"Gak semua korban kejahatan, pasti ngerasain yang namanya trauma. Tapi semua korban, pasti punya yang namanya dendam ke si pelaku."
--Alin--.
.
.
."Ada perlu apa lo sama gue?"
Pino yang sedang menghalangi Reza di perjalanan mulai terkekeh. Tubuhnya yang terlihat lebih tinggi dari Reza membuat ia terlihat lebih mendominasi keadaan sekarang. Dalam hati Reza berusaha menahan ketegangannya.
"Pura-pura gak tau, atau emang gak tau?" tanya Pino sangat tenang. Bibirnya mulai bergerak membuat senyum miring yang terlihat menyeramkan di mata Reza. Senyum yang biasanya Pino berikan sebelum menghajar habis seseorang.
"Sebenernya apa maksud lo nyamperin gue begini?" tanya Reza tidak sabaran. Serius, Reza benar-benar bingung sekarang.
"Gak usah banyak omong lo!" Pino berjalan maju. Meraih kerah seragam Reza, kemudian meninju pipi laki-laki itu sebanyak doa kali dengan kekuatan penuh.
Bugh...
Bugh...
Reza jatuh tersungkur di lantai koridor dengan sudut bibir yang mulai mengeluarkan cairan merah kental. Pino benar-benar melampiaskan kekesalannya lewat tinjuan barusan.
"Itu peringatan buat lo, karena berani foto-foto Alin dari jauh waktu olahraga Minggu kemaren." Pino dengan santai merapikan seragamnya yang sempat tertarik karena meninju Reza barusan. "Sekali lagi gue liat lo kayak gitu, abis lo sama gue."
Reza meringis. Ia kembali bangkit sambil memegang pipinya yang terasa kebas karena hantaman yang ia dapatkan tadi. Matanya menatap Pino kesal. "Maksudnya apaan sih?! Foto apaan?! Harus banget negur gue pake tonjok segala?!"
"Oh tentu harus! Cowok gila kayak lo, emang harus dikasarin biar tau diri! Udah gue bilang dari awal, jangan macem-macem! Apalagi sampe berani foto-foto dia kayak gitu."
"Gila! Salah gue apa?! Semua orang yang suka sama orang lain juga pasti ngelakuin hal yang sama kayak gue. Termasuk lo. Jangan lo pikir, gue gak tau kalo lo juga nyimpen banyak foto Alin."
"Oke! Gue akui gue emang nyimpen foto Alin seperti yang lo bilang barusan." Pino kembali maju. Kedua tangannya meraih kerah seragam Reza. Meremas kain itu dengan kencang hingga urat-urat ditangannya tercetak jelas. "Tapi gue gak sebrengsek itu buat nyimpen foto Alin yang keliatan seksi kayak foto-foto simpanan lo!"
"Jangan lo kira, gue gak liat momen waktu lo foto Alin dari jauh pas jam olahraga. Stupid! Dia lagi peregangan bodoh! Dan lo emang cowok sialan, yang seneng ngeliat pemandangan gila kayak gitu! Otak mesum!"
Bukannya takut dengan bentakan itu, Reza justru terkekeh geli. Apalagi saat mengingat kejadian seminggu yang lalu. Tepatnya di hari ia memotret Alin yang sedang melakukan peregangan sebelum olahraga.
Waktu itu tubuh Alin tercetak jelas. Meskipun dada dan bokongnya tidak terlihat besar, tapi masih cukup menggoda. Daripada membayangkan Alin saat berolahraga, lebih baik dia foto kan?
Pino terkekeh sambil mengusap sudut matanya yang berkedut nyeri. "Bukannya semua laki-laki emang mesum? Termasuk lo."
"Bener-bener brengsek lo!" Pino kembali melayangkan tinjuan pada Reza. Kali ini ia menahan tubuh Reza dengan tangannya agar tidak terjatuh. Lalu kembali meninju laki-laki itu beberapa kali hingga dirinya puas. "Gue emang gampang mesum, tapi gue gak punya pikiran menjijikan kayak lo. Harus lo tau, gue dan lo itu beda. Sangat beda."
Reza batuk-batuk setelah Pino selesai dengan kegiatannya. Wajahnya terasa kebas sekaligus perih sekarang.
"Satu hal yang harus lo inget. Gue gak suka diusik. Gue juga gak suka milik gue diusik. Lo harus tau diri. Gue ngasih lo kesempatan buat deketin Alin, bukan buat ngerusak dia. Sekali lagi gue liat lo macem-macem atau berusaha ngerusak Alin, gue gak akan pernah ngelepasin lo, sampai lo masuk ke penjara."
KAMU SEDANG MEMBACA
She is Handsome
Teen Fiction16+ Demi membatalkan pertunangannya dengan gadis yang tidak disukai, Alvian Zayn Anvarezi rela berpura-pura menjadi seorang gadis dan kembali bersekolah di sekolah milik papanya hanya untuk menyelesaikan misi yang di titah kan oleh papanya. Apapun A...