45. masalah kecil

72 14 3
                                    

"sorry to say..."
.
.
.
.
.

"Gila! Udah hampir tiga jam loh ternyata kita perginya," ucap Alin heboh sambil memandangi ponselnya. "Pasti Julian ngomel nih entar."

"Santai aja, entar kita bilang sama dia, kalo tadi kita kejebak macet. Lagian kita juga selama ini karena macet beneran," sahut Alvian enteng. Laki-laki itu sibuk menyetir mobil dengan satu tangan, sementara Alin disampingnya mulai bergerak gelisah.

Satu hal yang Alin tidak suka dengan keadaan ini. Julian itu galak. Sering Alin diomeli kalau tidak tepat waktu. Terlebih lagi kalau Julian tahu Alin pergi bersama laki-laki.

Apapun alasannya, telat pasti diomeli.

"Tapi tetep aja diomelin. Mending kalo gue yang diomelin. Kalo misalkan entar lo yang kena, gimana?"

"Gue gak takut. Mau baku hantam juga gue ladenin."

"Ish lo mah, gak ngerti maksud gue ih!" Alin memberenggut kesal. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada lalu mendengkus menekuk wajahnya. "Julian itu galak tau. Dia bisa aja bikin lo bonyok gak sampe setengah jam."

"Gue gak ngelakuin kesalahan fatal, Lin. Gue rasa Julian juga bukan tipe cowok yang suka main hakim sendiri. Lo tenang aja, biar gue yang ngomong langsung sama dia entar."

"Yakin? Gak mau gue bantuin aja?"

"Yakin. Gue udah biasa ngadepin cowok modelan Julian," ucap Alvian percaya diri. Jangankan laki-laki seperti Julian. Abang dan orangtua dari mantan-mantannya dulu juga Alvian hadapi. Biar terlihat aneh begini, Alvian punya banyak pengalaman tentang menghadapi laki-laki.

"Serius ya?"

"Iya." Alvian menepikan mobilnya begitu sampai di depan pagar rumah Alin. "Ayok keluar."

Baru saja melepas seat belt, Alin langsung menahan tangannya. "Vi--eh An--eh Al..."

"Kenapa? Lo takut ketemu Julian? Kan gue udah bilang, entar gu--"

"Bukan itu!" seru Alin dengan mata yang menatap tepat ke arah pintu rumahnya yang terbuka lebar menampilkan segerombolan teman-temannya. "Ada temen kita di rumah gue, anjir!"

"Hah?!"


•••••




Memegang setir dengan kencang, lalu mendengkus begitu melihat area rumahnya sudah didepan mata. Gerbang rumahnya terbuka. Alvian langsung mengendarai mobilnya. Memarkirkan benda itu ke tempatnya, lalu keluar dengan perasaan masam sekaligus mendung.

Setelah diusir Alin dengan diburu-buru, Alvian langsung menancapkan gas menuju rumahnya dengan emosi yang menggebu. Padahal dia belum mengucapkan kata-kata manis pada Alin tadi. Hilang sudah waktunya untuk modus.

Turun dari mobil, keningnya berkerut begitu melihat sebuah motor beat putih terparkir di pinggir kebun mini depan rumahnya. Tumben ada yang datang kesini semalam ini.

"Tuan..." Seorang satpam dengan seragam coklat datang dengan langkah lebar menghampiri Alvian setelah menutup gerbang. "Kok baru pulang, Tuan?"

"Macet," jawab Alvian singkat.

"Oh gitu toh... Itu Tuan, anu... Di dalam ada tamu. Nungguin dari dua jam yang lalu. Katanya mau ketemu Tuan. Pak Deka sama Tuan Rayn belum pulang dari sore. Tadi ditemui sama Mbak Nila, tapi orangnya maunya ngomong sama Tuan aja," jelas satpam itu dengan suara medok.

"Siapa?"

"Mbak A--"

"Alvian..." Satpam itu berhenti bersuara. Ia melangkah mundur begitu melihat seorang wanita keluar dari rumah dan menghampiri Alvian dengan cemberut.

She is HandsomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang