"Baru pulang, Bang? sini makan dulu. Mandinya entar selepas makan, biar langsung tidur."
Arvon tersenyum dan bergegas membelokkan arah menuju dapur ketika mendengar Mora menyapanya. Padahal, dirinya berniat mandi dahulu.
"Dagu mu kenapa lagi?" tanya Mora melayangkan tatapan menyelidik ketika Arvon mencomoti sayap ayam goreng.
Sontak Arvon memegang perban di dagunya. Terdiam meletakkan sayap ayam yang sudah terotong dua di piring kosong di depannya lalu cengengesan. "Tanah air lovers,"
"Gak balapan liar kan kamu?" Mora berkacak pinggang.
"Gak lah, Bun. Murni ngusep di jalan dengan berkendara normal," kata Arvon menggeleng-gelengkan kepala dan tangannya sekalian. "Palingan, kalau emang harus balapan, booking sirkuit."
Mora beroh ria. Well, menurutnya it's okey. Mora sungguh tidak masalah jika Arvon sedikit bandel (?) sampai terluka, toh, anak memang harus seperti itu. Mora bahkan lebih ngeri jika Arvon memilih di rumah dan menyayangi tubuhnya. Sekali-kali, kita memang harus terluka untuk kuat.
"Kamu dari mana memangnya?"
"Tempat Al, singgah ke markas 5 menitan sih sebelum balik. Ngusepnya pas balik dari tempat Al, diobatinya di markas," jawab Arvon santai kembali menjangkau piring ayam di depannya, menjangkau sayap ayam lainnya. "Btw, Bun. Anak-anak mau berkunjung ke sini besok, spend day gitu, bolehkah?"
"Ketempelan di mana kamu tumben nanya? kamu pikir Bunda tiba-tiba gak ngizinin? otakmu Ar ... Lagian Bunda rada kangen Toufan deh, Efki lama banget gak ketemu Bunda juga. Yang lain juga udah jarang main ke sini, kan?"
Arvon sedikit mencibir. Nih, Toufan sama Efki seriusan anak sayang Bunda kah? pake dicariin segala lagi. "Kali aja, ikutan dendam sama teman-teman Ar. Kemarin, Bunda mencak-mencak karena Ar marahan sama Al kan?"
Mora terkekeh untuk hari itu. Arvon masih ingat ternyata. Dirinya mencak-mencak berkasuk-kasuk menyudutkan Arvon saat seminggu setelah Ar dan Al resmi berkonflik besar, saat itu Mora sedang mukbang rollcake besar-besar dan mengundang Al. Kali pertama selama hidup Al, cewek itu menolak ajakan Mora dengan halus.
Lantas, Arvon menjadi sasaran empuk untuk melampiaskan segala unek-unek Mora, bahkan yang sudah lama wanita itu pendam, tentu saja melenceng dari konflik Arvon dan Al. Disatukan dengan masalah-masalah pengimputan nilai mahasiswa-mahasiswanya dan balance time wanita itu yang kurang kondusif dan membuatnya keteteran.
Gimana Arvon gak ingat! memang serumit itu semburan Mora hari itu.
"Oh iya," kata Mora tiba-tiba ketika meletakkan mangkok berisi salad buah di depan Arvon. "Besok Bunda mau ke cafe depan kantor Papa mu, Bang."
"Gak bosen mandangin Papa di rumah semalaman suntuk, harus banget nyamperin ke kantor kah?"
Mendengar cibiran anaknya, Mora mendelik. "Kayak kamu nggak aja. Siapa tuh yang resah seharian, gak bicara sama Al? mana ngamuk-ngamuk mau minta maaf sama Al pas sakit lagi ..."
Oke, Arvon lupa jika Bundanya ini setingkat master dalam membalikkan ucapan. Dan situasi seperti ini sangat mengundang kebangkitan rasa malas Arvon untuk membuka mulut lagi.
"Bunda mau ketemu Al."
Arvon tiba-tiba tertarik lagi berbicara dengan Bundanya mendengar nama Al disebut. "Kenapa ketemuannya jauh banget, kenapa gak di rumah aja."
"Kalau di rumah, keburu kabur Al nya. Lagian kamu minta maafnya lama banget."
"Uh-huh."
"Kamu kurang ekspresi kali, kurang berusaha, acuh, kurang semangat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfriend • Completed
Teen Fiction(Teenagers • Fiction • Romance) Lagi-lagi Arvon melepaskan cekalan Al dari tangannya. "Gua sekarang udah punya pacar, artinya, lo udah gak boleh nyentuh gua sembarangan, pacar gua marah lagi kalau sampai ngeliat." Al bersumpah bahwa Arvon seakan men...