Happy reading.
“Kalau kata Nila, setiap perbuatan itu ada karmanya masing-masing. Jadi lo udah siap jemput karma lo sendiri?”
-Alvian-.
.
.
.
.
.
.Kalau Alin dibebaskan memilih sesuatu di dalam hidupnya, mungkin sekarang ia tidak akan berada di meja makan ini bersama kedua orang tuanya dan ketiga adiknya.
Wajah Alin selalu saja cemberut ketika sampai di meja makan. Begitu pula dengan Darren. Keduanya sempat terkejut saat sampai di meja makan tadi.
Papanya benar-benar mempunyai nyali yang patut Alin acungi jempol. Pria itu sangat berani duduk satu meja dengan Alin dan Darren. Benar-benar membuat Alin sukses berdecak beberapa kali selama sarapan bersama.
“Darren sama Alin nanti Papa anter ke sekolah ya?” ucap Fandy sambil melahap sesendok nasi goreng terakhirnya. Darren dan Alin tidak menjawab ucapan Fandy, seakan pria itu tidak pernah berbicara pada mereka.
Fandy tersenyum kecut. Kedua anaknya masih saja belum membuka pintu hatinya. Tapi bukan berarti itu membuat Fandy melemah. Pria justru semakin bersemangat membangun kepercayaan kedua anak kesayangannya itu.
“Ya udah kalau belum mau Papa anter. Nanti kalian dianter aja sama Mama kalian. Tapi pakai mobil Papa ya.” Kedua anaknya masih tetap diam saja. Dan untuk yang kesekian kalinya, hati Fandy berdenyut nyeri. Rasanya terlalu sesak melihat kedua anaknya tidak terlihat peduli padanya.
Alin menghabiskan susunya kemudian merain ponselnya diatas meja dengan cepat. Beberapa detik melihat roomchat di ponsel, Alin langsung berdiri dengan sedikit terburu-buru sambil meraih ranselnya di atas meja.
“Alin berangkat dulu. Julian udah dateng,” pamitnya entah pada siapa.
“Ikut Kak,” pinta Darren yang langsung mengikuti Alin keluar dari ruang makan. Lina menoleh ke samping. Menatap suaminya yang terlihat menahan rasa sesaknya.
“Maaf..” Fandy tersentak, lalu memiringkan kepalanya dan menatap Lina dengan senyum lebar. Tidak apa-apa. Serius, Fandy hanya sedikit merasa sedih. Hanya sedikit.
~~•
“SELAMAT PAGI WAHAI PENGIKUT SETIANYA PRINCESS ALINDA!! APA KABAR KALIAN HARI INI KAWAN? ADAKAH YANG SEDANG BADMOOD PAGI INI?” teriakan Alin menggema di kelas 11 IPS 4 yang masih terlihat sepi itu.
Alvian yang sudah datang sejak pagi hanya bisa mendengkus kesal. Oh ayolah, rasanya telinga Alvian mendadak budek setiap pagi karena teriakan Alin. Ck, gadis itu!
“Alinnn..” rengek Fanny. “Suara lo masuk ke live gue nihh..”
Alin menutup mulutnya dengan sebelah tangan lalu kembali melepas tangannya dan menghadiahkan Fanny sebuah cengiran lebar. “Sorry. Gue kan lagi olah raga harian, Fan.”
Fanny hanya berdecak pelan. Kemudian kembali terfokus pada pertanyaan setiap penonton live nya. Sesekali gadis itu menjawab salah satu pertanyaan yang dilontarkan untuknya dengan panjang lebar.
Alin mulai berjalan menghampiri kursinya dan duduk dengan tenang di tempat pribadinya itu. Kembali ia membuka salah satu roomchat seseorang yang sedang ingin ia hindari.
Reno : halo pacar
Reno : nanti istirahat bareng ya? Hari ini kita udah pacaran loh
Reno : dan gue gak suka ditolak. Jadi nurut ya sayang
Gila! Pikir Alin. Laki-laki itu mulai menampilkan sisi menyebalkannya. Dan Alin sangat tidak suka itu. Alin masih takut tentang persepsinya kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
She is Handsome
Teen Fiction16+ Demi membatalkan pertunangannya dengan gadis yang tidak disukai, Alvian Zayn Anvarezi rela berpura-pura menjadi seorang gadis dan kembali bersekolah di sekolah milik papanya hanya untuk menyelesaikan misi yang di titah kan oleh papanya. Apapun A...