"Yang bungkus merah Beib,"
Arvon meraih kudapan berbungkus merah yang ditunjuk dagu oleh Alura. Cowok itu lantas mengangkat dan memperlihatkan pada Alura yang masih saja menyandra ponselnya sejak tadi. Jaga - jaga jika yang ia ambil bukan keinginan cewek itu. Terhitung sudah berkali - kali cewek itu menggeleng, menolak kudapan yang disodorkan oleh Arvon. Padahal dia sendiri yang menunjuk ! untung mood Arvon baik hingga mau saja di babuin !
Well, seperti dugaan ! cewek itu menggeleng lagi ! "perasaan gua bilangannya merah deh Von, bukan pink. Buta warna lo yah ? Itu di sebelahnya tuh !" ujar Alura sambil menunjuk - nujuk dan memajukan badannya yang masih tetap selonjoran. Hanya memajukan sedikit, tidak berniat bangkit. Dasar kaum rebahan !
"Lo yang buta warna Al, jelas - jelas ini yang merah ! yang itu pink !" geram Arvon menunjukkan bergantian kudapan yang ia genggam dan yang masih tergeletak di meja sana.
Alura menyipitkan matanya sedikit, mengikis jarak alis hingga hampir bersentuhan. "Heh, sejak kapan tukaran nama ?"
Arvon menghelai nafas jengah. Dosa apa yang telah ia lakukan hingga punya teman seperti dia ?! hah ! Adakah mungkin seseorang yang pernah ia sakiti lantas mendoakannya yang tidak - tidak ? memiliki teman sejenis Alura misalnya ?
"Sejak raja Louis dan Bung Karno menjadi figur di uang seratus ribuan,"
"Bukannya Bung Karno sama Bung Hatta yah ?"
"Giliran duit aja lancar otak dia, matrenya nampak banget," ujar cowok itu lirih. Niatnya tak ingin terdengar malah tertangkap oleh indra pendengar Alura yang super peka di waktu tertentu.
"Lo harus ngubah perspektif Ar. Cewek itu identik dengan uang. Cewek kalau udah punya banyak uang gak butuk cowok. Lain lagi sama cowok, kalau punya banyak uang bawaannya pengen nyambar banyak cewek tuh." Arvon memilih diam. Benar ! diam - diam mengumpat karena kelewatan kesal melebihi anjing tetangga Alura yang mungkin sudah setres karena di jahilin oleh cewek itu setiap hari. Sabar yah njing.. Terima aja udah, jangan lupa berdoa biar di kehidupan yang akan datang gak ketemu lagi sama Alura, fighting ! tapi trust it, yang dikatakan Alura banyak masuk akalnya.
"Von, siniin .."
"Apa ?"
Alura menunjuk kudapan yang masih dipegang cowok itu. Kali ini dengan baik dan benar menggunakan telunjuknya, bukan dagu lagi. "Itu.. Siniin deh !"
Cowok itu melirik tangannya sebelum hendak menyerahkannya pada Alura. Salahkan sekelebet rasa jengkel yang melintas tiba - tiba di fikirannya, menggerakkan tangannya untuk melempar kudapan itu kembali ke tempat asalnya.
"Arvon ih, dibilang siniin, dikembaliin !"
"Mau ?" Alura mengangguk.
"Ambil sendiri," ucap Arvon santai, mendudukkan diri dengan menyandar pada sofa yang dibaringi Alura. Menghiraukan Alura yang kini memonyong - monyongkan bibir dengan mengganti saluran chenel tv.
Alura mengubah posisi, kepalanya disejajarkan dengan kepala Arvon. "Ada yang bilang gitu kemarin, eh besoknya dipanggi tuhan," lirih dan menekan. Sengaja bibirnya didekatkan ke telinga cowok itu, biar kesan horornya nampak.
"Setelah itu gua gentayangin lo. Enaknya lo matinya karena apa ya ? kejepit pintu ? kegigit semut ? jatuh dari ranjang ? pilih aja deh, entar gua bantu ngabulin. Kebetulan neraka lagi emang nunggu - nunggu elo, "
Alura mendelik kesal ke arah Arvon. Mulutnya bergerak - gerak abstrak, mengatai tanpa suara heh ! sekalian tangannya dikepalkan lalu membuat gerakan meninju - ninju angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfriend • Completed
Teen Fiction(Teenagers • Fiction • Romance) Lagi-lagi Arvon melepaskan cekalan Al dari tangannya. "Gua sekarang udah punya pacar, artinya, lo udah gak boleh nyentuh gua sembarangan, pacar gua marah lagi kalau sampai ngeliat." Al bersumpah bahwa Arvon seakan men...