Happy Reading 💚********
Tidak ada yang tahu kapan selesainya sebuah duka. Sama seperti takaran kebahagiaan setiap orang yang berbeda, waktu berkabung pun memiliki rentang yang beragam.
Satu tahun berlalu, banyak hal yang telah berubah. Hari, bulan, bahkan musim. Semua bergulir bersama sang waktu tanpa pernah menunggu.
Di bulan Mei saat gemuruh hujan membayang-bayangi, Jaemin harus merelakan separuh jiwanya pergi. Membiarkan satu-satunya tumpuan hidup miliknya runtuh bersama dengan tubuh Ayah, yang kini berada dipangkuan bumi. Membuat ia hancur selayaknya diterpa badai tornado dahsyat yang tidak bisa siapapun bayangkan.
Raga dan jiwa remaja itu seakan terpisah menjadi dua. Enggan menyatu hingga membuatnya terlihat seperti mayat hidup.
Setahun berlalu tidak ada bedanya dengan hari kemarin. Duka dan penderitaan yang Jaemin rasakan masih sama, luka-luka dihatinya masih basah, dan mungkin sekarang sudah di perparah dengan ribuan belatung dan nanah.
Setiap pagi sejak saat Ayahnya berpulang, Jaemin selalu menyempatkan diri datang ketempat ini. Ketempat dimana raga Ayahnya terbaring dalam damai. Dibawah sana, didalam pelukan Yang Maha Kuasa.
"Ayah, hari ini hari pertamaku dikelas XI. Ayah tahu, aku menjadi juara kelas lagi tahun ini." Jaemin berbisik ditengah sunyi, diantara gelap gulita fajar yang masih enggan menyapa.
Seperti biasa, dia berjongkok, memandangi nisan Ayah dengan tatapan sendu. Sudah ribuan kali dia melihat, tapi ribuan kali pula dia menyangkal. Satu tahun ini terasa bagai mimpi panjang yang menghantui Jaemin. Anak itu ingin sekali bangun dan memastikan bahwa semua benar adalah mimpi.
Tapi kenyataan tetaplah nyata. Ayahnya sudah pergi, menuju keabadian yang tidak bisa Jaemin datangi sesuka hati.
"Maaf karena aku tidak bisa mengabulkan permintaan terakhir, Ayah." Jaemin menarik napas dalam sesaat, menekan kembali sesak di dadanya yang siap pecah bersama tangis, "Ayah harus mengerti posisiku. Karena hatiku tidak seluas milik Ayah. Aku tidak bisa memaafkan mereka, Yah."
"Tidak akan pernah." lanjutnya.
Seiring dengan mentari yang kian menanjak, memancarkan cahaya keemasan yang menyilaukan mata, Jaemin bangkit meninggalkan area pemakaman. Dengan seragam sekolah yang sudah kusut, tas punggung yang sudah usang, Jaemin berjalan menelusuri jalanan.
Bias cahaya diantara dedaunan mengiringi langkah kakinya yang gontai. Sedang hilir mudik kendaraan disepanjang jalan Jaemin abaikan. Pikirannya seakan melayang entah dimana, tatapannya kosong memandang kedepan, pada beberapa orang yang berjalan berdesakan berburu dengan waktu.
Namun hanya beberapa saat, sebelum sebuah suara memaksa kesadaran Jaemin kembali dengan cepat.
"NaJaem, oy."
Jaemin melirik malas pada laki-laki bertubuh bongsor dihadapannya. Tinggi laki-laki itu yang di atas rata-rata membuatnya dengan mudah membawa Jaemin dalam rengkuhan lengannya yang panjang.
Dia Reynan Aditya Chandra. Anak rantau yang sering mengekori kemanapun Jaemin pergi. Laki-laki yang dengan gencar mengejar Jaemin hanya untuk mendapat persetujuan pertemanan. Dasar konyol memang Reynan ini. Anak sepopuler dirinya kenapa repot-repot mengganggu Jaemin yang notabene hanya seorang yang kuper, begitu kata orang.
"Lepas!" Jaemin menggeram.
Reynan yang sama keras kepalanya justru tampak acuh. Merangkul-atau lebih tepat menyeret tubuh Jaemin melewati gerbang sekolah hingga pelataran parkir.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twins ~ Jaemin x Jeno
Fanfiction[Sedang direvisi] . Not bxb ~~~~ "Tidak perlu bersikap seolah peduli pada saya, karena hidup saya jauh lebih baik saat kalian tidak ada." -Na Jaemin "Tolong, beri hubungan kita kesempatan." - Lee Jeno ~~~~~ 27 Juni 2022 - 20 Juli 2022..