lurus ke depan.
"Gue gak takut ya! Gue cuma merinding doang. Gue juga masih berani nyentuh darah. Emangnya elo? Setannya gak keliatan aja udah ketakutan. Gimana kalo nongol? Pingsan duluan kali lo sebelum lo disentuh."
"Lin gue bilang jangan ngomong aneh-aneh. Lo mau dia beneran nongol?"
"Gak masalah sih gue," ucap Alin enteng. "Dia nongol tinggal gue kurung di botol. Entar gue babuin, biar dia mau nyari duit buat gue."
"Gila," gumam Alvian. Kedua tangannya memutar stir, berputar balik, lalu belok kanan menuju daerah rumah Alin. Kecepatannya masih tinggi, meskipun sudah tidak setakut tadi.
Beruntung malam itu jalanan tidak terlalu macet, jadi tidak sampai setengah jam mobilnya sampai di area rumah Alin.
"Biar gila, yang penting gak penakut." Alin tersenyum meremehkan Alvian.
Tidak ingin berdebat lebih lama, Alvian memilih diam. Tidak lagi membalas ejekan Alin dan sibuk mengemudikan mobil.
Hampir sampai di depan pagar rumah berwarna hitam gelap, kecepatan mobil putih itu mulai turun hingga berhasil berhenti tepat di depan pagar.
KAMU SEDANG MEMBACA
She is Handsome
Teen Fiction16+ Demi membatalkan pertunangannya dengan gadis yang tidak disukai, Alvian Zayn Anvarezi rela berpura-pura menjadi seorang gadis dan kembali bersekolah di sekolah milik papanya hanya untuk menyelesaikan misi yang di titah kan oleh papanya. Apapun A...