"Gini nih nasib punya muka baby face. Yang ngedeketin juga yang muda-muda."
--Alvian--
.
.
.
.
.
.
.
.Alin baru saja sampai di depan pintu rumahnya. Dengan punggung yang masih menggendong ransel, juga kedua tangan yang penuh dengan makanan pemberian Alvian.
Untung saja tangannya sudah bersih dari darah Bia tadi. Jadi hanya seragam nya saja yang masih meninggalkan bercak dibeberapa bagian.
Ia meraih kenop pintu dan membuka pintu itu dengan pelan. Namun baru saja pintu itu terbuka, dua adik kembarnya langsung berhamburan memeluk pinggangnya bersamaan.
"Kak Alinnnnn.."
Alin mengerjap. Kedua tangannya ia angkat keatas supaya makanannya tetap aman dari dua tuyul itu. "Lama banget pulangnya! Alika kan mau minta tolong bikinin gambar gunung."
Gadis itu berdecak kesal. Dia kira dua bocah itu menunggunya sampai semalam ini karena cemas padanya.
Alika dan Aldi melepas pelukan mereka. Lalu menyengir lebar pada Alin. "Hehe... Entar gambarin gunung dulu ya, Kak. Sebelum tidur," pinta Aldi sambil memasang wajah polosnya.
Ia berdeham pelan. Setelah selesai dengan kedua tuyulnya, kini giliran Lina dan Fandy yang menghampirinya dengan wajah cemas.
"Ini.. kamu kenapa, Lin? Kok bajunya banyak darah? Kamu kecelakaan?" tanya Fandy.
Lina yang berada di sampingnya ikut bergerak heboh. Memutar tubuh Alin tiga ratus enam puluh derajat dan meneliti setiap anggota tubuhnya. "Kamu luka? Ada yang berdarah? Atau kamu lagi mens terus nembus?"
Alin mendengkus malas. "Alin baik-baik aja. Ini darah temen Alin yang tadi kecelakaan. Alin sehat banget, jadi gak usah heboh lagi."
"Kamu abis tolongin temen kamu, gitu?"
"Iya Mah," jawab Alin. "Tadi temen Alin ada yang kecelakaan. Kecelakaan kecil sih. Jadi mau gak mau Alin tolongin dia karena disana gak ada siapa-siapa selain Alin sama satu temen Alin yang lain. Pokoknya Alin sehat, gak ada luka sedikitpun."
Lina langsung bernafas lega mendengar ocehan Alin yang cukup panjang itu. Cukup memperlihatkan kalau Alin memang baik-baik saja. Fandy juga ikut bernafas lega. Dugaan mereka ternyata tidak ada yang benar.
"Terus kenapa pulang malem begini?"
"A--"
"Wahhhh.. kak Alin bawa makan banyak bangetttt.." Alin yang hendak menjawab pertanyaan Mamanya malah mendelik pada Alika.
Dua adiknya itu memandangi beberapa bungkus makanan di tangannya dengan mata berbinar. Reflek Alin langsung menyembunyikan bungkusan itu dibelakang tubuhnya.
"Ini makanan Kak Alin! Kalian gak kebagian, sana ke kamar!"
Bibir Alika dan Aldi yang semula melengkung ke atas kini beralih turun ke bawah. "Mau kinderjoy nya.." rengek Alika yang langsung diangguki oleh Aldi.
Mata mereka itu tidak buram. Mereka juga tahu di dalam salah satu plastik transparan di tangan Alin, ada sebungkus kinderjoy yang mereka perkirakan ada sekitar sepuluh bola kinderjoy.
"Dihhh.. enak aja! Beli sendiri sana! Ini mah punya Kak Alin doang!" ketus Alin. Kedua bocah itu mulai berkaca-kaca, seakan hendak memulai drama mereka di depan Lina dan Fandy.
"Huaaaaaa... Mama.. mau kinderjoy.." rengek Aldi sambil menggoyangkan tangan Lina dengan tatapan sendu.
Alika mengangguk. "Iya Mahhh.. Alika juga mauuu.. huhuhu.."
KAMU SEDANG MEMBACA
She is Handsome
Teen Fiction16+ Demi membatalkan pertunangannya dengan gadis yang tidak disukai, Alvian Zayn Anvarezi rela berpura-pura menjadi seorang gadis dan kembali bersekolah di sekolah milik papanya hanya untuk menyelesaikan misi yang di titah kan oleh papanya. Apapun A...