Happy Reading
********"
Seperti kemarin, Jeno lagi-lagi hanya bisa menatap dari kejauhan. Berdiri dibawah pohon ketapang besar, memandangi rumah tua dihadapannya sejak pagi buta.
Dalam diamnya, diantara hawa dingin di pagi hari yang menusuk hingga tulang belulang, Jeno melihat Ayah dan Jaemin keluar dari pekarangan rumah. Keduanya sempat saling berpelukan sebelum pergi kearah yang berbeda.
Setelah bersembunyi dibalik batang pohon saat Jaemin melintas dihadapannya. Jeno lantas berlari kecil mengejar pria paruh baya yang kini hilang dibalik tikungan jalan.
Di pagi buta itu, Jeno merasa begitu asing. Tidak ada satupun manusia lain yang Jeno temui, disaat deretan rumah berjajar di sepajang jalan gang kecil yang mereka lewati.
Rumah-rumah itu tampak seperti rumah hantu. Dengan keadaan yang jauh dari kata layak. Listrik-listrik yang padam, lalu keheningan yang menurut Jeno begitu mencekam.
Kemana semua orang?
Mengesampingkan pikirannya yang justru berkelana tanpa arah, Jeno memandang punggung ringkih yang berada beberapa meter didepannya.
Siluet yang berada di temaramnya penerangan itu tampak terkulai lemas. Kedua bahunya seolah turun, buah dari beban berat yang telah beliau pikul.
Jeno jadi penasaran, bagaimana hidup yang telah mereka lalui tanpanya hingga sekarang?
Kenapa disaat hidup Jeno begitu nyaman, kehidupan pria paruh baya dihadapannya tampak begitu menyedihkan?Jeno ingin sekali memanggilnya, masuk kedalam dekapan hangatnya seperti dahulu. Menyampaikan semua rindu yang selama ini dia pendam. Menanyakan, apa yang telah terjadi hingga takdir membuat mereka harus tinggal diantara jarak?
Namun, keberanian Jeno hanya sampai berada di andai-andai saja. Nyalinya langsung menciut ketika melihat perbedaan hidup mereka sekarang. Kebahagiaan dan kenyamanan yang Jeno rasakan selama ini seakan membuatnya tidak pantas untuk mendekat. Setelah menorehkan luka yang mendalam pada sosok didepannya.
"Hi, Paman Ji."
Suara seorang gadis menyapa pendengaran Jeno, membuat dia mendongak dan terkejut setelahnya. Pemandangan yang seakan membuat waktu Jeno berhenti secara paksa.
"Oh, Nayla." sapa Jiseok. Pria paruh baya itu tersenyum dengan satu tangan yang terangkat, menyapa gadis muda yang kini tersenyum ramah kearahnya.
"Wah, paman Ji hampir kesiangan lagi."
Jiseok tertawa mendengar pernyataan Nayla, yang seakan menggodanya. Karena memang benar, Jiseok menjadi langganan terlambat.
"Ah, Kak Jaemin?" ujar Nayla, yang kini atensinya tertuju pada seseorang dibelakang Jiseok. Seseorang yang masih membatu ditempatnya.
Tepat saat Jiseok hendak berbalik, Jeno dengan langkah cepat berbalik arah. Meninggalkan sebuah proyek pembangunan yang tadi menyita perhatiannya.
Pertanyaan Jeno tadi seakan terjawab ketika melihat puluhan orang berjibaku diarea pembangunan itu. Muda, tua, bahkan anak-anak, mereka bekerja keras di pagi yang bahkan mentari masih enggan menyapa.
Bagaikan langit dan bumi, kehidupan Jeno tidak pernah seberarti itu. Mungkin jika tidak ada kepentingan seperti sekarang, Jeno akan masih terlelap dibalik selimut. Bergelung nyaman diatas kasur empuk tanpa memikirkan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twins ~ Jaemin x Jeno
Fanfiction[Sedang direvisi] . Not bxb ~~~~ "Tidak perlu bersikap seolah peduli pada saya, karena hidup saya jauh lebih baik saat kalian tidak ada." -Na Jaemin "Tolong, beri hubungan kita kesempatan." - Lee Jeno ~~~~~ 27 Juni 2022 - 20 Juli 2022..