-41

1 0 0
                                    

"Semangat! lo teman Ar, harusnya lo yang paling tahu gimana Ar itu dan apa yang dia alamin sekarang. Lo harus tahu kenapa Ar berubah, dan untuk apa! Lo bisa Al!" tegas Al pada orang berseragam Depaka yang nampak penuh semangat di cermin depannya itu.

"Atau jangan-jangan Ar ada masalah sama Amelin yah?" Al menghentikan gerakan tangannya yang sedang menyisir rambut. "Gua hubungin Amelin aja kalau gitu?"

"Nanti gua dikata kepo lagi, kan gak keren ..."

Al memilih melemparkan sisirnya dan berakhir tergeletak mengenaskan tepat dibawah bed nya.

"Kita fokus ngintilan Arvon hari ini. Acara hindar-hindaran dia harus gua selesaiin hari ini."

Al mengepalkan tangan kuat-kuat. Menatap dirinya yang berkobar semangat. "Lo yang paling kenal Ar, Al! Lo bisa!" gumamnya yakin.

10 detik bertahan seperti itu, Al lantas mengacak frustasi rambutnya yang sudah dirapikan tadi dan membuang diri di bedcovernya yang tidak rapi-rapi amat itu. "Gimana caranya gua bisa tau apa masalahnya kalau Ar aja gak mau ngomong sama gua?"

"Arvon sialan! bisa-bisanya dia ngacuhin anaknya Bropa yang gumush tiada tara ini!" kedua tangan dan kakinya aktif meninju dan menendang angin ke sembarang arah.

Well, hanya Al yang tahu lari ke mana semangatnya yang tadi. Purelly, sekarang Al semacam tidak punya gairah untuk sekolah, eh, bukan, tidak punya hasrat untuk beranjak dari posisinya sekarang.

Eh, wait? apa? sekolah? Al membola dan bangkit dari posisinya, terduduk dengan kaki menggantung ke bawah. "Kok gua pake seragam? gua kan diskors! Ah! Bego lo! tapi gimana sekarang? yakali gua ngintilin Ar sekarang? dia sekolah lah pasti."

Merasa risih dengan dirinya yang sangat rajin-rajinnya berseragam lengkap sementara sedang diskors, Al bangkit dari tempatnya berleha-lehanya, melepas segala bentuk seragam yang dikenakannya dan melemparkan masuk ke dalam ruangan yang tidak besar dan tidak sesempit itu yang difungsikannya sebagai walk-in-closet.

Menghiraukan seragam yang berceceran di lantai walk-in-closet nya itu Al hanya menyambar jeans berwarna blue wash model straight yang tidak skinny dan tidak kulot dipadukan dengan tanktop hitam yang sedari tadi dipakenya dan tidak ikut dilepas bersama seragamnya tadi.

Bel apartemennya berbunyi.

Dan Al terbahak seketika. Siapa pun yang menjemputnya hari ini, Al yakin, dia sama-sama lupa jika dirinya sedang dalam masa dirumahkan. Yang jelas, orang yang berbaik hati bermaksud menjemputnya itu bukan Arvon.

Al lagi-lagi tertawa kecil yang ditujukan pada kebegoannya yang masih menunggu Arvon menjemputnya. Nyatanya, Arvon sudah lama tidak menjemputnya, tepat setelah tangannya dihempaskan saat mengajak cowok itu untuk ditraktir sebagai perayaan pelepasan masa jomblonya. Sejak hari itu Al berangkat dan pulang bersama temannya-random. Kecuali saat tragedi itu.

Al membuka pintu apartemennya dengan senyum lebar dan bermaksud mengejek orang yang menekan bel itu.

"Heh? lo kok belum siap-siapa?" sembur Niko begitu saja saat Al menampakkan diri di balik pintunya.

"Hamba dirumahkan Yang Mulia. Olehnya, hamba tidak diperkenankan ke sekolah," tutur Al sekalian badannya dibungkuk-bungkukkan untuk memuliakan Yang Mulia.

"Sialan emang!" dengus Niko. "Harusnya lo bilang dari tadi malam di GB, kan! gua gak perlu repot-repot buang tenaga dan bensin buat muter ke sini lagi."

Al terbahak. Posisi Niko memang sangat menggenaskan, jika dia menjadi Niko mungkin akan mencak-mencak sendiri. Bayangkan, kediaman Niko dan Al ini bagaikan timur dan barat dengan Depaka di tengah-tengah. Jika Niko menjemput Al, artinya dia harus muter, dari rumahnya melintasi Depaka menjemput Al dan kembali ke Depaka.

Unfriend • CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang