_______________________________________
𝚂𝚎𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖𝚗𝚢𝚊:
Selama perjalanan, Jeno meyakinkan dirinya jika dia tidak membunuh perampok itu. Dia tidak melakukan apapun. Dia hanya berusaha melindungi dirinya sendiri. Entah dengan apa tadi. Yang jelas dia tidak sengaja merenggut nyawa si perampok.
"Aku tidak membunuhnya. Aku tidak membunuhnya. Aku tidak membunuhnya." Bibir tebal Jeno terus merapalkan kalimat itu berulang kali bagai mantra. Dia sangat yakin bahwa dia tidak membunuh.
。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。
.
.
.
.
.
.______________________________________
Eps 12 ⎥ 𝓡𝓪𝓱𝓪𝓼𝓲𝓪
______________________________________Ekspresi wajah patung wanita itu masih saja dingin meski Jeno menatapnya dengan perasaan yang kalut. Setelah melesat mengendarai motornya bagai orang gila yang tak takut mati, Jeno tiba di rumahnya. Dengan langkah tergesa dia masuk ke dalam bangunan megah yang ia tinggali berdua dengan sang kakak. Langkahnya cepat dan terburu buru seolah ada yang mengejarnya. Setelah membanting pintu dan melempar helmnya asal ke sofa, taman mawar di halaman belakang menjadi tujuan Jeno selanjutnya. Dan di sinilah Jeno berada. Duduk di kursi di samping air mancur. Menatap sendu patung wanita yang menghiasi air mancur.
Adegan laknat itu lancang terngiang kembali di benaknya. Saat lelaki asing itu menodongkan bilah tajam pisaunya ke leher Jeno. Jeno bersumpah jika ia hanya memegang tangan lelaki itu. Tapi kenapa orang itu tiba tiba kejang dan mati setelahnya. Bahkan Jeno ingat betul ada bau terbakar yang menguar dari jasad malang si lelaki. Selayaknya orang habis tersengat listrik.
Listrik.
Listrik?
Mata sipit Jeno membulat. Bersamaan dengan nafasnya yang terhenti sejenak setelah terhela.
"Sebenarnya aku bukan manusia."
"Aku adalah anak seorang dewi."
"Aku bersekolah di sini karena aku punya misi. Aku harus melindungimu."
"Ya, karena kau juga sepertiku. Kau adalah putra dewa Zeus."
Percakapannya dengan Jisung tempo hari kini mengambil alih benaknya. Terngiang ngiang di telinganya seolah Jisung kembali mengucapkannya tepat di depan telinganya. Terlebih maksud yang Jisung sampaikan seolah melengkapi puzzle kebingungannya selama ini. Ingatan saat Jeno secara ajaib selamat dari insiden terjun bebas dari atap sekolah lagi lagi muncul. Jeno bukannya selamat secara ajaib. Tapi angin menyelamatkannya. Angin yang ia kendalikan secara tidak disadari. Lelaki perampok itu kejang dan mati saat menyentuh tangan Jeno itu karena dia tersengat listrik yang muncul dari tubuh Jeno. Listrik itu petir.
"Ketika mereka membagi-bagi dunia, Zeus memperoleh langit, mengendalikan awan, hujan dan badai."
"Zeus merupakan dewa langit dan petir."
Nafas Jeno yang sempat tertahan kini terhembus cepat. Nafasnya jadi tak beraturan bersamaan dengan ekspresi shock yang masih bertahan di wajahnya. Jeno tak seharusnya mengatakan jika Jisung membual. Jisung tidak punya alasan untuk bercanda atau berbohong perihal itu. Ekspresi seriusnya menjelaskan jika Jisung berkata terus terang. Jeno harusnya tidak menyangkal dan mempercayai ucapannya. Karena Jeno kini menyadarinya.
"Jadi, aku benar benar anak Dewa Zeus?"
DRRRRRTTTTT!!!
Suara dan getaran yang berasal dari saku celananya berhasil membuat Jeno terperanjat. Saat menyadari jika ponselnya bergetar, Jeno langsung memasang ekspresi datar sambil merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya. Mark menelponnya. Jeno menggeser ikon hijau di layar lalu menempelkan ponsel itu di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romance and Curse (NoSung/JenSung)
FanfictionPark Jisung tersinggung. Pasalnya laki laki di depannya mengatakan jika ia Anti-romantic dan Aseksual. Beraninya orang itu mengatakan kalimat itu di depannya yang seorang putra dari Dewi Aphrodite, sang dewi asmara dan hasrat seksual. Ini sih naman...