31. Jangan dipikirin!

805 73 0
                                    


'Kebahagian bisa didapat dari hal sederhana' ungkapan itu bukan isapan jempol belaka. Nyatanya sesederhana kebut-kebutan ditengah malam bersama Jeno mampu membuat Jaemin dirundung bahagia.

Sejak keduanya tiba hanya tawa yang menemani sunyinya malam itu. Dengan derap pelan keduanya memasuki kediaman keluarga Lee yang tidak ubahnya keadaan diluar. Gelap. Tidak ada satu pun penerangan yang dibiarkan menyala.

"Syuttt!" Jeno menempelkan jari telunjuknya dibibir.

Dalam remang kedua remaja itu berjalan mengendap-endap. Persis seperti komplotan maling yang hendak menggondol semua barang berharga ditengah malam menuju dini hari itu.

Namun naas, bukannya sukses dengan berbagai perabot yang dapat menghasilkan jutaan uang. Keduanya seakan masuk dalam jebakan yang telah disiapkan sebaik mungkin.

Rumah yang sejatinya dalam gelap tiba-tiba benderang layaknya fajar yang memaksa menyapa lebih cepat. Dalam sekejap seluruh ruangan dapat terlihat dengan jelas. Termasuk seorang wanita tua yang saat ini menatap keduanya dengan sorot mata tajam. Sebuah sambutan yang jauh dari kata hangat.

Jaemin menjadi orang pertama yang menyadari keberadaan makhluk lain disana selain dirinya dan Jeno. Remaja itu lantas memekik pelan dengan tangan yang gencar menepuk bahu sang kembaran tidak sabaran.

"Darah memang lebih kental dari pada air. Saya sudah menduga itu, tapi ternyata melihatnya secara langsung tetap membuat saya tidak percaya." Katanya. Wanita tua itu lantas berdecak dengan suara yang sangat menjengkelkan. "Latar belakang ternyata memang berpengaruh sebesar itu. Kalian tidak jauh berbeda dari laki-laki tidak berguna seperti ayah kalian!"

Jeno yang paham betul kemana arah pembicaraan wanita itu lantas berdiri tegap. Menarik Jaemin hingga berada dibelakang tubuhnya tanpa ia sendiri sadari.

"Dari mana kalian? Keluyuran tidak jelas, huh? Anakku sedang sakit, tapi anak-anak ini bahkan tidak peduli sama sekali. Ckckck." Lagi, wanita asing itu berbicara dengan bahasa yang terdengar seperti mantra ditelinga Jaemin. "Jika tidak bisa jadi anak yang membanggakan setidaknya jangan membuat masalah! Hidup yang tenang, jangan buat anak saya hidup menderita dengan mengurusi anak-anak tidak berguna seperti kalian!"

Ada jeda panjang sebelum wanita itu kembali berkata, "Sudah cukup anak saya menderita dengan memilih laki-laki tidak jelas seperti Ayah kalian." Ucapnya dalam Bahasa Korea yang jelas tidak Jaemin mengerti.

Jika bahasa adalah satu-satunya cara agar setiap manusia bisa saling memahami. Maka detik itu juga Jaemin ingin seluruh bahasa yang ada di dunia ini lenyap dan menyisakan satu bahasa saja. Entah yang tersisa bahasa Indonesia atau bahasa manapun. Jaemin hanya ingin satu bahasa saja agar ia bisa langsung mengerti apa yang sejak tadi bergaung diruang tengah ini. Satu bahasa yang sama.

Tapi, tentu hal itu tidak mungkin. Beragam bahasa menjelaskan bahwa ada beragam ras, suku dan budaya yang tidak bisa disama ratakan. Dan Jaemin adalah salah satu dari keberagaman itu sendiri.

"Eomma!"

Suara lembut itu mengalun memecah ketegangan diruang tengah. Derap langkah yang terburu-buru berdebam dengan lantai yang dingin. Mengurai gelegak amarah yang melesak naik dikepala Jeno. Remaja itu mengepal kuat demi menyalurkan sisa amarah yang tersisa saat Mama berdiri dihadapannya.

"Behernti, Eomma!"

Wanita yang lebih tua itu mendadak bungkam. Namun, tatapan matanya masih setajam saat kedua remaja yang seharusnya ia panggil cucu itu berdiri dihadapannya. Jelas sekali ada rasa ketidaksukaan yang terpatri diwajah keriputnya.

Dami, wanita yang tidak lain adalah ibu dari Yura. Wanita berusia awal 60an itu tampak masih bugar diusianya yang sudah melebihi setengah abad.

"Eomma, mereka anak-anakku. Kalau Eomma sayang padaku, aku harap Eomma bisa menerima mereka disampingku, juga."

The Twins ~ Jaemin x JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang