Dua bulan waktu yang dibutuhkan Al untuk benar-benar pulih dari keadaan lengannya. Dan Arvon masih menghindarinya.
Setelah perbincangannya dengan Erika hari itu, sesuai dugaan, Arvon bergerak menjauh darinya, dan Al mati-matian untuk berpositive thinking sebagaimana saran Erika.
Bangun-bangun di kamar Efki hari itu dirinya tidak menemukan siapa pun selain Erika yang sudah memeluknya menjadikannya bantal guling. Al bahkan harus mencak-mencak membangunkan cewek itu hingga menabok keras punggul Erika yang tanpa hati menindis tangannya. Respon Er? Cengengesan tak jelas, tanpa minta maaf malah beralasan, "Kan tidur, yakali sadar."
Beranjak dari tempat tidur dan mencari tuan rumah, Al dan Erika dibuat ternganga dengan sticky note bertuliskan, 'JANGAN KELUAR, JANGAN KE MANA-MANA, JANGAN ORDER MAKANAN, JANGAN TERIMA TAMU!' memenuhi pintu kamar Efki depan belakang. Seniat itu! Untungnya, kulkas Efki penuh bahan pangan yang harus diolah, juga beberapa makanan instan, dan junkfood yang hanya perlu dipanaskan, sehingga keduanya tidak perlu membuat strategi merakit bom untuk meledakkan tempat Efki karena kelaparan.
Masuk kelas, tanpa kehebohan Al memilih ke tempat duduknya, menghempaskan bokongnya di dekat Erika yang tengah sibuk memelototi handphonenya, menonton saluran chanel YT yang digilai cewek itu.
Backpack Al sengaja dibanting di meja dan sukses membuat Erika terlonjak. "Heh! Setan emang!"
"Manusia ini! Manusia!" teriak Al tak kalah nyaring.
Menyadari wajah Al yang sudah tidak terbentuk, Erika terbahak keras. "Napa tuh muka? Kusut amat. Setrika lo ngadat yah? Makanya gak diserteika dulu?"
"Arvon niat banget hindarin gua!" adunya.
"Gua bilang perasaan lo doang itu ..."
"Gak mungkin sampai dua bulan ini kan? Coba, tadi gua nyamperin dia di indoor, sebelum gua teriak dia gak ada skinship sama Amelin, dia matung, Amelin duduk di sebelahnya jarak satu meter. Sekalinya gua manggil, Ar tiba-tiba ngerangkul pacarnya dong. Mau gak nau gua pergi dong, dikira ngeganggu lagi."
Erika meletakkan handphonenya memilih menjadi pendengar yang baik. Dibaliknya tubuhnya dan seluruh indranya dibuka lebar-lebar untuk menyoroti Al.
"Kan pacarnya Al," kata Erika.
"Iya. Gua juga tahu Arvon pacaran sama Amelin. Yang gua permasalahin kenapa dia ngerangkul pacarnya pas gua panggil?" Al berapi-api membela diri.
"Dan lo ngaku kalau lo cemburu?" tanya Erika.
"Kok cemburu!?" Al mendelik kesal. "Ah, Er gak nangkap maksud gua."
"Justru gua akhirnya nangkap maksud lo hari ini setelah dua bulan ngeluhin Ar. Lo cemburu Al," tekan Erika.
Al tentu saja membeo. Cemburu? Yang benar saja! Atas dasar apa dia cemburu pada hubungan orang lain? Dirinya tidak merasa menyukai Ar selama ini. Buat apa cemburu kalau begitu? Erika mulai ngaco.
Al terbahak seketika. "Fiks, lo emang gak ngerti nih."
Erika menghela nafas jengah. "Lo yang gak ngerti. Udah lah yah. Males juga gua. Belakangan lo cuman bahas Ar dan kisah cintanya. Kalau lo mau ngeluhin itu tanpa mau denger gua, silahkan berbalik dan duduk di belakang. Hari ini gua libur denger lo."
Al tertawa kecil. Sekarang yang mukanya kusut gantian Erika dong. "Erika ngambek nih?" goda Al sedikit mencolek lengan Erika.
Erika tidak bicara, hanya diam, menatap Al dengan julid.
"Maaf deh. Gak bahas ini lagi, serius."
Erika tidak juga membuka mulut dan mengubah ekspresinya itu. Bukan merasa bersalah! Al hanya sedikit salting terus dilihat begitu! Tolong lah!
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfriend • Completed
Teen Fiction(Teenagers • Fiction • Romance) Lagi-lagi Arvon melepaskan cekalan Al dari tangannya. "Gua sekarang udah punya pacar, artinya, lo udah gak boleh nyentuh gua sembarangan, pacar gua marah lagi kalau sampai ngeliat." Al bersumpah bahwa Arvon seakan men...