20. berubah

375 40 1
                                    

"Sejahat-jahatnya korban, tetep lebih jahat pelaku."
--Alin--
.
.
.
.
.



Alin berubah.

Dua hari libur di rumah, Alin sama sekali tidak menanyakan kabar Alvian sama sekali. Padahal laki-laki itu demam karena menggigil semalaman karena Alin.

Alvian mau menghubungi duluan, tapi dia bingung harus membicarakan apa. Tapi dia mau mengobrol dengan Alin.

Setelah kembali bertemu hari Senin, ia juga berubah.

Alin tidak lagi menyapanya. Gadis itu juga lebih memilih memalingkan wajahnya daripada tersenyum lebar pada Alvian seperti biasanya.

Beberapa hari selanjutnya, Alin juga semakin menjauh. Saat mereka berpapasan di kelas atau koridor, Alin terlihat seperti berpura-pura tidak tahu keberadaan Alvian dan Nila.

Alin juga tidak akan ikut nongkrong dengan kawanannya kalau Alvian dan Nila ikut nongkrong. Alin juga berhenti berkomunikasi dengan keduanya.

Di hari Alin basket juga dia tidak mengajak Alvian bersama. Gadis itu justru bermain dengan yang lain dan menghiraukan Alvian yang bermain sendirian. Bahkan waktu Alvian diledeki karena rupanya aneh pun Alin juga tidak membela sama sekali.

Awalnya Alvian memang kurang suka dengan Alin. Tapi sejak gadis itu pernah membelanya saat ekstrakurikuler basket, pandangannya pada Alin berubah.

Namun saat dia sudah senang berada di dekat Alin, kenapa gadis itu berubah?

Tidak ada lagi interaksi antara Alin dan sepasang kakak beradik itu selama seminggu. Tapi Alvian tetap saja sering mengikuti Alin dari belakang. Takut kalau gadis itu akan menjadi korban dan dia gagal menangkap pelakunya lagi.

Alin juga tahu tentang Alvian yang sering mengikutinya. Tapi dia pura-pura tidak tahu. Dia masih tetap diam pada Alvian dan Nila karena Alin memang tidak mau lagi berdekatan dengan mereka.

Alin terlanjur kesal dengan Alvian dan Nila yang sudah menipu banyak orang. Dan Alin tidak suka penipu. Dia juga tidak suka dibohongi.

Iya, Alin memang egois. Lagi-lagi dia hanya memikirkan kalau apa yang dia lakukan itu benar dan tidak ada salahnya.




Saat ini gadis itu tengah berada di kantin.

"Lo pacaran sama Varo?" tanya Fanny pada Alin. Alin mengangguk santai. "Demi apa sih? Varo temennya Ardi kan? Anak dua belas MIPA dua?"

"Iya!" jawab Alin lantang kemudian menyedot kembali susu kotaknya dengan santai.

Mereka berenam, ralat. Mereka berdelapan, kini tengah istirahat pertama bersama.

Harusnya Alin menjauh dari kawanannya karena ada Alvian dan Nila. Tapi dia tidak betah jauh-jauh dari semua sahabatnya. Apalagi sudah seminggu dia tidak istirahat bersama mereka.

"Udah empat hari?" tanya Fanny lagi. Dan Alin kembali mengangguk. "Lin, kali ini lo mau serius? Udah gak mau main-main lagi?"

Julian langsung menoleh cepat. Apa kata Fanny tadi? Alin insyaf?

"Lo tobat, Al?" tanya Julian. "Kenapa harus sama Varo? Kenapa gak sama gue?"

"Yeee.. monyet! Asal ceplos aja lo," cibir Fanny yang langsung melempar Julian dengan sampah plastik bekas sedotan Alin.

"Katanya mau jadi calon suami. Kok sekarang malah minta jadi pacar?" balas Alin dengan nada meledek.

Julian hanya berdecak. Dari cara bicara Alin, dia tahu, Alin belum juga tobat. "Gue pura-pura pacaran doang sama Varo. Kasian, bencong kelas sepuluh ada yang naksir sama dia."

She is HandsomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang